Kantor

201K 10.3K 27
                                    

Belum Vano menjawab, wanita itu sudah duduk sambil menampilkan senyum manis. "Turun." perintah Vano yang dibalas gelengan kepala.

Menghela nafas pelan, Vano pun menjalankan mobil dengan membawa Diana. Ia tidak memiliki waktu hanya untuk sekedar berdebat.

Sedangkan Diana, ia tersenyum senang. Karena akhirnya ia bisa ikut ke kantor pria itu. Selama ini Diana tidak pernah pergi ke perusahaan Dirgantara Corp, entah apa yang dilakukan Diana dulu sampai tidak pernah mau berkunjung. Ah mungkin saja Jessika yang melarangnya dengan peraturan sialan itu.

Tidak ada percakapan diantara mereka. Sebab semuanya sibuk dengan isi kepala masing-masing.

Setengah jam kemudian, mobil yang dikendarai Vano sudah tiba di perusahaan Dirgantara Corp. Diana turun sendiri karena tidak mungkin mengharapkan pria itu akan membukakan pintu untuknya.

Vano berjalan dengan Diana disampingnya, banyak pasang mata menatap penasaran siapa wanita yang berada disamping Ceo mereka.

Sedangkan disudut sana Jessika memandang itu semua dengan tangan mengepal. Diana yang menyadari keberadaan Jessika langsung menggandeng mesra lengan kekar Vano.

Vano tersentak, namun ia segera mengontrol ekspresinya. Mereka menaiki lantai tiga puluh menggunakan lift khusus petinggi perusahaan. Didalam lift Vano melepaskan tangan Diana yang masih betah menggandengnya.

Pria itu mendengar jika istrinya berdecak. Apakah wanita itu marah? batin Vano. Namun bukankah dia yang harusnya marah karena wanita itu yang tiba-tiba memaksa ikut.

Diana memandang pintu yang terdapat tulisan ruangan Ceo. "Sampai kapan berdiri disitu."

Suara Vano membuat Diana mengalihkan pandangannya menatap pria yang berstatus sebagai suaminya itu. "Sampai besok." jawab Diana asal.

Vano mengerutkan dahi dan menggelengkan kepalanya pelan. Ia melihat Diana yang kini sedang menjelajahi ruangannya.

Lalu tak lama terdengar suara ketukan pintu.

"Maaf tuan, kita harus meeting sekarang. Klien sudah menunggu di ruang meeting." ucap Jessika sambil sesekali melirik Diana.

"Hm, saya akan segera ke sana."

Jessika mengangguk, namun ia tidak beranjak dari tempatnya yang membuat Vano memandang bingung sedangkan Diana hanya menatap malas sekretaris suaminya itu.

"Kamu pergi duluan ke ruang meeting, sebentar lagi saya akan menyusul."

"Tapi tuan- baiklah kalau begitu saya permisi."

Diana terkekeh pelan, "Apakah itu sekretaris perusahaan Dirgantara Corp? sangat tidak sopan."

Vano terkejut mendengar ucapan Diana, mengapa wanita itu seperti membenci Jessika. Bukankah mereka akrab selama ini. Namun setelah insiden jatuh dari tangga itu, Diana terlihat menjauhi Jessika.

"Apakah aku boleh berkeliling?"

Ucapan Diana menyadarkan Vano dari lamunannya. Pria itu mengangguk dan hendak pergi sambil membawa sebuah berkas. Namun saat sampai di depan pintu, pria itu berbalik.

"Kenapa?"

"Chika, salah satu pegawaiku yang akan menemanimu berkeliling."

"Baik, dan ehm- selamat bekerja." ucapan semangat dari Diana tidak dibalas Vano, pria itu segera pergi dengan perasaan tak menentu.

"Permisi nyonya, saya Chika yang disuruh tuan Vano untuk menemani nyonya berkeliling."

"Ah iya, mohon bantuannya Chika."

Transmigrasi DianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang