3. The House of Colors

562 112 14
                                    

Hinata gemetaran karena dingin yang menusuk tubuh seiring dengan semakin gelapnya malam itu. Tapi apa yang bisa dia lakukan? Dia tidak mungkin kembali atau dia akan dihabisi. Dia masih ingin hidup untuk tahu alasan dia bisa berada di tempat ini. Kenapa dan bagaimananya saja dia masih belum tahu.

"Kita sampai."

Kalimat itu menyadarkan Hinata dari lamunan. Berjalan tanpa henti dengan jalanan yang naik turun ditambah dengan kondisi kelaparan dan kedinginan benar-benar menjadi kombinasi yang mematikan.

"Ini ... Di mana?" tanya Hinata kebingungan.

"Rumahku. Masuklah. Aku akan mengenalkanmu dengan para gadis."

"Para gadis?"

"Ayo, kau harus mengganti pakaianmu terlebih dahulu dan meminum teh hangat. Nanti kau demam," ajak Sakura tanpa mengindahkan kebingungan yang dirasakan Hinata. Wanita itu mendorong Hinata masuk dengan lembut.

Ketika gerbang di buka dan Hinata mulai mendongakkan kepala, gadis itu begitu terkesima sampai kehilangan kata-kata. Bahkan hanya untuk memuji saja, Hinata tidak sanggup.

Apa yang ia lihat terlalu indah. Rumah Jepanh bergaya klasik. Untuk menuju ke bangunan utama, mereka harus berjalan melewati jembatan kayu kecil. Di bawahnya, mengalir sungai kecil yang jernih airnya. Entah bagaimana cara wanita berambut merah jambu itu menginstalasi hal ini. Terlebih, dia saat di berada di tahun 1870. Sejak terbangun dampai melakukan pelarian, Hinata tidak menemukan adanya listrik. Tapi rumah yang Hinata lihat benar-benar terang dan terkesan sangat nyaman.

"Mademoiselle Sakura, anda sudah pulang?" tanya seorang wanita dengan berkimono musim dingin berwarna hijau dengan rambut dicepol dua. Tampak luar biasa cantik sekaligus polos.

Tapi, tunggu ...

Apa gadis itu baru saja menyebut 'mademoiselle?' dengan aksen Prancis yang kental? Hinata benar-benar berada di Jepang kan?

"Aku menemukan warna baru untuk mempercantik rumah kita. Namanya ... Siapa namamu tadi, dear?" tanya Sakura dengan suara malas dan mendayu.

"A ... Itu ... Namaku Hinata. Hyuuga Hinata," sahut Hinata setengah tergagap.

"Nama yang cantik," puji gadis bercepol itu. "Aku Tenten. Di sini kami tidak memakai nama keluarga. Kau boleh menggunakan hanya nama panggilanmu saja."

"Ba ... Baiklah."

Sakura tersenyum memandang Hinata yang masih terlihat terkejut. "Tenten, tolong temani Hinata berganti pakaian. Aku hanya memiliki 1 warna yang tersisa untuk kimono yang kita miliki. Dan ... Tolong taruh dia kamar dengan pintu bergambar bunga lavender."

"Baik, Madam," balas Tenten dengan sedikit menunduk sebelum memberikan ruang untuk Sakura lewat dan mendahului kedua gadis tersebut. Sangat anggun terlihat. Dan sangat membuat Hinata kebingungan.

"Madam Sakura orang yang sangat baik. Beberapa hari yang lalu, Madam mengatakan pada kami untuk mempersiapkan ruangan. Rupanya ruangan itu untukmu ya?" ujar Tenten riang yang malah menimbulkan pertanyaan di kepala Hinata.

Apa selain aneh, wanita berambut merah jambu itu juga peramal? Bagaimana dia tahu jika Hinata nantinya 'akan butuh bantuan'?

"Dia sangat baik. Ah, sudahlah. Aku tidak bisa mendeskripsikannya. Terima saja semua sikap anehnya. Hanya satu hal yang perlu kau pahami, dia tidak pernah membuat siapa pun merasa rugi. Banyak orang yang telah ditolongnya."

"Apa dia peramal?"

Tenten terkekeh mendengar pertanyaan Hinata yang sebemarnya sempat terlintas di kepala Tenten juga ketika Tenten ada di posisi Hinata saat ini.

The House Of ColorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang