Halo teman-teman yang sibuk di hari Senin ini. Semangat kerja dan sekolahnya!!
Yang masih ngerasa jadi beban keluarga jangan sedih ya, gapapa. Mungkin belum waktunya. Kamu masih bertahan aja itu udah hebat^^
Jangan lupa untuk VOMEN dan pantengin terus Arnav sampai tamat, oke?
Happy reading~
.
.
.
.
..
.
.
.
.Cakrawala mulai meredup dan mentari memilih beringsut pergi setelah meninggalkan pendar cahaya jingganya. Semilir angin kering yang dingin menyentuh kulit membuat dua pria berbaju koko itu memeluk dirinya sendiri-sendiri. Arnav dan Irham sedang berjalan menuju masjid lebih awal sebab hari ini adalah jadwal Irham untuk mengumandangkan adzan.
Sesampainya di tempat suci itu keduanya lantas segera mengambil air wudhu. Melirik ke arah jam digital di atas mimbar Irham kemudian menyalakan mikrofon yang sudah disiapkan oleh takmir. Sedangkan Arnav langsung duduk di saf pertama yang tak jauh dari tempat Irham berdiri. Detik berikutnya suara merdu Irham menggema mengumandangkan adzan, mengajak para umat muslim di daerahnya untuk menghentikan aktivitas dan bersama-sama menunaikan kewajiban.
Selesai salat Arnav tidak langsung pulang. Ia ingin berdiam seraya melihat Irham mengajar anak-anak mengaji di teras masjid. Menyandarkan punggung ke dinding Arnav sesekali menggoda adiknya yang tengah fokus menyampaikan ilmu. Irham yang mudah salah tingkah itu menjadi kesal saat sang kakak terlalu serius dalam memperhatikan interaksinya dengan anak-anak.
“Bang Zu pulang aja sana, ngapain sih di sini?” tanya Irham saat anak-anak sibuk menghafal ulang surah-surah pendek untuk disetorkan kepadanya.
“Nonton Ustadz Irham ngajar ngaji lah,” goda Arnav lantas menaik turun kan kedua alisnya.
“Apaan sih ustadz-ustadz, mending pulang deh.” Ucap Irham lalu mendorong-dorong tubuh Arnav agar pergi.
“Ya elah nonton doang kali. Abang gabut tau di kos,” balas Arnav lantas dibalas helaan pasrah oleh Irham.
Seorang anak perempuan kelas 3 SD tiba-tiba datang menarik-narik ujung Koko yang Irham pakai. Anak itu mendongak sebab tubuh Irham yang terlampau tinggi darinya. Dengan suara imut khas anak kecil ia berkata, “Kak Ham, ayok duduk ... Ara mau hafalan, keburu lupa.”
“Kak Ham, sana adeknya disimak dulu itu hafalannya.” Sela Arnav lalu terkekeh kecil.
“Kak Ham! Ayokk!” Rengek Ara lantas menarik tangan Irham paksa. Laki-laki tinggi itu hanya pasrah lantas meneruskan kegiatannya.
Kini Arnav memilih diam tak lagi menggoda adiknya sebab anak-anak sedang fokus menghafal. Ia perhatikan Irham dengan senyum tipis yang tak luntur. Irham begitu tulus memperhatikan anak-anak itu. Dia memberikan kasih sayang yang besar, terlihat dari kesabarannya saat menghadapi kenakalan dan keributan kecil yang anak-anak lakukan. Di sesi penutupan sebelum adzan isya berkumandang Irham juga sempat membagikan Beng-Beng dan susu kotak kecil untuk mereka. Makanan itu Irham beli dari uang saku yang dikumpulkan beberapa hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arnav dan Lautan | Haechan [END]
Fiksi Penggemar[Follow dulu sebelum membaca] ⚠️Belum direvisi, mohon maaf jika terasa berantakan. Lazuardi Arnav Baswara, pria penuh luka dengan sejuta tawa. Bertahan hidup dengan satu dendam yang tersemat dalam hatinya. Perjalanan untuk menemukan sosok yang telah...