#11

346 67 5
                                    

Sampai di tengah batang kelapa, Ali berhenti.  Dari tempat yang cukup tinggi itu dia bisa melihat seseorang yang sedang mengintip di balik sebuah pohon, hanya berada puluhan langkah dari Ipan. Seorang lelaki paruh baya berjambang. Dia pun kini sudah menyadari kalau Ali sedang melihat ke arahnya.

"Ada orang, Pan!" teriak Ali, menunjuk ke orang itu.

"Mana?!" sahut Ipan tak kalah nyaring.

"Dia lari. Lekas kejar, Pan!" ujar Ali lagi, menyaksikan orang yang mengintip langsung kabur terpontang-panting.

Untuk apa lari kalau tidak merasa salah?

Sruruuuut....

Tubuh Ali meluncur lagi menuruni batang pohon kelapa.

"Siapa itu, woy! Berhenti kau! Jangan kabur!" bentak Ipan keras. Gegas pemuda kurus berkaki panjang itu memburu si pengintip.

Masih terlihat punggung yang memakai baju berbahan goni khas pakaian orang berladang, tengah lari tersaruk-saruk di antara hijaunya semak. Membawa beberapa jirigen plastik ukuran lima liter yang ditalikan pada kedua bahunya. Perawakan sedikit gemuk buncit itu terus bergerak masuk ke hutan yang berlawanan arah dengan anak sungai.

"Maliiing... ada maliiing....!" teriak Ipan heboh.

Gemar Ipan adegan kejar-kejaran macam koboy begini. Harit diputar-putarnya penuh percaya diri di atas kepala, layaknya memainkan laso. Sebagaimana gaya tengilnya setiap ikut tawuran pemuda desa.

"Haw... segala teriak maling pula si Ipan. Lupakah dia lagi di hutan? Warik paling yang mendengar, Pan," gumam Ali.

Gelap merambati semesta tatkala pengejaran terus berlangsung hingga keluar dari area kebun kelapa. Kepulan awan hitam riuh berarak-arak di angkasa, lalu tiupan angin mulai lebih kencang. Si pengintip belum berhasil lepas dari mata Ipan. Napas lelaki paruh baya itu sudah terengah-engah.

"Gila benar anak itu! Kapan dia berhenti mengejarku?" rutuknya, sambil terus mengayuh kaki, sekali-sekali menoleh ke belakang.

Semakin dalam memasuki area hutan, bertambah tebal dan tinggi semak belukar yang mereka lalui. Ali jauh tertinggal gara-gara kakinya terlilit rumput panjang hingga jatuh terjerembab. Bersungut-sungut kesal pemuda itu menebasnya dengan sabit. Tumbuhan rambat yang panjangnya sambung-menyambung kerap tak terlihat di antara rumput liar lainnya.

Sekarang jarak Ipan dengan si pengintip semakin dekat. Tapi, anehnya orang yang dia kejar tiba-tiba berbalik arah mengejar balik. Ipan yang tidak menyangka sontak bingung bercampur kaget.

Lalu bunyi berisik derap kaki yang berlarian serta gonggongan anjing hutan membuatnya tersadar dengan apa yang sedang terjadi. Situasi seketika berubah ricuh dengan kehadiran gerombolan anjing liar yang datang dari arah berlawanan.

"Kyyaaaaaa...!" Ipan seketika panik. Tak butuh banyak berpikir untuk memutuskan dirinya harus ikut berputar arah. Anjing hewan yang paling dia takuti.

Puluhan anjing hutan berukuran besar berlari cepat di belakang Ipan dan orang itu. Tampak beringas dengan lidah menjulur serta air liur yang menetes-netes. Kemampuan dalam hal mendeteksi cuaca, mendorong para anjing mencari tempat yang lebih aman. Tahu sebentar lagi hujan akan turun.

Posisi kini berubah terbalik dengan Ipan yang berlari dikejar lelaki paruh baya itu. Keduanya mengayuh kaki sembari sama-sama menjerit panik.

"Gawat! Anjing hutan!" desis Ali, dari tempatnya berdiri. Memperhatikan dua orang di depan sana.

Gonggongan ribut anjing-anjing membuat Ipan gugup. Larinya kacau balau tak tahu arah.

"Lekas kau naik ke sini!" Ali yang sedang memanjat sebuah pohon, meneriakinya.

SILUMAN PENGGODA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang