Suara presenter yang membawakan sebuah berita pagi mengenai kenaikan bahan pangan pokok terdengar hingga ke luar kamar. Dua orang pria yang masih tertidur pulas dengan selimut yang telah tersingkap seolah tak terganggu dengan berisiknya suara televisi. Kipas angin yang berputar sejak semalam juga tak membuat mereka merasa kedinginan.
BUG
Kaki panjang Irham jatuh tepat di dada bidang Arnav.
“Adek nggak ada akhlak.” Ucapnya lantas menyingkirkan kaki Irham dari tubuhnya.
Mata Arnav mengerjap lantas melirik ke arah jendela yang sudah terlihat begitu terang. Melihat ke arah jam dinding matanya praktis membelalak. Sudah pukul 06.00 dan dia baru bangun.
“Ham, bangun. Jam 6, cepetan mandi keburu telat.” Arnav mengguncangkan tubuh adiknya lantas beranjak mencari handuk dan peralatan mandi.
“Ham! Bangun, udah kesiangan!” Seru Arnav lalu berlari menuju kamar mandi.
Irham menggosok matanya yang sipit lantas mengumpulkan nyawa untuk duduk. Ia sudah sadar jika bangun kesiangan, tapi anehnya dia masih bisa santai.
Tak lama kemudian Arnav kembali masuk ke kamar. Dengan secepat kilat pria itu melempar handuk basahnya ke wajah Irham.
“Mandi, Ham. Ngapain bengong?” Arnav mengomel seraya berjalan menuju lemari baju.
“Irham masuk jam 9, Bang. Dapat shift siang buat latihan ujiannya,” balas Irham dengan suara parau.
“Aelah. Ya udah nanti beli sarapan di warung depan aja, ya. Ini uangnya sekalian buat uang saku. Jangan lupa kasih makan si Amel.” Tutur Arnav lantas menyisir rambutnya yang sedikit basah.
“Makasih, Bang Zu.” Balas Irham lantas tersenyum lebar mendapat selembar uang berwarna biru.
Andai saja semalam ia tak begadang melihat acara stand up komedi di televisi, pasti hari ini tidak akan kesiangan. Sialnya, hari ini adalah hari Senin yang berarti bel masuk akan berbunyi sepuluh menit lebih cepat sebab akan dilaksanakan upacara bendera.
Pria berseragam putih abu-abu itu berlari menuju halte seraya memasang dasinya. Semoga saja ia tak tertinggal bus kedua yang searah dengan sekolahnya. Tepat saat kakinya menapak di lantai halte, bus datang. Arnav menghela napas lega lantas masuk ke dalamnya.
Pukul 06.50 dan Arnav baru turun dari bus. Membayangkan dirinya sebagai Usain Bolt, Arnav berlari begitu cepat menuju Anggraloka. Tapi, berlari secepat pelari dari Jamaika itu pun rupanya tak mampu membuat Arnav datang tepat waktu. Gerbang sudah tertutup dan ia harus mengeluarkan kemampuannya yang lain.
“Pak, tolong Saya!” Teriak Arnav pada satpam bernama Imam.
“Bukain dong, Pak. Saya udah kebelet banget nih,” ucap Arnav seraya memasang wajah palsunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arnav dan Lautan | Haechan [END]
Fiksi Penggemar[Follow dulu sebelum membaca] ⚠️Belum direvisi, mohon maaf jika terasa berantakan. Lazuardi Arnav Baswara, pria penuh luka dengan sejuta tawa. Bertahan hidup dengan satu dendam yang tersemat dalam hatinya. Perjalanan untuk menemukan sosok yang telah...