Part 22

2.2K 240 23
                                    

Saat ini kelas Naren begitu ramai karena guru yang mengajar belum masuk kedalam kelas.

"Tumben Haikal belum dateng," gumam Yunan, dia heran karena Haikal belum juga terlihat padahal bel sudah berbunyi dari beberapa menit yang lalu.

Tak lama kemudian, wali kelas mereka masuk kedalam kelas yang membuat mereka bingung sekaligus heran.

"Loh bu, sekarang kan gak ada pelajarannya ibu," ucap Yunan.

"Ibu disini hanya sebentar, ibu ingin menyampaikan sebuah kabar duka dari salah satu teman kita," ucap wali kelas. "Teman kita, Haikal telah berpulang kepada sang pencipta, jadi hari ini semua murid akan di pulangkan lebih cepat dari biasanya. Jika kalian ingin datang ke rumah duka, silahkan," lanjut sang wali kelas.

Deg.

Mereka tidak menyangka kalau Haikal pergi secepat ini, padahal kemarin mereka masih melihat Haikal yang tersenyum manis saat menyapa mereka.

Javier yang tadinya ingin menelungkupkan kepalanya keatas meja mengurungkan niatnya saat mendengar ucapan dari wali kelasnya. Tidak mungkin Haikal meninggal, kemarin Haikal masih terlihat baik-baik saja. Tiba-tiba saja pikirannya mengarah pada kecelakaan yang terjadi kemarin di depan sekolah mereka. Apa mungkin jika Haikal korban dari kecelakaan itu? Dengan cepat Javier menggelengkan kepalanya, tidak mungkin jika Haikal korban dari kecelakaan kemarin.

Semua murid ricuh, membicarakan tentang kematian Haikal yang terjadi secara tiba-tiba. Mereka masih tidak percaya jika Haikal mood booster di kelas mereka tiba-tiba saja dikabarkan meninggal.

"Gimana kalo hari ini kita dateng ke rumah Haikal?" usul Yunan.

Semua murid mengangguk-anggukkan kepalanya setuju atas usul Yunan.

"Gua enggak, kalian aja yang pergi," ucap Naren.

"Semua orang harus ikut, berarti lu juga harus ikut. Haikal juga temen lu kalo lu lupa," ucap Yunan.

"Gua tetep gak ikut."

"Jangan egois, jangan bawa-bawa masalah pribadi lu dulu disini. Kita dateng ke rumah Haikal buat ngungkapin bela sungkawa atas kepergian Haikal dan juga Haikal itu temen kita."

"Lu gak tau apa-apa, jadi gak usah ikut campur!" ucap Naren penuh penekanan. Setelah mengucapkan itu Naren keluar dari kelas dengan penuh emosi. Mereka tidak tau masalah apa yang terjadi diantara dia dan Haikal, dan mereka mengatakan dirinya egois? Yang benar saja, kadang orang-orang hanya bisa menilai tanpa tau apa yang terjadi. Sepertinya dia gak sadar diri kalo dia juga gitu:v

Saat sedang berjalan di koridor ada seseorang yang memanggil namanya yang membuat langkahnya terhenti, dengan malas Naren membalikan tubuhnya.

"Apa?" tanya Naren sinis.

Orang yang memanggil Naren menyerahkan sebuah flashdisk dan juga surat kepada Naren, Naren menatap bingung kearah benda itu. "Ini dari Haikal buat lu dan temen-temen lu juga," ucap orang itu.

"Gua gak butuh," tolak Naren.

"Tapi lu harus nerima ini."

Ryuna mengambil sebelah tangan Naren dan meletakan flashdisk serta surat itu keatas telapak tangan Naren setelah itu dia pergi meninggalkan Naren sendiri di koridor. Sedangkan Naren menatap bingung benda yang berada di telapak tangannya, untuk apa Haikal memberikan flashdisk dan surat ini? Mungkin itulah yang ada di pikiran Naren. Tak ingin terlalu memikirkannya, Naren pun menaruh flashdisk dan juga surat itu kedalam sakunya.

Naren berjalan menuju ke taman belakang sekolah, dia duduk di salah satu bangku yang berada di sana. Dia mengeluarkan flashdisk yang berada di sakunya, dia mengamati flashdisk tersebut. Kira-kira apa isi dari flashdisk ini? Paling sesuatu yang tidak berguna, pikir Naren.

***

Setelah memberikan surat yang ditulis oleh Haikal kepada kedua temannya, Naren pun langsung naik ke motornya. Dia tidak ikut pergi ke rumah Haikal bersama teman-teman satu kelasnya seperti apa yang dia bilang waktu di kelas tadi pagi.

"Lu beneran gak mau ikut ren?" tanya Javier.

"Enggak, gak sudi gua dateng ke rumah pembunuh," balas Naren.

Javier yang mendengar itu hanya menghela nafasnya saja, "yaudah deh, lu hati-hati baliknya," ucap Javier.

Naren menganggukkan kepalanya lalu melajukan motornya meninggalkan kawasan sekolah. Sesampainya di rumah, Naren langsung masuk kedalam kamarnya, saat di kamar dia langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tiba-tiba saja dia teringat akan surat dan flashdisk yang diberikan oleh gadis yang disukai oleh Haikal kepadanya.

Naren mengambil flashdisk tersebut dari saku bajunya, dia mengamati flashdisk tersebut lalu dia bangkit dan berjalan menuju kearah meja belajarnya. Naren membuka laci meja belajarnya dan menaruh flashdisk serta surat itu kedalam laci meja belajarnya tanpa ada niat untuk membaca surat atau melihat isi flashdisk tersebut karena menurutnya itu tidak penting.

Setelah itu, dia berjalan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Selesai membersihkan tubuhnya Naren berjalan menuju ke balkon kamarnya tanpa mengenakan baju, dia duduk di kursi yang ada di balkon sambil menyesap rokok.

Tiba-tiba saja ingatan tentang kebersamaan mereka berempat muncul di otaknya, kebersamaan yang terjalin cukup lama diantara mereka berempat, kebersamaan yang harus hancur karena sebuah kesalahpahaman yang entah akan sampai kapan. Naren mengacak rambutnya kesal, kenapa tiba-tiba saja dia teringat dengan Haikal? bukankah dia membenci Haikal? Bukankah ini yang dia inginkan? Kenapa tiba-tiba saja rasa bersalah itu muncul? Dia yang menyuruh Haikal untuk pergi bahkan menyuruh Haikal untuk mati, harusnya dia senang bukan jika Haikal tidak ada lagi?

"Arghhh sialan lu Haikal, gua benci banget sama lu sialan," gumam Naren.

Mata Naren memancarkan kebencian yang begitu jelas ketika mengingat Haikal, gara-gara Haikal dia harus kehilangan adik sepupunya yang paling ia sayangi. Sampai kapanpun dia tidak akan pernah memaafkan Haikal.

Sedangkan dirumah si kembar, Jevano tengah menatap sebuah surat yang berada di tangannya. Sebuah surat yang ditulis oleh Haikal, sungguh dia tidak membenci Haikal hanya saja dia bingung harus percaya kepada siapa. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa bukan Haikal pelakunya dan juga dia melihat dengan matanya sendiri kalau terdapat sebuah pisau berlumuran darah ditangan Haikal.

Dengan perlahan Jevano membuka surat tersebut dan mulai membacanya.

Kalo lu udah nerima surat ini berarti gua udah pergi jauh, gua cuma mau minta maaf ke lu. Gua juga mau bilang kalo bukan gua pelakunya, gua tau lu gak bakal percaya sama gua. Gua selalu berusaha buat ngasih tau kalian kalo bukan gua pelakunya tapi kalian gak pernah mau dengerin gua, gak papa kok. Yang perlu lu tau, kalo ditempat kejadian waktu itu ada cctv tapi kayaknya kalian gak kepikiran buat cek cctv nya deh, ya gua maklum sih kan kalian panik banget waktu itu.

Gua tebak, sekarang lu lagi nangis kan? Hayo, ngaku aja.

"Sok tau," gumam Jevano sambil mengusap air matanya.

Jangan nangis, malu sama otot lu yang gede. Jangan ngerasa bersalah setelah lu baca surat ini, gua gak papa kok walaupun gua sempet kecewa waktu kalian gak ada yang percaya sama gua, tenang aja kecewanya cuma dikit doang kok, beneran deh cuma dikit. Gua tetep anggap kalian sebagai sahabat gua dan selamanya bakal tetep kaya gitu.

Pertanda

Haikal ganteng yang jelas lebih ganteng dari Jevano.

Kenapa dia tidak kepikiran jika di setiap sudut rumah Naren terdapat cctv, dia terlalu bodoh sampai melupakan fakta itu. Jujur dia merasa bersalah kepada Haikal setelah membaca surat yang ditulis oleh Haikal, tapi rasa bersalah itu sudah terlambat.

___________________________

Jangan lupa vote & komen
Sorry kalo banyak yang typo

Next?

ABOUT HAIKAL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang