"Putus ajalah!"
"Oke."
"Oke???" Aku mengulang. Mempertegas kalau maksud dari ucapanku bukan ancaman. Dirasa lelah tak berkesudahan, kata-kata yang tertahan di tenggorokan akhirnya keluar dan mendapat persetujuan dari seseorang yang saat ini masih menggenggam sebelah tanganku.
Di pinggir jalan,
Di jam 01.14 dini hari."Kalo itu emang yang kamu mau, oke. Aku ikutin."
Benar-benar tidak ditahan. Atau sekadar memohon agar aku menarik ucapan.
"Kita sama-sama cape."
"Iya." Tak banyak bicara, hanya meng-iyakan semua yang kuucap. Benar-benar payah. "Tapi aku anter pulang, ya."
"Nggak usah. Pisah di sini aja."
"Mau pulang pake apa?"
"Ojek online banyak."
"Bahaya. Aku nggak ijinin."
"Kan udah putus. Ngapain perlu ijin?"
"..."
"..."
"Buat yang terakhir."
"Emangnya mau mati?"
"Who knows."
"Gre!"
"Takdir mana ada yang tau sih, Shan. Sama kayak sekarang, aku nggak tau kalo kita bakalan selesai hari ini."
*****
Sebulan sudah.
Tidak bertemu, tidak saling memberi kabar, tidak saling mecari.
Kita kembali seperti orang asing.Padahal selama empat tahun kemarin, dia lah si paling tahu tentangku. Si paling dekat yang kemana-mana selalu di sampingku.
"Langsung balik 'kan? Yuk! bareng gue." Kedua mataku yang sedari tadi lurus menatap layar handphone kemudian melirik Jingga yang sedang mengikat rambut panjangnya. "Nungguin notif siapa sih, mblo?"
"Bawel, kayak operator kartu kredit nanya-nanya!"
"Hahahahaha!"
Biasanya selesai kelas, saat menyalakan handphone, banyak notif chat masuk darinya.
Sudah sebulan ini sepi.
Entah kenapa kebiasaan ini sulit hilang. Menunggu chat masuk darinya, maksudku."Kali aja ortu nyariin."
"Dikira gue percaya? Hahahaha! Shaniiii, empat tahun 'tuh bukan waktu yang sebentar, ya! Apalagi buat ngilangin kebiasaan yang udah sering kalian lakuin. Biasanya juga abis kelas lo langsung ngibrit keluar nyari Gracia. Atau si Gre yang nyamperin duluan ke sini."
Sekarang, apa kegiatan Gracia? Kalau sudah tidak ada kelas atau tidak menungguku selesai kelas?Gracia... Gracia... Gracia... Mengapa nama itu tidak bisa dan tidak mau hilang?
"Jadi mau pulang bareng, nggak?"
"Iya."
Di sepanjang jalan menuju tempat dimana motor Jingga terparkir, pandanganku jauh mengamati punggung seorang perempuan yang terbalut jaket jeans hijau army sedang berjalan ke tujuan yang sama.
Parkiran.
Perempuan yang tingginya hampir sama denganku, yang punggungnya baru saja dipukul halus oleh seorang perempuan lain di sebelahnya. Tertawa renyah entah mengobrolkan apa. Terlihat bahagia sekali. Sepertinya.
Lebih sial lagi hariku, motor Jingga dan motor Gracia terparkir bersebelahan. Sengaja aku menghentikan langkah, membiarkan Jingga menaiki motor lebih dahulu, dan aku akan menunggu di sini, di gerbang keluar.
![](https://img.wattpad.com/cover/327268199-288-k943908.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PUTUS
Fanfiction"Kita putus itu, artinya kita nggak baik-baik aja. Ngapain abis putus malah jadi berhubungan baik?"