Part 25

2.4K 150 1
                                    

Setelah pulang dari pemakaman kedua temannya, Naren langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur miliknya, kini dia sendiri. Ketiga temannya telah pergi, tiga? Apakah dia masih menganggap Haikal sebagai temannya? Entahlah, hanya Naren dan Tuhan yang tau.

Tiba-tiba saja dia teringat ucapan Jevano untuk yang terakhir kalinya, dia pun langsung bangkit dan berjalan menuju ke meja belajarnya. Dia mengobrak-abrik laci mejanya untuk mencari flashdisk itu, setelah menemukan flashdisk nya dia langsung menghubungkan dengan laptop miliknya. Setelah terhubung, dia mengklik folder yang berisi sebuah video.

Didalam video yang sepertinya itu adalah rekaman cctv, terdapat Leon yang terlihat sedang berjalan menuju ke dapur setelah itu ada seseorang yang memakai pakaian serba hitam yang juga berjalan kearah dapur. Di dapur orang berpakaian serba hitam itu tengah berbicara dengan Leon, entah apa yang mereka bicarakan yang jelas setelahnya orang tersebut menusukkan pisau ke perut Leon. Setelah menusuk Leon orang tersebut pergi begitu saja bertepatan dengan Haikal yang masuk ke dapur. Di dalam rekaman cctv, sepertinya Leon menyuruh Haikal untuk mencabut pisau yang berada di perutnya, Haikal pun menganggukkan kepalanya dan mencabut pisau tersebut. Tak berselang lama Naren, Jevano dan Javier datang, mereka melihat Haikal yang menggenggam pisau yang berlumuran darah dan Leon yang terkapar di lantai penuh dengan darah.

Naren yang melihat rekaman itu langsung menutup laptopnya, karena dia tau kelanjutannya dari rekaman tersebut. "Ternyata selama ini gua salah paham?" tanya Naren entah kepada siapa. Kenapa dia begitu bodoh tidak mau mendengarkan penjelasan dari Haikal dan malah menyalakan Haikal atas apa yang terjadi pada Leon, ah betapa bodohnya dia.

"Bodoh! Lu bodoh Naren. Lu orang terbodoh di dunia ini hahaha," ucap Naren sambil memukul kepalanya sendiri lalu dia tertawa layaknya orang tidak waras.

"Ya, lu memang bodoh Naren dan temen-temen lu pasti nyesel temenan sama lu."

"Enggak, mereka gak nyesel temenan sama gua!"

"Lebih baik lu mati."

"Enggak, gua gak mau mati!"

"Mati!"

"Enggak, pergi lu pergi!" teriak Naren sambil menutup kedua telinganya.

Sedangkan kedua orang tua Naren yang mendengar suara teriak Naren dibuat panik, mereka berusaha untuk masuk kedalam kamar Naren.

"Naren, bukain pintunya sayang," ucap Wendy.

Wendy yang tidak mendapatkan respon dari anaknya lantas menyuruh sang suami untuk mendobrak pintu kamar milik Naren. Setelah pintu bisa terbuka mereka pun langsung masuk kedalam kamar, di dalam kamar mereka dapat melihat Naren yang meringkuk di sudut ruangan sambil menangis dan menutup kedua telinganya menggunakan tangan.

Wendy yang melihat itu lantas langsung mendekati anaknya yang terus menangis dan terus bergumam kata pergi dan tidak mau mati. Sesampainya di dekat Naren, Wendy langsung merengkuh tubuh Naren kedalam pelukannya. Wendy mengelus punggung Naren sambil mengucapakan beberapa kalimat penenang.

"Mama disini, kamu gak sendiri," ucap Wendy di telinga Naren.

"Pergi," lirih Naren.

"Tenang sayang." Perlahan Wendy melepaskan pelukannya dan menangkup wajah sang anak dengan tangan lentiknya.

"Kamu kenapa? Sini cerita sama mama," ucap Wendy.

"Naren gak mau mati ma, suara-suara itu terus-terusan nyuruh Naren mati," ucap Naren lirih.

"Kamu gak akan mati, kamu akan terus disini disamping mama." Hati ibu mana yang tidak sakit melihat kondisi anaknya yang seperti ini, sungguh Wendy tidak tega dengan keadaan Naren yang bisa dibilang kacau.

ABOUT HAIKAL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang