Sasuke baru saja menyelesaikan pemotretan untuk majalah fashion. Asistennya dengan sigap memberikan air mineral dan juga mengelap peluh di ujung dahinya. Baru saja, Sasuke berniat untuk pergi ke ruang ganti tapi Hiruzen Sarutobi yang merupakan fotografer terkenal menghampirinya. Tentu saja, dengan hormat Sasuke menyapa.
Lelaki yang berusaha lima puluh tahunan itu adalah seorang fotografer terkenal dengan berbagai karya cepretan yang sudah diakui oleh banyak orang. Hiruzen pernah beberapa kali memotret Sasuke di acara-acara ternama seperti Paris fashion week dan juga acara lainnya dengan banyak brand fashion terkenal.
“Senang sekali dapat bekerja sama dengan bintang muda sepertimu. Aku juga telah melihat foto terakhirmu dengan model Tsunade, kalian tampak serasi,” sanjung Hiruzen.
“Terima kasih.” Sasuke tahu apa yang diucapkan fotografer terkenal tersebut hanyalah basa-basi belaka. Namun, Sasuke sangat menghargai bagaimana pun Hiruzen Sarutobi adalah orang yang berpengaruh. Sekalipun Sasuke telah berkarir cukup lama di dunia fashion namun tetap saja, namanya naik barulah sekitar dua tahun belakangan ini. Jika dibandingkan dengan model senior lainnya, Sasuke tidak begitu terbiasa dengan cara pola pikir mereka.
“Minggu ini, aku menantikan kehadiranmu di pesta ulang tahun Bulgari St.”
Keduanya saling bersalaman lalu tak lama Hiruzen pamit untuk pergi setelah mendapat telpon dari seseorang. Sementara itu Sasuke cukup terdiam mengingat-ngingat jadwalnya. Pesan email yang belum sempat dibuka pun ia buka—salah satu pesan dikirim dari Bulgari St; salah satu brand fashion terkemuka di negara ini. Itu adalah undangan pesta memperingati ulang tahun Bulgari St ke 10 tahun lamanya.
Sasuke mengusak rambutnya dengan kasar ketika melihat tanggal yang tercantum bertepatan dengan janjinya dengan Naruto. Karena itu Sasuke berusaha menelpon nomor Naruto, berpikir untuk membatalkan janji tersebut sebab Sasuke adalah Brand Ambasador dari Bulgari St tahun ini. Tidak mungkin jika ia sampai ia tidak menghadiri acara penting tersebut.
Namun, berapa kali pun ia menelpon. Naruto sama sekali tidak menjawab.
“Ah ... mungkin ia masih mengajar.”
Selepas semua pekerjaannya telah beres. Sasuke pergi ke sekolah tempat Naruto mengajar. Menunggu sekian menit lelaki itu keluar dari gerbang sekolah. Namun, yang ditunggu tidak kunjung juga terlihat batang hidungnya. Bahkan sampai langit ke-orange-an, Naruto tetap belum keluar dari sekolah padahal para murid dan guru-guru lainnya telah terlihat pergi sekitar satu jam yang lalu.
Berhubung sekolah sudah sepi. Sasuke dengan tenang, memasuki area sekolah. Orang yang ia tunggu masih berada di dalam ruang guru; mengerjakan setumpuk kertas-kertas ulangan dan juga beberapa buku dan file yang ada dalam komputer. Sebuah kaca mata bertengger manis para wajah Naruto yang sangat fokus. Sesekali raut kesal dan juga lelah terlihat jelas pada wajah lelaki itu.
Baru kali ini Saauke melihat sosok lelaki yang tinggal di rumahnya adalah seorang guru sungguhan. Lelaki kekanakan yang sering berdebat dengannya, kini mengerjakan tugas sekolah. Sasuke juga menyadari bahwa di ruangan tersebut tidak hanya ada Naruto saja. Seorang murid dengan penampilan arukan tengah duduk di depan meja Naruto, menunjukkan wajah bosan sambil terus berkata, “Apa hukumanku adalah memperhatikanmu? Sampai kapan aku harus terus di sini?”
“Tunggu, sampai saya menyelesaikan ini semua. Hukumanmu akan segera datang.”
Murid itu hanya menghela napas kesal. Berdiri dari duduknya lalu berputar-putar mengitari ruang guru. Sasuke pikir mungkin murid tersebut akan memberontak tapi di luar dugaannya, murid itu hanya menatap bosan Naruto tanpa melakukan apapun lalu kembali duduk dan dengan tenang menunggu Naruto menyelesaikan tugasnya.
Setelah Naruto selesai, ia dengan tersenyum berkata, “Sekarang kau boleh pulang.”
“Hah? Pulang begitu saja? Kau tidak jadi menghukumku? Cih! Sedari tadi aku hanya diam sangat membuang-buang waktu. Kalau tidak berniat menghukumku seharusnya sedari tadi aku pulang lebih awal,” ujar murid tersebut pergi dengan kesal.
“Konohamaru, langsung pulang jangan pergi ke mana pun,” saran Naruto sambil membereskan peralatannya.
Setelah murid itu pergi, barulah Sasuke masuk ke dalam ruangan. Naruto awalnya berpikir jika Konohamaru kembali lagi tapi setelah ia mengangkat kepala, ia cukup terkejut dengan kedatangan Sasuke ke sekolah tempat ia bekerja.
“Bagaimana kau bisa kemari? Orang-orang tidak melihatmu, bukan?” Naruto terlihat panik tapi dengan santai Sasuke menggelengkan kepala. “Aku datang untuk menjemputmu,” katanya tapi tentu saja Naruto tidak percaya begitu saja.
“Anak lelaki tadi seperti berandal, kenapa tidak menghukumnya?” tanya Sasuke mengalihkan topik.
“Sebenarnya dia tidak seberandal itu, dia anak yang baik.”
“Tampaknya kau sangat mengenalnya.”
“Ya, aku mengenalnya di panti. Dia termasuk anak yang ceria, entah apa yang terjadi dengan perubahannya saat ini. Tapi aku pikir ada alasan mengapa dia seperti itu. Kau tahu orang jahat sekalipun terkadang berasal dari orang baik.”
“Panti?”
Detik berikutnya Naruto terdiam. Ia tidak pernah sekalipun menceritakan sesuatu mengenai kehidupannya pada orang lain. Tapi kini ia justru dengan mudahnya nengobrol santai menceritakan sedikit mengenai kehidupannya.
Sasuke jadi mengingat kejadian semalam saat Naruto tertidur yang memeluknya, sangat merindukan kedua orang tuanya. Sesuatu yang berhubungan dengan panti dan juga orang tua, Sasuke dapat menebaknya tetapi melihat bagimana Naruto merasa bersalah telah tidak banyak berbicara. Sasuke pun mulai mencari obrolan lain.
“Malam ini, tolong masak sesuatu yang lebih pedas. Aku ingin makan yang pedas-pedas.”
“Baiklah.”
Ketika mereka memasuki mobil, barulah Sasuke sadar dengan niat awalnya menemui Naruto sampai mendatangi sekolah. Namun niatnya seketika urung setelah melihat lelaki yang duduk di sampingnya telah bersandar dan terlelap dalam hitungan detik bahkan sampai lupa jika Naruto belum memasang sabuk pengaman.
Saat Sasuke memasangkan sabuk pengaman, ia dapat melihat wajah Naruto lebih dekat lagi sama seperti malam kemarin. Tiap kali melihat wajah Naruto, selalu ada perasaan aneh yang menggerogoti tubuhnya. Terkadang perasaannya campur aduk. Apalagi saat ini ia telah membayangkan kehidupan kelam yang telah dilalui Naruto selama ini.
“Janji tetaplah janji,” gumam Sasuke sambil mengendarai mobilnya.
—bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Roommate | SasuNaru
Hayran KurguDalam jangka waktu lima tahun; Naruto telah mengumpulkan uang untuk membeli apartemen yang lebih baik dari tempat tinggalnya saat ini. Semakin beruntung, teman masa kuliah membantu mengurus pembelian apartemen. Namun, saat hari pertama ia pindah...