~ 14 ~

403 43 6
                                    

Selamat membaca

"Aku mengundang kalian semua untuk makan malam karena aku ingin kita bisa makan bersama. Walaupun tanpa mama kalian. Aku tau aku bukanlah ayah yang baik bagi kalian, terutama bagi si bungsu. Aku ingin menebus hari hari si bungsu yang telah aku renggut kebersamaannya dengan keluarga kita, walaupun aku tau kesalahanku sudah tidak termaafkan. Itu saja yang mau aku sampaikan. Ayo kita makan." ucap Baratha.

"Makasih pa." ucap Marina dan juga kakak kakaknya.

Keluarga besar Marina kini sedang menikmati makan malam di kediaman Baratha. Kedamaian dan kebahagiaan menyelimuti rumah itu. Meski masih tersisa luka di hatinya namun Marina berusaha untuk menerima kebaikan yang papanya berikan.

Namun bagi Marina suasananya masih terasa asing dan canggung. Bagaimana tidak, selama masa kecilnya di rumah ini, ia sama sekali jarang berkumpul dengan seluruh kakaknya. Semua sudah sibuk dengan pendidikan mereka, dan juga karena perlakuan dari papanya yang membuat dirinya merasa dijauhi oleh saudara kandungnya sendiri.

Marina mengusap perutnya, dan kemudian ia merasa tenang. Arya yang melihat itu tak bisa menahan diri untuk bertanya.

"Kamu baik baik saja?" bisik Arya.

"Iya mas, gak apa apa."

"Besok aku akan kembali ke Dubai dengan Wilmar. Jika kalian tidak sibuk, berkunjunglah kesana." ucap Baratha.

"Iya pa."

"Kalian lanjutkan mengobrol. Aku lelah ingin istirahat." ucap Baratha kemudian beranjak meninggalkan ruang makan. Kartika yang kuatir akhirnya mengikuti papanya sampai di pintu kamar.

Setelah cukup berbincang, Marina dan Arya pamit untuk kembali ke kediaman mereka.

.....

"Selamat pagi Pak Arya, ada yang ingin saya bicarakan, mengenai produksi produk yang baru. Apa saya bisa bicara langsung dengan pak Arya?" tanya Tamara ketika bertemu Arya di depan lift. Padahal disitu juga ada Marina dan Martin. Tetapi Tamara hanya menyapa Arya dan tak mempedulikan lainnya.

"Silakan anda berdiskusi dengan Martin sekertaris saya." ucap Arya singkat.

"Tapi ini perlu keputusan segera pak." ucap Tamara dengan sedikit memaksa dan berjalan lebih dekat ke Arya.

"Sudah berapa lama anda menangani hal seperti ini? Anda dipercaya sebagai COO atas rekomendasi direktur sebelumnya. Jika anda tidak mengerti dengan SOP silakan anda pelajari lagi." ucap Arya kemudian merangkul pinggang Marina dan masuk ke dalam lift. Martin sekilas menatap pada Tamara, dan menggelengkan kepala. Ia kemudian menyusul atasannya untuk masuk ke dalam lift.

"Baik pak." ucap Tamara yang kemudian tertunduk lesu.

Marina menahan senyumnya saat di dalam lift. Dia merasa kasihan dengan Tamara yang sudah berupaya mendekati Arya.

"Kenapa kamu senyum senyum sendiri?" tanya Arya yang melihat Marina dari pantulan kaca.

"Nothing. Hanya saja kamu tau atau pura pura tidak tau mas." ucap Marina kemudian tersenyum menatap Arya.

"Aku gak tau! Salah dia kan, kenapa tidak melalui Martin kalo memang perlu membuat janji sama aku. Aku paling tidak suka jika bekerja tanpa standar. Sangat tidak profesional. Catat itu."

"Baik pak." sahut Martin.

"Dan satu lagi, aku tidak suka orang yang tidak punya etika. Sudah jelas ada kamu, tapi dia dengan lancangnya menganggap aku sedang sendirian. Okelah kalo dia memang tidak perlu menyapa Martin, karena dia sekretarisku. Tapi kamu kan istriku, aku sangat tersinggung dan tidak hormat dengan sikapnya. Tandai orang itu Martin, kamu pantau kinerjanya. Aku tidak akan segan menggantinya dengan orang yang lebih kompeten." ucap Arya dengan penekanan.

Never Let Go [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang