"Shaaaaaan!"
"Ya?"
"Mantan lo, tuh di depan!"
Dari lantai dua kamar kosnya terlihat jelas, ada seorang perempuan lain yang sedang duduk di atas motor matic di luar pagar. Menatap lurus ke arah mereka berdua.
Tepatnya ke arah Shani, yang masih melingkarkan handuk merah muda di lehernya, serta rambut kusut yang ia ikat cepol asal-asalan."Mau lo samperin gak?"
"Enggak."
"Lah?"
"Suruh balik aja, Jing." Langkah kakinya bergerak kembali masuk ke dalam kamar kos yang sudah ia tinggali hampir dua tahun belakangan ini.
Kamar kos yang sering menjadi lokasi pemberhentian terakhir motor matic Gracia yang masih betah duduk di luar pagar sana. Meski mantannya sudah tak terlihat, seolah bayangan perempuan itu masih berdiri di sana, melambaikan tangan dengan senyum hangat seperti biasanya.*****
"Ngojek bun, sekarang?"
"Suka lupa. Sorry."
"Terus?"
"Kadang masih suka refleks ke sini. Biasanya langsung muter balik, tapi hari ini mau ketemu. Kamu ada kelas?"
"Aku kira empat tahun itu waktu yang cukup lama buat tau semua kebiasaan aku. Suka lupa juga ya? Maklum."
"Ya udah, aku anter ke kampus kalo gitu, ya?"
"Lupa lagi? 'kan udah putus."
"Shan..."
"Udah putus, Shania Gracia."
"Aku kayaknya nggak bisa."
"Harus bisa, dong!" Tatap mata dinginnya bertemu. Tidak ingin terperangkap untuk yang kesekian kali, Shani memalingkan wajah sebelum kemudian menjulurkan tangan kanannya. "Sini, hp-nya!"
"Mau apa?"
"Sini dulu." Buru-buru Shani menyambar handphone milik Gracia yang baru saja dikeluarkan dari kantung jaket bomber ungunya.
Menempelkan ibu jarinya pada layar, terbuka begitu saja kemudian jemarinya sibuk menari mengetik sesuatu. "Nih, udah."Gre menatap layar handphonenya sambil sedikit menahan tawa. Alarm yang menyala di pukul tujuh pagi, yang dibuat setiap hari. Diberi judul 'Shani sudah bukan lagi pacar Shania Gracia'
"Segininya?"
"Iya. Biar nggak lupa lagi."
"Anggep aja-"
"-Nggak ada anggep aja-anggep aja yang lainnya. Nggak usah banyak alesan, Ge. Kita udah putus, udah selesai."
Padahal kemarin rasanya bongkahan es batu itu perlahan mencair. Tetapi pagi ini, sikapnya kembali membeku.
Meski bisa mengobrol, bukan ini yang Gracia mau. Setidaknya tak ada suara meninggi yang keluar dari bibir tipisnya. Gracia rindu mendengar suara tenang dan lembutnya...
Banyak mau? Memang.
Namanya juga manusia.
Serakah."Oi, Shan!" Dari tempat di mana motor Jingga terparkir, si empunya nama berteriak memanggil sambil melajukan motor matic-nya ke hadapan mantan pasangan yang masih tak akur ini. "Gue nggak bisa nebengin, ya! Mau mampir ke bengkel dulu, ganti oli."
"Gak masalah. Gue ikut."
"Lah? Lo 'kan paling gak demen bau bengkel. Gak usah, udah! Bareng Gracia aja sana!"
"Nggak usah sok ide lagi, Jing. Gue ikut. Nanti turunin aja di warteg deket-deket bengkel. Kabarin kalo udah selesai 'kan bisa." Mereka terdiam. Menunggu-nunggu jawaban Jingga sebagai penentu keputusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUTUS
Fanfiction"Kita putus itu, artinya kita nggak baik-baik aja. Ngapain abis putus malah jadi berhubungan baik?"