03 - Secuil Doa

2.8K 372 39
                                    

"Langit malam mengiringi bait-bait nestapa daksa lemah tak tahu arah. Dalam dekapan luka, bersama rintihan lara ia melambungkan doa. Berharap pada Sang Pencipta agar diringankan langkahnya dalam menuju sebuah kata, bahagia."

- Arnav dan Lautan -
.

.
.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.


Arak-arakan awan kelabu memeluk birunya angkasa, menciptakan suasana temaram dalam sekejap mata. Titik-titik air mulai berjatuhan ke bumi satu per satu tanpa ragu. Seorang bocah berlari dari dalam rumah menyusuri jalan panjang menuju sebuah tempat di ujung desa.

Dengan gerak kaki cepat ia berusaha untuk bisa segera melihat sosok yang saat ini sangat ia khawatirkan. Sial, air dari atas kepalanya semakin lama semakin turun dengan deras. Jika terlalu lama di luar bisa-bisa ia pulang dengan basah kuyup.

Langkah kecil itu terhenti ketika matanya menangkap sosok sang adik yang tengah berdiri di depan seorang pria yang tengah berteriak-teriak. Tanpa basa-basi ia langsung berlari menghampiri.

“Kalau sudah seperti ini, memangnya kamu bisa ganti? Anak piatu saja banyak tingkah!” hardik pria berkumis putih itu.

DEG

Anak piatu, katanya. Rasa nyeri prkatis menjalar dan meremas jantung Arnav.

“Sudah miskin, tidak punya orang tu-“

“Maaf, Pak. Arnav kenapa ya kok sampai dimarahi seperti ini?” sergah Pandu sebelum pria paruh baya itu lebih banyak mengucapkan kata-kata menyakitkan bagi adiknya.

“Nah, kebetulan ada kamu. Kasih tau adikmu ini supaya nggak main bola di sembarang tempat. Itu, kamu lihat. Jendela kamar anak saya pecah padahal besok pagi akan ditempati bersama istrinya. Saya nggak mau tau pokoknya kalian harus ganti rugi,” jelasnya.

“Apa semua itu benar Arnav?” tanya Pandu lembut.

“Sebenarnya bukan Arnav, Bang yang memecahkan jendela. Tapi, Hega anaknya Om Rafi. Mereka meninggalkan Arnav sendiri, padahal Arnav hanya menjaga gawang.” Jelas Arnav lalu menundukkan kepalanya.

“Bapak dengar sendiri kan, Arnav tidak melakukannya Pak. Jadi, saya mohon jangan salahkan Arnav. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya mewakili Arnav, Hega, dan teman-temannya,” ucap Pandu.

“Saya tidak butuh ucapan maaf. Saya butuh kaca jendela saya utuh lagi. Sekarang kalian pulang saja dan bilang pada Sukma untuk mengganti kaca itu.” Balas pria berkumis itu lantas masuk ke dalam rumah.

Arnav dan Lautan | Haechan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang