"Diana apa maksudmu?" tanya Mira bingung.
"Aku memang tidak mengenalmu."
Mira terkekeh pelan. "Jangan bercanda Mira, mana mungkin kau melupakan kami."
"Putri tirimu itu mengalami amnesia, jadi dia tidak mengingat kalian. Maka dari itu lebih baik sekarang kalian pergi dari Mansion ini!!" usir Desi yang sudah jengah dari tadi.
Diana menggelengkan kepalanya pelan. lihatlah betapa frustasinya ibu tirinya itu setelah mendengar ucapan Desi. Lalu pandangannya beralih ke seorang wanita yang berdiri tidak jauh dari Mira.
Mira yang melihat arah pandangan Diana, langsung menarik Siska yang merupakan anak kandungnya atau lebih tepatnya saudara tiri Diana. "Mungkin kau lupa dengan ibu, tapi jika dengan Siska kau pasti mengingatnya kan. Dia kakak mu."
Diana berdecih. "Sudah ku bilang aku tidak mengenal kalian, dan apa tadi yang kau bilang jika kau adalah ibu tiriku? Asal kau tau sebutan seorang ibu tidak pantas untukmu, ah aku sadar kau kan ibu tiri yang jahat. Karena tidak mungkin seorang ibu tidak pernah menjenguk anaknya yang sedang sakit."
Mira dan Siska membeku, mereka tidak menyangka dengan perubahan Diana. "Maaf Diana, bukan maksud ibu tidak pernah menjenguk mu. Namun saat itu ibu sedang sibuk menemani kakak mu-."
"Menemaninya untuk berliburan maksud mu?" potong Diana yang membuat Mira gelagapan.
"Apa yang dikatakan ibu benar, waktu kau sakit ibu sedang menemaniku yang saat itu melakukan penelitian. Kau tau kan jika aku sudah masuk semester akhir yang mana membuatku begitu sibuk."
"Aku meminta maaf karena saat itu malah meminta ibu untuk menemaniku bukannya menjengukmu yang lebih membutuhkan ibu." lanjut Siska dengan wajah bersalah. Padahal yang sebenarnya ia tidak suka melihat Diana, ia pikir Diana akan koma sehingga ia bisa merebut Vano. Namun ia malah dihadapkan dengan perubahan Diana.
"Sekarang aku tidak peduli dengan kalian, dan benar apa yang dibilang ibu mertuaku lebih baik kalian angkat kaki dari mansion ini."
Mira menggeleng lalu dengan cepat memegang tangan Diana. "Kau hanya sedang marah saja kan, baik ibu dan kakak mu akan pergi. Tapi kami akan berkunjung lagi, ibu harap disaat itu kau sudah bisa memaafkan ibu."
"Siska ayo kita pulang, biarkan adikmu beristirahat."
Setelah kepergian Ibu dan kakak tirinya, Diana berjalan menuju dapur. Sedangkan ibu mertuanya itu sudah pergi ke kamar bersamaan kepergian Mira dan Siska.
Diana bersyukur Vano dan Bima tidak menyaksikan perdebatan mereka tadi karena sekarang masih pukul tujuh kurang. Entah apa yang mereka inginkan dengan datang pagi-pagi sekali. Ah, mungkin saja mereka ingin sarapan bersama. Apalagi Siska, yang pasti mengharapkan akan bertemu Vano.
"Tidak akan ku biarkan kalian hidup tenang." batin Diana.
Diana melihat para koki yang sedang sibuk menyiapkan sarapan. Sangkin sibuknya para koki itu tidak menyadari kedatangan Diana. Sampai ada satu maid yang menyadari kedatangannya langsung membungkuk hormat.
"Selamat pagi nyonya." ucap maid itu yang membuat para koki tersentak lalu dengan segera memberi salam.
"Maafkan kesalahan kami karena tidak menyadari kedatangan nyonya." ucap kepala koki dengan takut.
Diana takjub dengan kedisiplinan para pekerja di mansion ini. "Tidak papa, aku hanya ingin melihat apa yang sedang kalian masak. Siapa tau kalian membutuhkan bantuan."
Para koki tersenyum lega. "Tidak perlu nyonya, ini semua sudah menjadi tugas kami. Lebih baik nyonya duduk saja, sarapan pagi ini juga hampir selesai dimasak." jawab kepala koki mewakili koki lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Diana
FantasyDaisy Mahesa, seorang model terkenal. Ia juga merupakan putri tunggal dari keluarga Mahesa. Menjadi seorang model merupakan mimpinya, namun sayang karena sebuah kecelakaan yang dialaminya membuat ia harus terdampar ditubuh Diana Maheswari. Seorang w...