"Semua yang bertemu pada akhirnya akan berakhir dengan kata pisah. Tapi, perpisahan bukan berarti akhir dari dari sebuah perjalanan. Bisa jadi itu sebagai jalan lain untuk menemukan kebahagiaan."
- Arnav dan Lautan -
.
.
.
.
..
..
.
.Suara takbir menggema di seluruh penjuru dunia, termasuk di tempat ini. Tempat di mana Arnav tinggal seorang diri tanpa sanak saudara satu pun. Yang hidup karena belas kasihan orang-orang di sekitarnya, menjadi tempat untuk Arnav bergantung.
Derap langkah antara sandal dan air hujan dalam genangan kecil terdengar terus-menerus sebab banyaknya orang yang berbondong-bondong menuju masjid di tengah rintik hujan sisa semalam. Walau cuaca kurang bagus tetapi semua orang terlihat begitu bahagia pagi ini. Mereka saling menyapa, memuji, dan menanyakan kabar satu sama lain.
Aroma 'bau toko' juga berhasil terdeteksi oleh indra penciuman Arnav. Teman-teman di sampingnya sedang bercanda seraya memamerkan pakaian dan sarung baru mereka. Arnav hanya diam menyimak, sebab tak ada baju ataupun sarung baru yang bisa ia tunjukkan. Anak itu ke masjid hanya menggunakan celana panjang dan kemeja kotak yang sudah pudar warnanya.
Selesai menunaikan salat ied berjamaah Arnav tidak langsung pulang. Ia memilih duduk di pos ronda samping masjid seraya memperhatikan setiap orang yang lewat bersama keluarganya masing-masing. Sesekali ia tersenyum nanar saat tak sengaja membayangkan dirinya dengan kedua orang tuanya ke luar dari masjid bersama. Ah, wajah ayahnya saja sekarang dia sudah lupa. Ia hanya ingat wajah sang bunda sebab Arnav masih menyimpan sebuah foto lama yang ia temukan di kamar sang paman.
“Meow... Meow...” suara hewan lucu itu membuat lamunan Arnav buyar.
Seekor kucing mengitari kakinya seraya mengeong yang kedatangannya entah sejak kapan tak Arnav sadari. Anak itu lantas terkekeh kecil sebab geli saat bulu lembut itu menyentuh kakinya.
“Kamu sepertinya lapar. Tapi, sayang aku tidak punya makanan untukmu. Aku sendiri saja belum makan sejak semalam,” ucap Arnav yang malah mengadu nasib dengan si kucing.
“Meow... Meow...”
“Iya, tapi aku juga tidak punya uang untuk membeli makanan. Semoga saja nanti ada seorang yang berbaik hati mau membagikan opor ayam untukku,” lanjut Arnav.
“Meow... Meow...”
“Ya memang setiap hari aku seperti ini. Mengharap rasa kasihan dari orang lain. Ah, sudahlah kau tidak akan pernah mengerti. Aku mau pulang, kau ikut tidak?” Ucap Arnav lalu beranjak dari tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arnav dan Lautan | Haechan [END]
Fanfic[Follow dulu sebelum membaca] ⚠️Belum direvisi, mohon maaf jika terasa berantakan. Lazuardi Arnav Baswara, pria penuh luka dengan sejuta tawa. Bertahan hidup dengan satu dendam yang tersemat dalam hatinya. Perjalanan untuk menemukan sosok yang telah...