~o0o~
𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰
~o0o~
Malam ini begitu tenang. Semilir angin berhembus menerpa gorden jendela. Seorang gadis bersandar di jendela yang terbuka lebar itu. Ia sedang menikmati pemandangan.
Gadis itu mulai menghitung jumlah bintang di langit. Sudah 11 bintang yang ia hitung. Banyak pikiran berkecamuk di otaknya. Tak tahu apa yang harus ia lakukan terlebih dahulu. Bosan menghitung bintang, gadis itu memilih bersandung kecil bersahutan dengan suara jangkrik.
"Ini sudah malam, kenapa belum tidur?"
"Ayah." Gisea meluruskan kakinya ke bawah. Memberi ruang agar Orton bisa duduk di sebelahnya.
"Sedang memikirkan apa?" Orton ikut menikmati pemandangan malam itu.
"Besok Jason mengajakku ke pantai," ungkap Gisea.
"Datanglah. Apa masalahnya?" tanya ayahnya itu bingung.
"Kau bahkan bisa berjalan kaki dari rumah," tambahannya.
"Aku belum siap berada di dekat laut."
"Kontrol dirimu saat di sana, sayang. Apakah ayah dan Adrian perlu ikut?" tawar Orton menawarkan diri.
Gisea menggeleng. "Tidak usah,"
Orton memahami anaknya itu. Gisea tidak menyuruhnya untuk ikut, ya sudah tidak apa-apa. Jika Gisea memintanya untuk ikut, dengan senang hati Orton dan Adrian akan menemani anaknya itu.
Selama 5 tahun, banyak waktu berharga yang mereka lewati. Mereka tidak bertemu, tidak mengobrol, bahkan berbicara sedikitpun tidak pernah. Orton ingin menghabiskan banyak waktu untuk anaknya sekarang ini.
"Apakah ayah dan Adrian sudah makan malam?"
Orton mengelus rambut Gisea. Anaknya itu selalu mengutamakan orang lain terlebih dahulu dari pada diri sendiri. "Kau sendiri sudah?"
Gisea menampilkan gigi putihnya. Ia terkekeh. "Haha, Belum. Dimana Adrian, ayah?"
"Ada di depan. Dia sedang asik membaca buku."
Semenjak ia dan Adrian berada di rumah Gisea, Adrian berperilaku seperti anak kecil saja. Melakukan banyak hal yang jarang sekali ia lakukan saat di lautan. Pria itu berusia 32 tahun. Dan Adrian sudah mengabdi menjadi pengawal kerajaan Arpolioa ketika masih berusia 19 tahun.
"Kita pergi makan malam ke restoran saja. Aku bosan berada di rumah," ajak Gisea.
Saat di lautan, ayahnya dan Adrian pasti di sibukkan dengan urusan kerajaan serta istana. Tak ada waktu bagi mereka berdua untuk bersenang-senang. Apa lagi, Adrian. Gisea benar-benar salut pada laki-laki itu. Walau ia dan Adrian berjarak 12 tahun, Gisea menganggapnya sebagai kakak. Padahal sebenernya Gisea bisa mengganggap sebagai paman.
🐋
Nuasa mewah mengisi isi restoran yang di datangi Gisea, Orton dan Adrian. Selama ia berada di daratan, Gisea bisa menghitung berapa kali ia menginjakkan kaki di restoran. Bukan karena tidak punya uang, tapi, untuk apa ia datang ke sini? Makan? Dengan siapa? Terkadang bersama Jason saja, Gisea lebih memilih untuk pergi ke kafe sederhana.
Gisea mengulas senyum. Coba saja ibunya masih ada. Mungkin Gisea, Orton dan Aukai dapat berkumpul bersama di dalam restoran ini. Benar, ia tidak boleh bersedih. Malam ini Gisea harus bahagia.
"Ayo ayah, Adrian, kita cari bangku yang kosong," ajak gadis itu menggandeng tangan Adrian dan Orton.
"Tapi, Tuan Puteri." Adrian merasa tidak sopan. Seorang Puteri kerajaan tidak boleh menggandeng tangan seorang pengawal rendahan sepertinya.
"Sudah kubilang, jangan panggil aku Tuan Puteri, Adrian. Kita ada di daratan. Anggap saja aku sebagai adikmu," pinta Gisea.
"Atau kau ingin ku panggil kakak?" Gisea menaik turunkan alisnya menggoda Adrian.
"Tidak! Tidak, Tuan Pu-"
Gisea berdecak. "Ssst." Ia memelototi Adrian yang masih memanggilnya dengan sebutan itu.
"Baik, Gisea?" ucap Adrian ragu.
Gisea mengacungkan jari jempolnya pada Adrian. Bagus. Seperti itu lebih baik. Namun, ada yang tidak beres. Ayahnya belum bersuara semenjak mereka memasuki restoran ini. Apakah Orton sedang di rasuki dewa lautan?
"Ayah?" panggil Gisea.
"Ayah?" panggilnya lagi.
"Ah, iya. Kenapa?" jawab Orton kaku.
"Ayah kenapa?"
"Ayah tidak punya uang untuk mentraktir kalian makan di sini. Seluruh kekayaan ayah, ayah tinggalkan di lautan. Ayah hanya kaya saat di lautan, bukan di daratan," ucap Orton sedih.
Bukannya ikut sedih, Gisea malah tertawa terbahak-bahak. Sampai-sampai tak sadar air matanya keluar.
"Huh, yaampun." Gisea mengelap air mata dengan tangannya.
"Aku ada sedikit uang, ayah. Aku yang akan membayar. Ayah dan Adrian bebas memesan apapun di sini. Tidak usah perdulikan itu."
Orton cemberut. Gisea menertawakannya. Itu tidaklah sesuai. Tidak mungkin anak yang membayari ayahnya? Harusnya ayah yang membayari anaknya.
Brak!
Sedang asik tertawa, tiba-tiba ada seseorang yang tidak sengaja menabrak Gisea. Laki-laki itu menumpahkan segelas es kopi di baju Gisea.
"Maaf, nona. Aku tidak sengaja. Apa kau tidak apa-apa?" tanya laki-laki itu merasa bersalah. Ia ingin mengelap noda di baju Gisea, tetapi, ia takut di anggap tak sopan.
Gisea melambaikan tangannya tanda tidak apa-apa. "No problem, hanya kotor sedikit. Bagaimana denganmu? Kau tidak apa-apa?"
Lihat? Gisea lebih mengkhawatirkan orang lain.
Laki-laki itu menggangguk. "Bagaimana ini? Aku akan ganti rugi, bajumu menjadi kotor karnaku."
"Tidak usah. Lagi pula, kopimu tumpah karena tertabrak denganku," tolak Gisea.
"Kau bisa pergi, tak apa. Aku permisi ke kamar mandi dahulu."
"Ayah, Adrian, duduk di sana. Aku akan kembali sebentar lagi," pamit Gisea sambil menunjukkan letak meja dan bangku yang akan mereka duduki.
Tbc
20 November 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDER COVER GISEA (END)
FantasyGisea selalu berusaha untuk tidak melihat kebelakang. Ia menutup mata, menutup telinga dan menutup mulutnya. Seolah tak terjadi apa-apa. Ia hidup normal seperti manusia pada umumnya. Seperti bersekolah, menghabiskan waktu bersama teman dan juga mela...