Bab 15. Pergi

53 6 0
                                    

Berharap apa dari Adam?

Happy Reading!

Saat ini aku terbalut dengan gaun berwarna merah jambu yang tidak aku sukai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat ini aku terbalut dengan gaun berwarna merah jambu yang tidak aku sukai. Namun, aku harus tetap memakainya di hadapan Adam. Aku tidak ingin membuatnya kecewa karena pemberiannya tidak dihargai.

Aku memandang pantulan diriku di depan cermin. Sembari menunggu Adam menjemputku, aku memakai sedikit riasan tipis agar wajahku tidak terlalu pucat.

"Wih, mau ke mana, nih, Mbak-ku yang cantik?" Aku menoleh dengan cepat dan menemukan Yasha tersenyum usil di sana. "Wah! Lo pakai gaun warna pink, Reth? Nggak salah lihat gue?"

Aku berdecak sebal mendengar celotehan Yasha yang keras itu. Volume suaranya tidak bisa dikecilkan sehingga ia dijuluki tikus kejepit di rumah ini.

"Lo nggak bisa ketuk pintu dulu, ya, kalau mau masuk ke kamar orang?" kesalku pada Yasha. Sudah menjadi kebiasaan bocah itu kalau masuk ke kamar orang lain tanpa permisi.

"Apa, sih, orang kebuka dikit. Lagian emang gue salah kalau nanya doang?" jawabnya dengan nada yang kesal.

Aku dan Yasha memang kerap kali beradu argumen. Kami memiliki watak yang sama, yaitu keras kepala. Oleh karena itu jika di antara aku maupun Yasha berdebat, tidak akan ada yang mampu memisahkan terlebih orang tua kami sendiri.

"Lo kurang kerjaan banget lagian komen mulu kayak netizen di akun lambe turah. Cocok kali lo jadi adminnya. Mau gue daftarin, nggak?!"

"Dih, ogah banget. Mending gue mantau lo aja kalau gitu. Caper banget, sih, lo, Reth, pakai gaun warna pink gini. Emangnya mau ke mana?" Aku dibuat pusing dengan cerocosan Yasha yang tidak kunjung henti. Yasha memang begitu. Ia selalu mengomentari apa yang ada di diriku.

"Bukan urusan lo. Kepo banget jadi orang. By the way, gue kakak lo ya! Bisa nggak, sih, sopan sedikit?" Entah kenapa mood-ku berubah menjadi buruk setelah mengenakan gaun ini.

"Dih, emangnya pengin banget dipanggil mbak?"

Aku mengepalkan tangan—bersiap untuk meninju wajah adikku yang kelewat menyebalkan itu.

"Kalau aja lo bukan anak kesayangan ibu, udah gue banting!" ujarku dipenuhi dengan emosi.

"Gue bisa tebak." Yasha melipat kedua tangannya di depan dada—ia memperhatikanku dengan saksama. "Lo mendadak marah-marah pasti karena lagi pakai itu, kan?" tanya Yasha sembari menunjuk gaun yang tengah aku pakai.

"Bukan urusan lo!"

"Ya emang bukan urusan gue, sih. Gue cuma nanya doang."

"Kayak wartawan lo nanya mulu. Udah mending keluar sana! Nggak selesai-selesai gue make up-nya karena ada tuyul."

"Lo Mbak Yul-nya!" kata Yasha tidak terima.

Aku yang merasa emosi tidak kuasa untuk menahan air mata yang menggenang. Memang selalu seperti ini kalau saja mood-ku sedang buruk. Ditambah lagi beberapa faktor yang membuat emosiku tersulut.

Menjadi Dia (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang