"Kandungan isteri bapak lemah."
"Bahaya kah itu Buk Bidan?"
"Asalkan benar-benar dijaga, insyaallah baik-baik saja, Pak. Selain isteri bapak harus istirahat total di tempat tidur juga butuh dukungan bapak sebagai suami agar ibu dan calon bayi selamat sampai usia kandungan matang," ujar perempuan paruh baya yang dipanggil buk Bidan itu dengan nada hati-hati.
"Jadi saya harus bagaimana, Buk?"
"Maaf sebelumnya, Pak. Sementara... bapak harus puasa dulu."
"Kenapa saya yang puasa? Yang hamil kan isteri saya, Buk?"
"Maksudnya... puasa berhubungan badan, Pak."
"Ohh..." Lemas tubuh Sani mendengarnya.
"Inilah resiko menikah muda buat perempuan, Pak. Kandungan Buk Aminah belum siap untuk dibuahi. Padahal sebelumnya saya sudah menyarankan untuk memakai kontrasepsi, kan."
Buk Bidan mengingatkan Sani tentang isterinya yang masih sangat muda yaitu 16 tahun. Sedangkan Sani lumayan matang berusia 27 tahun.
Dari ranjang periksa yang berdampingan dengan ruang konsultasi, Aminah -- isteri Sani bisa mendengar jelas pembicaraan mereka. Pelan tangannya menyingkap tirai pembatas ruang. Melihat ekspresi lesu sang suami yang duduk berhadapan dengan ibu bidan.
Sani dan Aminah masih pengantin baru, sedang manis-manisnya mereguk kebahagiaan. Baru enam bulan lalu lelaki yang pernah berjuluk "Bujang Lapuk" di desa itu memboyong Aminah dari rumah orang tuanya bermodalkan mas kawin seperangkat alat sholat serta uang tunai lima ratus ribu rupiah.
Mereka menikah sederhana, hanya mengundang kerabat dekat. Sani merasa beruntung, akhirnya ada perempuan sama miskin, yang bersedia menikah dengannya.
Satu kehidupan sedang tumbuh dalam rahim Aminah. Satu janin berusia delapan Minggu. Tadi malam setelah mereka bercinta tiba-tiba Aminah berdarah. Hanya sedikit, tapi cukup membuat panik. Pagi ini mereka pergi ke klinik desa untuk periksa.
"Tak apa, Ding, kalau aku harus puasa dulu. Kebetulan sekali ada tawaran kerja merawat tanah milik Pak Burhan. Demi kebaikan, sementara kita berpisah. Aku akan tinggal di sana. Kau baik-baiklah di sini jaga kesehatan." Sani ingin menunjukkan kalau dia baik-baik saja.
Setengah hati Aminah melepas suami pergi. Terpaksa berkumpul lagi dengan keluarganya di gubuk derita, berbagi tempat dengan ayah, ibu serta kakak, dan adik-adiknya. Sani berjanji akan pulang menjenguk Aminah setiap satu bulan sekali. Tapi, janji tinggallah janji, hingga kehamilan Aminah semakin membesar, Sani tidak kunjung kembali.
Tercenung Sani memandang ke luar jendela kamar. Menatap awan kelam yang sedang menumpahkan berjuta-juta kubik air langit. Segala rasa kini sedang berkelindan. Dia sedang merindukan Hali Manyar.
Sani pun tak mengerti kenapa dia sampai tega mengabaikan Aminah demi nikmat sesaat. Tinggal di tengah lahan kebun jauh dari pemukiman dia kerap kesepian. Kebiasaan buruk sewaktu lajang pun kumat lagi.
Sani sering o**ni. Kebiasaan itulah yang menjadi pangkal masalah. Dia tidak mengira jika ada sesuatu tak kasat mata sedang mengintai. Semua diawali dengan celana kolornya yang hilang, kemudian malam itu seorang perempuan muncul dalam mimpi. Bersiul-siul, sembari menggoyangkan pinggul. Memperkenalkan dirinya bernama Hali Manyar.
Perempuan seksi kebaya kuning, rambut kepang dua, serta tubuhnya beraroma bunga kantil yang kemudian semakin sering datang ke alam mimpi. Sani mulai merasa candu bersamanya. Sani kasmaran.
Makin ke sini Hali Manyar semakin nyata. Hingga pada suatu malam Sani benar-benar tersadar bahwa tidak sedang bermimpi, saat dia tengah bergumul hebat dengan Hali Manyar.
KAMU SEDANG MEMBACA
SILUMAN PENGGODA
HorrorSiluman betina itu siap meruntuhkan iman lelaki yang datang ke sana. Sekuel SUSUR Baca SUSUR dulu sebelum ini Sudah tamat di aplikasi Joylada