09. Gak jadi.

114 31 3
                                    

Mobil Leon yang di kendarai Kael melesat begitu cepat menuju rumah sakit, Naya yang duduk di belakang hampir menangis karena kecepatan mobil tersebut.

"Kael monyet!!" teriak Naya sudah berpegangan pada 2 kursi depan, tubuhnya benar-benar terguncang, ia bingung dengan keadaan Kael saat ini.

"Woi, lo mau mati gak usah bawa-bawa, mati sendiri aja sialan!!" tambah Leon ikut berteriak.

Hanya butuh waktu 18 menit untuk Kael ke tempat rumah sakit yang terletak jauh dari pantai tadi, yang seharusnya jika di kendarai dengan normal, pasti akan memakan waktu 30 menit. Namun karena kecepatan dan jalanan pagi yang sangat sepi dapat membuatnya cepat sampai.

Laron segera turun, ia berlari ke toilet untuk muntah, benar-benar gila!

Naya turun dengan nafas memburu, kepalanya benar-benar pusing.

"Lo kenapa sih bego!" ujar Naya menormalkan nafasnya.

"Berisik, buruan." Kael menarik tangan Naya agar perempuan itu segera berjalan untuk ke ruangan konsultasi tempat bibinya bekerja.

"Pelan-pelan!" kesal Naya memberontak.

"Eh, Naya ya? Apa kabar sayang?" sambut dokter Vina segera mendekat pada Naya dengan senyum cerahnya.

"Dok, Naya udah dapat uangnya, Naya mau aborsi tanpa izin orang tua." ucap Naya sedikit malu.

"Kita USG lagi ya?" tawar dokter Vina, Naya mengangguk.

Naya berbaring di brankar dan dokter Vina mulai melakukan kegiatan nya, terlihat perut Naya yang sudah mulai terlihat menonjol.

Kael diam dengan muka kesal, kedua lengan nya ia sedekap dada-kan.

"Janin nya berkembang dengan baik, ukuran nya pas untuk usianya sekarang. Benar-benar sehat!" puji dokter Vina, Naya hanya tersenyum tak acuh, ia dapat melihat janin yang adalah anaknya itu sudah terlihat lebih besar di banding kacang mede.

"Usia kehamilan kamu sudah masuk empat bulan. Di mana seorang janin sudah diberikan nyawa oleh tuhan." jelas dokter Vina, Kael langsung mendekat untuk melihat ke monitor, ia terkagum melihat nya.

"Terus dok?" pinta Naya untuk melanjutkan penjelasan nya.

"Aborsi akan sulit di lakukan tanpa adanya izin dari keluarga. Jika dipaksakan dengan sejumlah pembayaran besar, kami tidak bisa, itu malah akan membuat nama rumahsakit buruk atau mungkin lebih parah lagi." Naya terdiam, itu artinya ia tak bisa melenyapkan janin ditubuhnya karena terlambat.

"Naya terlambat..." gumamnya menghela nafas lelah.

"Artinya kamu emang harus mempertahankan anak itu sampai dia lahir ke dunia. Ayah dari bayi itu harus tanggung jawab!" kata dokter Vina geram.

"Ayah dari bayi ini pengin dia mati, dok." adu Naya dengan mata berkaca-kaca.

Dokter Vina segera melepaskan alatnya dari perut Naya dan segera memeluk perempuan itu erat-erat, sejak awal di kenalkan oleh Kael, dokter Vina sudah sangat menyukai Naya, ingin sekali menjadikan Naya sebagai putrinya.

"Saya bakal bantuin masa kehamilan kamu, jangan menyerah oke? Datang aja ke sini setiap kali kamu butuh apa-apa, kalau ngidam, minta bantuan Kael aja ya nak?" ucap dokter Vina begitu lembutnya.

Naya mengangguk, ia terisak-isak menyeka air matanya, seperti di peluk seorang ibu...

"Tan, Ini kalau Kael taruh di jidat Kael bakal keliatan gak sebesar apa otak Kael?" tanya Kael menunjuk alat yang baru saja di gunakan di perut Naya tadi.

Naya dan dokter Vina tertawa, Kael ini memang anak yang unik, ia selalu saja dapat menghibur orang sekitarnya dengan perilaku konyolnya.

"Otak lo sebesar biji jeruk, El." tawa Naya, Kael ikut tertawa.

Arkanay : take me away!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang