Janlup VOMEN yaa
Happy reading^^
.
.
.
.
..
.
.
.
.Bagi Arnav bahagia adalah ketika kita bisa membuat orang lain tersenyum atas sesuatu yang kita lakukan meskipun bernilai kecil. Bahagia adalah ketika kita tak lagi membandingkan hidup kita dengan orang lain. Ketika menerima takdir Tuhan dengan hati lapang walau mungkin terasa tak adil.
Tapi, bukankah Tuhan adalah sutradara paling adil dalam membuat skenario tiap makhluknya?
Kadang, Arnav juga dihampiri pikiran-pikiran buruk yang membuat dirinya merasa rendah. Kadang, Arnav juga ingin hidupnya berjalan sesuai dengan kondisi-kondisi umum di masyarakat. Memiliki keluarga, fokus belajar tanpa memikirkan pekerjaan, disayang orang tua, dan menyukai laut.
Tapi, semakin Arnav pikirkan itu semua justru membuat dadanya semakin sesak. Hal yang bisa ia lakukan adalah menerima dan menjalani ketetapan yang sudah Tuhan buat. Karena ia yakin, di depan sana ada sesuatu yang indah untuknya. Tuhan pasti sudah membuat rencana terbaik, ia hanya perlu menyelesaikan jalan cerita yang ada.
"Bang, pinjam bolpen dong," Irham bersuara membuat lamunan Arnav buyar.
Pria yang belum melepas jaketnya sejak tiba di rumah itu berjalan meraih tempat pensilnya. Mengulurkan dua bolpen gel pada Irham, Arnav kembali menyandarkan punggung ke dinding seraya memandang sang adik yang sibuk belajar.
"Ah! Gak tau deh, pusing!" Irham menutup buku tebal dengan keras membuat Arnav menyeritkan dahi.
"Loh, kok ngamok?" tanya Arnav dengan nada jahil.
"Irham capek, Bang. Tiap hari belajar matematika, tanya sana sini cara gampangnya, latihan soal sampai ratusan, tapi nggak semuanya Irham kuasai. Padahal kalau nilai matematika Irham bisa tinggi nanti bisa dapat kemudahan masuk ke Anggraloka," jelas Irham dengan wajah frustrasinya.
"Otak Irham kenapa bodoh banget sih? Irham juga nggak punya bakat. Kayak nggak ada sesuatu yang istimewa di diri Irham." Lanjut Irham lantas menghela napas panjang.
Arnav tersenyum simpul mendengar penuturan sang adik.
"Seneng nggak tadi main di time zone?" tanya Arnav ke luar dari topik.
"Seneng lah, Bang. Seru banget hehe," jawab Irham dengan wajah yang lebih ceria.
"Menang terus?" tanya Arnav lagi.
"Ya enggak sih, Bang. Banyak kalahnya malah, tapi seru. Irham nyobain banyak permainan tadi, menangnya cuma pas boom-boom car sama Abang haha." Jawab Irham lalu menyingkirkan buku-buku dari hadapannya.
"Hidup itu kurang lebih kayak di time zone. Kita mencoba satu per satu permainan yang ada dan berharap memecahkan nilai tertingginya. Di satu atau beberapa permainan mungkin kita kalah, its okay. Mungkin kita emang nggak jago dalam permainan itu. Tapi, pasti ada satu permainan di mana kita bisa menjadi pemenangnya. Kayak kamu tadi, menang main boom-boom car setelah mencoba semua permainan yang ada. Mungkin kita nggak jago dalam banyak hal, tapi pasti ada satu hal yang bisa kita banggakan. Kamu mungkin nggak jago dalam urusan pelajaran, tapi kamu jago dalam menghadapi hidup. Nggak semua orang bisa sekuat kamu, Ham. Dan jangan lupakan kalau kamu jago dalam urusan agama. Ngaji kamu bagus, kamu bahkan rela ngajar banyak anak kecil di masjid tanpa bayaran di tengah-tengah kesibukan kamu mempersiapkan ujian. Itu hal hebat dan nggak semua orang bisa melakukan," tutur Arnav panjang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arnav dan Lautan | Haechan [END]
Fiksi Penggemar[Follow dulu sebelum membaca] ⚠️Belum direvisi, mohon maaf jika terasa berantakan. Lazuardi Arnav Baswara, pria penuh luka dengan sejuta tawa. Bertahan hidup dengan satu dendam yang tersemat dalam hatinya. Perjalanan untuk menemukan sosok yang telah...