Bab 14. Salto

25 6 0
                                    

Happy Reading!

Satu yang masih harus aku pelajari dalam hidup adalah bagaimana caranya melepaskan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu yang masih harus aku pelajari dalam hidup adalah bagaimana caranya melepaskan. Aku paham betul bahwa setelah aku bertemu dengan seseorang, perlahan kita bercengkerama satu sama lain. Selanjutnya kita akan menjalani hari-hari seperti biasa sembari menunggu kapan hari perpisahan itu tiba. Entah kita akan berpisah sekejap, atau justru tidak akan bertemu lagi dalam waktu yang lama.

Aku mulai menyadari bahwa semakin dewasa, orang-orang akan sibuk dengan urusannya sendiri. Entah dengan urusan, hati, pekerjaan, ataupun yang lainnya. Hal itu membuatku sadar betapa berharganya waktu bersama orang-orang terkasih.

"Sayang."

Aku menoleh ke arah Adam. Ia tengah menatapku dengan pandangan yang bingung.

"Kok, melamun? Ada yang mengganggu pikiran Tuan Putri, ya?"

Aku terkekeh mendengar ucapan Adam. Entah kenapa sejak malam itu, Adam jadi mempunyai sikap yang lebih lembut kepadaku.

"'Nothing. Hanya sedikit memikirkan ini dan itu."

"Mikirin orang yang bunuh kamu di games? Reth, ayolah! Itu cuma games doang."

Aku tertawa lepas. Bagaimana bisa Adam dapat berubah selucu ini dengan sangat cepat?

"Itu teman kamu, kan?"

Adam menaikkan alisnya sebelah. "Apa?"

"Yang bunuh aku di games temenmu, kan?"

Adam menghampiriku sembari tertawa. Saat ini kami sedang berada di kantin fakultas.

"Sayang, aku nggak tahu." Tawanya belum reda sampai Adam berada di samping kursiku. "Lagian, nih, Reth, masa iya kamu nggak lihat username-nya? Pasti lihat, dong? Pasti, kan, ketahuan kalau kamu perhatiin."

"Lihat, sih, tapi—"

"Tapi apa?"

"Ya masa aku mabar sama sempak babeh?"

"Hah? Sempak babeh?"

"Iya. Username-nya sempak babeh."

Adam tertawa lepas. Sebenarnya aku tidak berminat untuk membahas kekalahanku di games, hanya saja aku melihat ada ketertarikan sendiri di dalam diri Adam saat aku bercerita tentang itu. Lihat saja sekarang, Adam bahkan tertawa lepas tanpa beban. Aku pun tidak pernah melihat Adam tertawa sebebas itu.

"Adam, kok, ketawa?"

Tawanya mulai reda. Akan tetapi, ia belum menjawab pertanyaanku. Adam masih sibuk dengan sisa-sisa tawa dan air mata yang keluar dari sudut mata akibat tertawa.

"Sebenarnya sempak babeh itu aku, Reth."

Kini aku yang tertawa lepas. Entah kenapa pembicaraan ini menjadi random dan tidak masuk akal. Akan tetapi, aku sangat menyukai waktu demi waktu yang aku jalankan bersama Adam.

Menjadi Dia (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang