Hari Pernikahan

110K 6.2K 380
                                    

Marisa menatap Bara dengan kesal, entah mengapa setelah mendengar berita Vano dan Jessika membuatnya muak melihat Bara.

"Astaga Marisa, aku tidak akan sebrengsek mereka!" ucap Bara putus asa karena sudah hampir dua puluh empat jam Marisa mendiaminya.

"Mungkin belum waktunya aja, sudah sana aku malas melihat wajahmu."

Namun Bara tidak menghiraukan usiran Marisa, pria itu tetap duduk di depan Marisa sambil tersenyum.

"Bagaimana caranya aku bisa membalas bitch itu!" kesal Marisa lalu mengambil sebatang rokok. Walaupun ia dan Diana baru dekat, namun wanita itu cukup baik menurutnya. Jadi sebagai seorang teman, ia ingin membantu.

"Kau tidak boleh merokok." ucap Bara sambil mengambil rokok yang dipegang Marisa.

"Ck, apa hak mu melarangku."

"Aku? temanmu."

Marisa menghela nafas lalu memilih untuk mengisap rokok yang sudah ia bakar dan menghembuskan asapnya secara perlahan. "Lebih baik sekarang kau bantu aku untuk membalas bitch itu."

"Biarkan saja itu menjadi urusan Vano, lagipula kita tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak mungkin kita membunuhnya kan?"

Marisa tersenyum smirk. "Kau benar, seharusnya kita bunuh saja dia, aku punya kenalan gangster yang biasa membunuh."

Bara terkekeh kecil. "Kau jangan bercanda, kita lihat saja bagaimana Vano mengatasi masalah ini."

***

Sudah sejak semalam Diana dikunci di dalam kamar mereka, hal itu lah yang membuat Diana benar-benar sangat marah kali ini. Ia pikir Vano bisa menyelesaikan masalah ini tanpa harus menyakitinya, tapi lihatlah lagi-lagi pria itu mengurungnya bahkan kini salah satu tangannya tangannya dirantai.

"Vano sialan!"

"Jangan mengumpat honey."

Diana menatap Vano yang baru saja datang dengan penuh kebencian. "Ck, lepaskan aku."

Vano memandang Diana dengan wajah bersalah lalu duduk di samping Diana. "Maaf honey, hanya ini satu-satunya cara agar kau tidak bisa pergi dari ku."

"Jika kau tidak ingin aku pergi, maka jangan nikahi wanita jalang itu!"

Vano terkekeh pelan lalu mengelus wajah Diana. "Aku tidak punya pilihan honey, tapi kau tenang saja begitu wanita itu melahirkan maka aku akan segera menceraikannya setelah mengungkap semua kebohongan itu."

"Ku pikir kau pintar dan berkuasa, tapi ternyata tidak. Kau sama saja dengan laki-laki bodoh diluaran sana!"

"Tutup mulut mu honey." ucap Vano dengan dingin.

Diana tertawa. "Kenapa? apa kau tersinggung dengan kebenaran yang ada. Seharusnya sejak awal aku meninggalkanmu."

Vano mengeraskan rahangnya lalu memegang dagu Diana dengan kuat. "Jangan membuatku marah, kau akan berada disini sampai beberapa jam ke depan jadi tetaplah menurut jika kau tidak ingin tersakiti."

"Oh sebuah kemajuan, bahkan sekarang kau ingin menyakiti ku."

Vano menghempaskan dagu Diana lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia tidak mau sampai menyakiti Diana hanya karena terbawa emosi.

Diana terkekeh lalu menghapus air matanya yang jatuh, sekarang ia harus memikirkan bagaimana caranya bisa kabur dari kamar ini. Seperti yang sudah ia katakan jika Vano menikahi Jessika maka itu berarti pria itu harus kehilangan dirinya.

Diana melihat ke sekeliling, namun tidak ada benda yang bisa ia gunakan untuk membuka rantai ditangannya. Sepertinya pria itu benar-benar belajar dari yang lalu, sial! Jika begitu maka ia tidak akan bisa kabur.

Transmigrasi DianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang