#20

360 54 4
                                    

Cukup lama Ipan pingsan. Sampai kemudian dia tersadar oleh air yang terus jatuh ke wajahnya. Kelopak mata yang terasa berat lalu pelan terbuka.

"Huaaaaaahh!!!" Dia sontak menjerit histeris, terkencing-kencing.

Perempuan berambut panjang acak-acakan, yang membuat Ipan ngebut sampai terjatuh dari motor, sekarang berada tepat di depan mata.

TAAARRR!!!

Ledakan petir di angkasa seakan memecahkan jantung Ipan.

Sekelebat kilat memperjelas penampakan yang menyeramkan. Rambut basah semrawut tak keru-keruan hampir menutupi raut pucat serta bibir biru yang bergetar. Lengan kurusnya lalu menggapai bahu Ipan.

"Kyyaaaaaa!!!" Spontan Ipan mendorong makhluk menakutkan di hadapannya.

Susah payah Ipan bangkit, bermaksud untuk lari. Ternyata tidak mudah menggerakkan tubuh yang cukup lama diguyur hujan. Tungkai Ipan dingin membeku.

Bugk!

Dada tipis Ipan menimpa tanah keras. Mulut meringis tanpa suara. Ampun ngilunya!

"Jangan pergi...!" ucap serak perempuan di belakang. Sepasang tangan dingin sedingin es mencengkeram kuat kedua pergelangan kaki pemuda itu. "Tolong aku...," ujarnya lagi.

"Huaaaaaahh!!!" Bertambah kencang teriakan Ipan. Kaki meronta-ronta, tetapi tidak berhasil lepas.

Currr....

Ngompol Ipan menderas tak tertahankan. Habislah sudah celana basah oleh air kencing bercampur air hujan.

Pandangannya yang buram oleh butiran hujan samar melihat sebongkah batu di antara semak. Kontan lengan panjangnya meraih benda sebesar telur ayam itu. Sejurus kemudian melemparkan asal-asalan tanpa melihat ke belakang.

Bugk!

Lemparan kena kepala.

"Argh!"

Makhluk yang menahan kakinya seketika ambruk berserta lenguh erangan tertahan.

Ipan kini sudah bisa menarik kakinya. Mengabaikan rasa sakit dia berusaha menyeret tubuh dengan cara merayap layaknya cicak, lalu sisa-sisa tenaga digunakan untuk coba berdiri lagi.

Saking dikuasai takut, Ipan tak merasakan lagi sebelah kakinya yang terkilir. Dengan satu kaki yang pincang dia terus berjuang lari terbirit-birit sembari menangis dan menjerit sejadi-jadinya.

"Bhuhuhuuu... hantuuu...! Tolooong...! Aliii..., Dulaaah...!"

****

Ali berdecak kesal, melihat motor Honda Supra hijau butut yang biasa bersandar pada dinding gudang, tidak ada lagi di sana. Tersangka utama tentu saja si Ipan. Siapa lagi kalau bukan dia?

"Gawat! Ke mana si Utuh gondrong tu membawa motor hujan-hujan begini?" geram Ali, menyugar kasar rambut.

Manik hitam lelaki muda itu menatap jauh ke sekeliling rumah. Hujan masih mengguyur deras kebun kelapa. Batang serta daunnya meliuk-liuk oleh terpaan angin.

Di saat keadaan genting seperti ini, ada-ada saja ulah Ipan yang membuat emosi jiwa. Dia pergi tanpa memberi tahu teman yang lain. Keberadaan motor itu sangat penting untuk mereka bisa keluar dari sana.

Kapal kelotok jarang masuk sampai ke anak sungai yang melewati tanah Pak Burhan, kecuali untuk mengantar penumpang dari dermaga. Tinggal sebuah jukung kecil dan motor itu alat angkut harapan mereka saat ini. Ali tak mau lagi menghabiskan malam di tempat ini. Mereka harus segera pergi sebelum gelap turun.

"Minggir, kau Bang Jago! Pulang ke rumahmu sana! Mehalang jalan saja kau di sini." Ali menelengkan kepala pada ayam jantan yang sedang duduk terkantuk-kantuk kedinginan, di depan pintu masuk ke gudang.

SILUMAN PENGGODA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang