06 - Ada yang Lebih Berat

2.4K 361 47
                                    

"Kau berteriak sangat keras ketika jarimu tertusuk jarum kecil seolah rasanya sangat menyakitkan. Dan tanpa kau tahu ada orang yang tengah menyembunyikan sayatan pisau di lengannya sebab ia selalu diam tak bersuara."

- Arnav dan Lautan -

.
.
.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.
.
.
.

Nabastala kian menggelap kala mentari mulai beringsut pergi meninggalkan pendaran warna yang begitu indah. Semilir dingin anila menembus kulit membuat pria berkulit tan itu merapatkan jaketnya.

Menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya, ia lantas menempelkannya di pipi. Hangat, cukup untuk mengurangi rasa dingin dari udara di petang ini.

Aroma kopi menyeruak hingga ke seluruh ruangan, termasuk ruang terdalam indra penciuman Arnav. Ia mendongak kala si pemilik rumah mewah ini datang dengan membawa dua gelas minuman berwarna hitam tersebut.

"Diminum. Jangan sungkan-sungkan," ucap laki-laki yang Arnav ketahui bernama Chio.

"Thanks, ya." Balas Arnav lantas menerima kopi dari tangan Chio.

"Jadi, Lo merantau untuk nyari ayah Lo? Sampai di sini terus diusir sama nenek Lo dan sekarang Lo malah mutusin untuk tetap di sini?" tanya Chio memastikan semua garis besar dari cerita Arnav.

"Iya. Gue mau pakai uang dari Lo ini untuk cari kosan dan besok pagi gue mau ngurus kepindahan sekolah," jawab Arnav yang dibalas anggukan oleh lawan bicaranya.

"Lo sekolah di Anggraloka aja. Biar satu tempat sama gue. Nanti Lo serahin semua berkasnya ke gue. Biar bokap gue yang urus," tutur Chio.

"Serius? Thanks ya. Lo baik banget asli," ucap Arnav seraya menepuk-nepuk bahu Chio.

"Selow," kata Chio seraya melipat tangan di depan dada.

Chio benar-benar menyewa kucing Arnav selama sepekan. Kei, kekasih Chio ini sudah membawa kucing Arnav pulang ke rumah. Sebagai jaminannya, Arnav diizinkan untuk menginap di rumah Chio sampai kucing itu dikembalikan. Besok sambil menunggu soal kepindahan sekolahnya, Arnav berniat untuk berkeliling Jakarta seraya mencari sebuah kamar kos.

Malam semakin larut dan rumah sudah begitu hening. Semua orang di sini sudah tidur kecuali Arnav. Pria itu tengah sibuk melamun seraya memandangi bulan yang sebagiannya sudah tertutup awan. Cahayanya yang temaram menjadi daya tarik tersendiri untuk Arnav.

Kepalanya memutar kejadian tadi siang saat dirinya menemui sang nenek. Kenapa sebegitu teganya nenek mengusir cucu semata wayangnya setelah belasan tahun tidak berjumpa?

Padahal dulu nenek adalah orang yang begitu menyayangi Arnav. Bahkan goresan setipis benang pun tak akan ia biarkan menyakiti sang cucu. Tapi, kenapa sekarang berbeda?

Arnav dan Lautan | Haechan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang