~ 7 ~

487 61 9
                                    

Selamat membaca

"Setelah sarapan, kita ke RS dulu ya. Kita cek kandunganmu." ucap Arya sambil mengelus perut Marina yang masih rata.

"Ok. Aku memang belum sempat ke dokter kandungan. Aku juga penasaran ama usia calon bayi kita." Marina tersenyum menatap lelaki yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.

"Nih kamu makan yang banyak, aku sudah minta bi Lita untuk memasak kesukaanmu." ucap Arya sambil menyendok capjay goreng dan dan cumi goreng, kemudian meletakkan di piring Marina.

"Iya mas, makasih ya. Mas juga makan yang banyak. Biar sehat terus." ucap Marina sambil menyendok udang goreng tepung dan meletakkan di piring Arya.

Mereka berdua menikmati sarapan pagi dengan tenang dan penuh kebahagiaan. Arya bisa membayangkan masa depannya setiap saat bisa makan bersama dengan wanita yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan dengannya.

Ponsel Marina berdering bersamaan dengan selesainya mereka sarapan. 

"Aku angkat telepon dulu ya mas." ucap Marina kemudian berjalan menuju kamar dan meraih ponselnya. Belum sempat, Marina menjawab, ponsel Marina sudah berhenti berdering. Marina kemudian berjalan kembali ke ruang makan sambil membawa ponselnya.

"Siapa Rin?" tanya Arya yang menghampiri Marina.

"Nakula mas. Bentar ya, aku coba telpon balik." ucap Marina yang kemudian kembali menduduki kursi di ruang makan.

"Ok. Take your time."

Namun belum sempat Marina menelpon kembali, ponselnya kembali berdering. 

"Halo Nakula." dengan segera Marina menjawab telepon dari Nakula.

"Marina, lo buruan ke RS Mitra Wiratha, Om Baratha kena serangan jantung." terdengar suara Nakula yang tampak panik.

"Hah? Y-ya, gue segera kesana. Thanks Nakula." ucap Marina kemudian mematikan telepon.

"Ada apa sayang?" tanya Arya yang melihat Marina tampak panik.

"Aku-aku harus ke RS sekarang! Papaku kena serangan jantung, a-aku ingin melihat keadaannya." ucap Marina dengan mata yang mulai berkaca kaca.

"Ok. Ayo aku antar. Semoga papamu baik - baik saja." Arya segera meraih kunci mobil dan mereka berdua langsung menuju ke rumah sakit milik keluarga Wiratha.

Sepanjang perjalanan, Marina menggegam erat kedua telapak tangannya diatas pangkuannya. Arya meihat reaksi Marina yang begitu kuatir dengan kondisi papanya. Arya kemudian meraih tangan kanan Marina dan mengecupnya, sambil terus memperhatikan jalan.

"Semua akan baik baik saja Rin." ucap Arya sambil mengusap tangan Marina.

"Iya, aku harap seperti itu. Papaku orang yang kuat, dia pasti bertahan, karena ini bukan serangan yang pertama. Dari yang pernah aku dengar dari kak Elis, papa sudah sering kambuh." ucap Marina berusaha untuk tetap tenang.

.....

Saat Marina sampai di rumah sakit, ia langsung menuju ke kamar VIP tempat ayahnya dirawat. Seperti dejavu, Marina melihat saudara saudara kandung dan juga sepupunya, Nakula, tengah berada di koridor rumah sakit. 

Nakula melihat Marina dari kejauhan dan tidak sendirian, ada sosok lelaki tinggi yang berjalan di sebelah Marina. Nakula dengan langkah cepat segera menghampiri dua orang tersebut. Nakula menggelengkan kepala, sepertinya nyali sepupunya itu cukup besar karena berani membawa calon suaminya kesini. 

"Marina, kamu ngapain bawa dia?!" ucap Nakula dengan suara yang dipelankan.

Walaupun suara Nakula lirih, namun Arya yang berada tak jauh dari Marina, tentu saja mendengar.

Never Let Go [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang