10. Pisah.

148 36 5
                                    

"Gua minta maaf." ujar Kael menunduk, ia menyuruh Naya terlebih dahulu untuk duduk di kursi panjang perkarangan taman.

"Bikin ribut aja." cibir Naya sebal.

"Itu mantan lo?" tanya Kael menatap Naya, Naya membalas lirikan mata Kael, ia mengangguk.

"Dia sepupu gua. Anak Tante Vina." Naya terdiam.

"Kenapa Kak Kevin kebalikan sifat dokter Vina?" tanya Naya penasaran.

"Bang Kev keturunan dari bokapnya. Om Rafik, dia di penjara udah lebih tiga tahun. Kasus judi ples pembunuhan." jelas Kael, laki-laki ini tertutup, namun jika sudah nyaman, ia akan terbuka.

Naya mengangguk, "Gak heran..." Kael tersenyum, ia mengelus rambut Naya sambil berkata.

"Walau begitu, Tante Vina itu baik, lo marah sama bang Kev aja, jangan sama nyokap nya juga." kata Kael, Naya mengangguk paham.

"Di makan batagor nya." titah Kael menunjuk kotak makan seterofom yang di pegang Naya.

Naya benar-benar memakan batagor tumis itu, katanya lezat.

T.M.A

"Halo, Ra, sini ke apartemen." ujar Naya bicara dengan ponsel yang ia tempelkan ke telinga.

"Nay, gue kesana sekarang ya?"

"Iya, Ra, Lo tunggu di depan pintu masuk aja..." Naya segera mematikan ponselnya ia berlari masuk ke dalam pintu awal apartemen tempat ia tinggal, sepertinya ini adalah hari terakhir nya di tempat ini.

Maaf ayah, Naya udah gak bisa sama ayah lagi, Naya udah ngelakuin hal yang besar, sekarang saatnya Naya nerima risiko yang udah Naya bikin sendiri... Naya terus berbicara dalam hati sambil menunggu lift nya berhenti ke lantai atas.

"Wahh putri ayah udah pulang, selamat datang sayang, istirahat ya? Pasti capek?" sambut Zein mengambil tas punggung Naya.

"Nanti, Naya mau ngomong, sama ayah." kata Naya sambil masuk ke kamarnya.

Naya menutup pintu dan langsung merusut lemas di balik pintu kamarnya, ia benar-benar tak sanggup hingga akhirnya hanya bisa menangis.

"Gak ada gunanya gue nangis sekarang, semuanya udah terjadi, harus terima risiko! Pertahankan bayi ini, Naya!" gumam nya sendiri untuk menyemangati dirinya yang kini mulai rapuh.

"Kita pergi ya, nak?" ucap Naya begitu lembut sambil mengelus pelan perutnya dari balik baju yang ia gunakan.

Naya mempersiapkan pakaian dan beberapa barang-barang mahal untuk ia jual nantinya, tak lupa dengan uang tabungan nya yang ada di celengan juga kartu tabungan yang di buatkan oleh sang ayah semasa Naya sekolah dasar.

Hampir seluruh barang Naya adalah barang mahal dan langka, jadi akan sangat berguna baginya.

Naya tak membawa kartu rekening nya, pasalnya, itu tersambung di ponsel milik ayahnya, ia tak akan membawa barang-barang yang berhubungan dengan milik sang Ayah.

"Huft! Gue harus bisa! Semangat Naya!" Naya mengambil ponselnya yang terus bergetar, itu Zara.

"Halo, Ra?"

"Gue di pintu depan bareng Kael, lo udah siap-siap?"

"Udah, tunggu gue, gue bakalan ngomong sama ayah."

"Oke, semangat Naya!"

Sambungan terputus, Naya menghembuskan nafasnya kasar sebelum membuka pintu kamarnya.

"Ayah." panggil Naya.

"Hm?? Kenapa sayang?" balas Zein yang tengah memasak.

Naya datang mendekati Zein, ia mematikan kompor nya dan segera menarik lengan Zein agar segera duduk di sofa.

Arkanay : take me away!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang