Jalan-jalan

179K 8.3K 295
                                    

Diana menatap Vano dengan aneh, sebab entah kenapa pria itu mendadak menjadi baik. Pria itu membebaskannya untuk berjalan-jalan bahkan menyewa seorang tour guide untuk jalan-jalan mereka, ya pria itu juga ikut katanya.

Kali ini Diana memakai celana kulot hitam dengan kaos putih lengan pendek, sedangkan Vano pria itu tampak tampan dengan pakaian casualnya. 

"Dimana tour guidenya?" 

"Di depan." balas Vano sambil memakai kacamata hitam miliknya.

"Ayo kita berangkat!" seru Diana sambil berjalan lebih dulu, sedangkan Vano hanya mengikuti Diana dari belakang.

"Selamat pagi nyonya, tuan. Perkenalkan saya Vedro, yang akan menjadi tour guide nyonya dan tuan hari ini." 

"Wahh apa kau berasal dari Indonesia?"

"Tidak nyonya, saya hanya bisa berbahasa Indonesia."

"Oh begitu, ku kira kau berasal dari Indonesia. Ngomong-ngomong berapa usiamu? kau kelihatan sangat muda." ucap Diana sambil melirik Vano.

"Saya dua puluh enam tahun nyonya."

"Wow, kupikir kau dua puluh tahun, pria Italia memang benar-benar sangat tampan. Jika begitu panggil saja aku Diana, karena usiaku lebih muda dibanding dirimu." balas Diana sambil tersenyum.

"Kita berangkat sekarang." ucap Vano tiba-tiba dan langsung menggenggam jemarinya, sedangkan Diana diam-diam tersenyum puas.

***

Vano menatap tajam Vedro, mengapa seakan-akan ia tidak dianggap di sini. Sedari tadi Diana hanya asik mengobrol dengan pria itu, apa yang dilihat wanita itu dari seorang tour guide yang ketampanannya saja berada di bawahnya.

"Apa kau memiliki kekasih Vedro?"

"Uhuk-uhukk!" batuk Vedro lalu menatap Vano dengan takut. Ia seperti akan dikuliti sekarang. Karena sejak tadi tuannya itu menatap tajam dirinya.

"Vedro sudah punya istri, istrinya ada dua." celetuk asal Vano.

"Kau punya istri dua Vedro?!" tanya Diana dengan syok.

"Saya- iya nyonya, istri saya ada dua." jawab Vedro terpaksa, apalagi tatapan Vano yang semakin tajam kepadanya.

"Aku tidak menyangka, padahal kau termasuk tipeku."

"Hahaha... jangan begitu nyonya. Saya bahkan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan tuan."

Diana melirik Vano yang memasang wajah datar. "Tapi menurutku kau lebih tampan."

Vedro menelan ludahnya, ia seperti diambang-ambang kematian sekarang. "Jangan begitu nyonya, saya hanya pria biasa."

"Tidak-"

"Tidak kah kalian bisa makan saja, restoran ini sebentar lagi akan tutup." potong Vano.

"Bagaimana mungkin tutup, ini masih pagi." balas Diana.

"Aku yang akan menutupnya."

"Mana mungkin bisa."

"Nyonya restoran ini milik tuan." ucap Vedro membuat Diana menatap sinis Vano.

"Jadi cepatlah kalian makan sebelum restoran ini benar-benar akan ku tutup."

"Ck, sangat sombong."

Transmigrasi DianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang