Kehilangan

68 7 1
                                    

Ketegangan terjadi karena Kanglim dengan agresif mencengkram erat kerah baju Hyunwoo sambil menatapnya dingin.

"Beritahu aku apa yang sebenarnya diinginkan olehnya..!"

"Tidak ada gunanya bertanya padaku, ini urusan yang ada diluar pemahaman mu."

"Cukup bilang Leon ada dimana.."

"Hentikan itu! Kau bisa membunuhnya!" Jihoon mencengkram erat lengan Kanglim untuk memberinya peringatan karena dia bisa mematahkan tulang itu dengan mudah.

"Dulu iya, tapi sekarang itu berbeda. Butuh lebih dari sekedar ini untuk bisa membunuhnya." Jihoon terdiam, dia tidak bodoh untuk tahu kalau Hyunwoo punya kekuatan.

"Aku tidak bisa memberitahu mu dimana dia sekarang. Kau akan tahu jika memang sudah waktunya." Balas Hyunwoo dengan santai. Kanglim kemudian melepaskannya dan menghempaskan tangan Jihoon. Dia menghembuskan nafasnya dengan gusar.

"Ngomong-ngomong..." Suara Hyunwoo kembali menginterupsi. Menarik atensi Kanglim untuk melirik.

"Leon meninggalkan sesuatu untuk mu." Lanjut Hyunwoo mengeluarkan ponselnya.

"Apa itu?"

"Sebuah pekerjaan."

Hyunwoo menyatukan kedua tangannya didepan wajahnya. Wajah yang tertutup masker serta perban itu, meskipun hanya satu matanya saja yang terlihat tapi Jihoon tau kalau saat ini Hyunwoo sedang merasa ngeri. Yah, dia memaklumi kalau amukan dari remaja didepannya itu terlihat cukup mengerikan.

Dihadapan keduanya, ada Kanglim yang dengan brutal membasmi makhluk. Terlihat jelas kalau dia sedang melampiaskan kekesalannya dengan membasmi makhluk-makhluk itu. Jujur saja, Jihoon sendiri juga meringis ngeri.

Mereka saat ini sedang berada di sebuah hutan angker untuk menyelesaikan tugas yang Leon berikan pada Kanglim. Hyunwoo sudah cukup lama mengenal Kanglim, tidak terlalu mengenalnya tapi cukup kenal dengan pribadinya. Laki-laki muda bermarga Choi ini jelas sedang sangat marah. Dia benar-benar menghabisi seluruh makhluk itu dengan brutal.

"Sudah selesai?" Tanya Hyunwoo setelah dia tidak lagi mendengar teriakan makhluk-makhluk yang ada di sana.

"Apa yang kita cari disini?"

"Dulu ada seorang penyihir yang menyimpan sebuah gulungan sihir. Isi gulungan sihir itu adalah sihir pemanggil. Sihir yang terkutuk pada masanya." Jelas Hyunwoo.

"Dan kenapa Leon butuh gulungan itu?"

"Aku sendiri pun juga tidak tau. Dia tidak bilang padaku." Jawab Hyunwoo seadanya.















Kanglim sedang resah.

Semua itu terlihat jelas dari semua perilakunya selama hampir lima Minggu ini. Dia selalu teralihkan dan tidak fokus.

Memangnya siapa yang bisa tenang saat istrinya hilang?

Apalagi sedang hamil.

Keresahan terus melanda laki-laki muda dengan manik hijau hutannya. Yoojung hanya bisa menatap putranya dari kejauhan. Kanglim sedang tersesat. Dia kehilangan arahnya, perasaan tidak mengenakkan berkecamuk bagai badai ribut dalam pikirannya. Entah bagaimana, Hyunwoo kini mulai sering tidak masuk sekolah. Satu-satunya perantara antara dirinya dan Leon.

Pada akhirnya, Kanglim tidak lebih dari sebuah perahu yang kehilangan arah dan terombang-ambing di tengah lautan badai tanpa tujuan. Saat dirinya terus melamun sambil merenungi semua perbuatannya pada Leon, tepukan lembut di bahu mengalihkannya kembali pada dunia.

"Aku tidak peduli lagi soal tanggung jawab dan semua masalah yang ada. Aku tidak peduli jika dia akhirnya membenciku, aku tidak keberatan jika dia memilih orang lain..." Ujar Kanglim tiba-tiba dengan pandangan yang kosong menatap lurus pada Yoojung, yang barusan menepuk bahunya. Mendengar itu membuat Yoojung merasa kesal, dia ingin memarahi Kanglim, tapi sebelum dirinya bisa mengucapkan satu kata, Kanglim membungkamnya dengan sebuah pelukan. Membuat Yoojung membatu di tempatnya berdiri, terlalu terkejut dengan tindakan yang tidak biasa Kanglim lakukan di usianya yang sekarang. Saat itu juga Yoojung menyadari tubuh Kanglim yang gemetar dengan suara yang terdengar sesegukan.

Kanglim menangis.

Yoojung ingat kalau terakhir kali dia melihat Kanglim menangis adalah saat dirinya bebas dari Raja Kegelapan dan setelahnya dia hampir tidak pernah melihat Kanglim menangis lagi dihadapannya. Tapi kini, pembasmi makhluk yang luar biasa kuat itu menangis dengan suara yang terdengar begitu memilukan. Membuat Yoojung turut merasakan sedih yang Kanglim alami.

"Aku tidak peduli jika dia bersama orang lain! Aku hanya ingin dia kembali! Aku hanya ingin Leon kembali, bu! Aku hanya ingin bersamanya lagi..." Yoojung mengerti sekarang. Kanglim telah menyadari sesuatu. Dia telah mengakui perasaannya.

"Aku tidak mengerti kenapa, tapi aku tidak mau berpisah darinya."

Dia baru saja menyadarinya. Kanglim sadar bahwa apa yang dia rasakan selama ini pada Hari bukanlah perasaan cinta yang seharusnya. Itu hanya sekedar perasaan kagum semata, rasa suka yang sementara. Saat dia merenungi semuanya, dia akhirnya sadar bagaimana cara kerja dari perasaan yang tidak pernah dia mengerti. Ibunya pergi saat dia masih berada dalam waktu pubertas dan di saat yang bersamaan dia bertemu Hari yang memberinya perasaan asing yang tidak dia ketahui. Tanpa adanya sosok ibu sebagai pembimbing yang membantunya, dia tersesat dalam perasaanya. Pada akhirnya dia melakukannya berdasarkan apa yang dia tau. Kanglim percaya bahwa apa yang dia rasakan pada Hari adalah perasaan cinta.

Tapi apa yang tumbuh dalam dirinya untuk Leon berbeda dari Hari. Dia merasakan sesuatu yang makin menjadi dari hari ke hari tanpa berkurang sedikitpun. Sesuatu yang tidak bisa dia gambarkan dengan kata-kata, namun dia menginginkannya. Secara fisik dan mental.

"Apa yang harus aku lakukan?"

"Apa yang harus aku lakukan agar dia kembali, ibu?"











Hingga tiga minggu, Kanglim absen sakit di sekolah. Sesuatu yang jelas terdengar diluar nalar jika yang sakit adalah Kanglim. Tapi, Hey! Dia itu tetap manusia, tubuhnya bisa merasa lelah juga, oke? Jadi itu seharusnya bukan hal yang menghebohkan.

Tapi apa kondisinya benar benar tidak menghebohkan?

Setelah tiga minggu tidak masuk sekolah kondisi Kanglim terlihat sangat buruk. Dia sering melamun, tidak fokus dan kondisi fisiknya menurun. Sepertinya dia juga kurang tidur, kantung matanya sangat tebal.

"Apa yang terjadi?" Jihoon menatap bingung saat dirinya melihat Hari dan Gaeun yang terus menatap ke depan tanpa bergerak sedikitpun.

"Kenapa hubungan mereka tiba-tiba jadi serumit ini?"

"Hubungan mereka memang sudah rumit sejak awal."

"Cinta itu lebih rumit dari aku kira."

Hari, Gaeun, dan Jihoon kini duduk bersama di satu meja, menonton Kanglim yang ada di depan mereka, yang sedang terduduk lesu.

"Memang beda pasangan satu ini." Celetuk Hari tiba-tiba.

"Aku mulai ragu kalau yang sebenarnya hamil itu Leon." Lanjutnya. Gaeun dan Jihoon hanya diam menyimak penuturannya.

"Coba lihat dia!" Kata Hari lagi menunjuk pada Kanglim.

"Dia kelihatan kaya istri hamil besar yang depresi ditinggal suami. Nyaris kelihatan seperti orang Baby Blues malah!"

"Terus itu satu manusia! Sudah tahu sedang hamil malah kelayapan! Petakilan banget jadi pakmil!"

"Menurutku yang Baby Blues itu dia sih." Bisik Jihoon pada Gaeun.

"Takutnya begitu." Balas Gaeun padanya.






Note: Baby Blues adalah sebuah sindrom atau gangguan mental yang terjadi pada wanita pasca melahirkan. Ini sebenarnya adalah gangguan yang serius karena menyerang mental sang bunda dan dapat berdampak pada bayinya.

Sejauh yang aku tau, Baby Blues lebih sering terjadi setelah seorang wanita melahirkan. Biasanya terjadi karena tekanan mental, strees dan depresi yang berlebihan.

Itu adalah informasi yang aku ketahui tentang Baby Blues jika ada informasi yang salah atau kurang lengkap mohon koreksinya :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pernikahan Dini Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang