Kedua kaki telanjang pemuda itu setengah berlari menerobos jalan setapak yang telah tergenang oleh air hujan. Dia harus secepatnya kembali ke rumah panggung. Pembicaraan dengan Pak Sobri sewaktu di sungai tadi membuat Ali cemas."Sebelum kalian, sudah beberapa orang yang pernah bekerja menjaga tanah keluarga Pak Burhan, salah satunya Muklis-- keponakanku," ujar Pak Sobri.
Ali berbincang cukup lama dengan lelaki tua itu, sebelum Pak Sobri pamit pulang mengayuh kembali jukungnya.
"Lalu, kenapa mereka semua sampai berhenti bekerja, Pak?" tanya Ali yang dilanda penasaran.
"Mereka bukannya berhenti bekerja, tetapi satu persatu anak muda itu mati tanpa sempat pulang ke rumah."
"Apa? Mereka mati? Mati karena apa?" cecar Ali.
"Mereka semua diteror makhluk halus. Hanya satu orang yang berhasil pulang, yaitu Muklis-- keponakanku yang masih berumur lima belas tahun. Itu pun dengan kondisi yang sangat menyedihkan. Dia pulang seperti orang ketakutan. Tubuh yang sebelumnya sehat berisi tinggal tulang dibalut kulit pucat.
Belum sempat bercerita banyak pada kami keluarganya, Muklis sakit keras lalu sering kesurupan makhluk halus yang mengaku telah kawin dengan Muklis. Jin itu bernama..., Hali.. , Hali..., ah saya lupa namanya." Pak Sobri menggaruk-garuk pipi keriputnya.
Degh! Jantung Ali sontak berdegup keras mendengar nama yang disebut Pak Sobri.
"Makhluk halus itu datang untuk menjemput dia kembali. Satu minggu setelahnya keponakanku Muklis...." Pak Sobri menghela napas sejenak. Rautnya tampak sedih dengan mata menerawang jauh.
"Muklis kenapa, Pak?"
"Malang betul nasib keponakanku itu, Nang. Muklis meninggal," lirihnya kemudian, mengusap kasar wajahnya yang telah basah oleh tetesan gerimis.
"Inalillahi!" Ali terperanjat. Teringat kondisi Sani yang juga kurus kering layaknya orang penyakitan. Mungkinkah mereka yang telah mati itu pun telah kawin dengan jin perempuan bernama Hali Manyar?
"Menurut orang pintar, jin perempuan yang mencelakai Muklis adalah ratu dari kerajaan jin.
Itulah mengapa tidak ada lagi warga desa Tebing Siring yang berani bekerja sebagai penjaga tanah ini. Meski diiming-imingi gaji yang lumayan. Mungkin itulah sebabnya Pak Burhan merekrut orang luar yang tidak tahu apa-apa seperti kau dan teman-temanmu yang lain."
"Lihatlah ke sana!" Pak Sobri lalu menunjuk ke tebing sungai pada sebuah pohon randu yang berdiri kokoh tinggi menjulang. "Di bawah pohon randu itulah mereka yang tak sempat pulang dikuburkan."
Sebelum mengayuh jukungnya, Pak Sobri berpesan agar Ali segera mengajak teman-temannya pergi sebelum semua terlambat. Ali lalu bergegas menaiki undakan tebing sungai. Dia ingin memastikan kebenaran cerita lelaki tua itu. Dengan Parangnya Ali menebas semak belukar tebal yang menutupi tanah di bawah pohon randu.
Mata Ali seketika membulat melihat deretan lima buah gundukan tanah memanjang. Di atas masing-masing gundukan terpancang tiang kayu yang sudah lapuk dan berlumut. Terdapat pahatan tulisan, tetapi karena kayu sudah keropos tidak bisa terbaca lagi.
Napas Ali terengah-engah. Ipan harus tahu tentang bahaya yang sedang mengancam mereka. Dia tidak akan membiarkan Ipan sampai terperdaya Hali Manyar. Ali tak habis pikir kenapa Sani dan dirinya punya penglihatan berbeda tentang jin perempuan itu.
Muka rata seperti pentol bakso dikatakan Sani mirip Cinta Laura. Sudah gila mungkin si Sani!
Berdebar dada Ali, dirinya harus kembali melewati jalan gelap dan panjang yang membelah hutan bambu, layaknya sebuah lorong. Suasana hutan bambu kini terasa lebih mencekam setelah mendengarkan semua cerita menakutkan dari Pak Sobri.
KAMU SEDANG MEMBACA
SILUMAN PENGGODA
HorrorSiluman betina itu siap meruntuhkan iman lelaki yang datang ke sana. Sekuel SUSUR Baca SUSUR dulu sebelum ini Sudah tamat di aplikasi Joylada