PENJELASAN mata pelajaran Kimia tengah berlangsung di kelas XI IPA1. Tentu saja tidak semua menyimak dengan baik. Hanya ada beberapa yang benar-benar menyimak penjelasan Bu Karin. Contohnya, Ruby, Zahra dan Arga. Ketiga pesaing dalam kelas itu benar-benar telihat serius sesekali mencatat di buku kecil.
Vio sejak tadi sudah gelisah. Garuk kanan, garuk kiri, garuk atas, garuk bawah, semua macam gaya menggaruk telah dia lakukan. Membuat Zahra yang duduk di sampingnya jadi terganggu. "Lo kutuan apa gimana, sih? Garuk-garuk mulu kayak monyet!"
Vio mendecak. "Lo, kan, tau sendiri gue alergi pelajaran berhitung. Badan gue langsung gatel-gatel."
Memutar bola mata jengah, Zahra kembali fokus menyimak penjelasan Bu Karin. Ruby yang ikut mendengar jawaban nyeleneh Vio hanya terkekeh pelan lantas menggeleng-gelengkan kepala. Vio memang aneh.
Di dekat tembok barisan paling depan, Arga terlihat serius mencatat sesuatu. Laki-laki yang selalu rapih itu sama sekali tidak merasa terganggu dengan bisik-bisik di sekelilingnya. Benar-benar tenang dan masa bodoh.
Pandu, Sang Ketua Kelas teladan sudah jauh berkelana di dunia mimpinya di balik tubuh gemuk Andi yang selalu ia jadikan tameng agar guru di depan tidak melihatnya.
"Enak banget anjir Si Pandu bisa duduk di belakang Andi. Gue juga mau," gumam Vio dengan bibir tertekuk.
"Ada yang bisa menyelesaikan soal yang saya tulis di atas?"
Vio langsung menegakkan badan dan pura-pura mencatat begitu suara Bu Karin terdengar seperti hitungan mundur eksekusi mati bagi mereka yang sejak tadi tidak menyimak penjelasannya.
Ruby mengangkat tangan bertepatan dengan Arga yang juga mengangkat tangan. Mereka saling melempar pandang. Arga menurunkan tangannya kembali. Mengalah.
"Lo aja, By," kata laki-laki itu.
Zahra tersenyum penuh jenaka pada Ruby sementara Vio diam-diam menghela napas lega.
"Ruby Almeera silakan maju!"
Ruby keluar dari bangku menuju papan tulis. "Makasih, Bu," ujarnya, saat mengambil spidol dari tangan Bu Karin.
"Berhubung Arga juga sempat angkat tangan tadinya, saya mau buat satu soal lagi untuk Arga. Antara Arga dan Ruby, siapa yang lebih cepat akan dapan nilai bonus dari saya."
Semua siswa mengeluh akibat tidak mampu mendapatkan nilai bonus dari Bu Karin karena soal yang akan dikerjakan Arga dan Ruby membuat mereka refleks beristigfar.
Arga tentu saja langsung maju. Dia berdiri di samping Ruby sembari menunggu Bu Karin selesai menulis soalnya.
"Kayaknya gue bakal kalah," celetuk Arga, yang Ruby tahu hanya sekedar basa-basi hingga balasan untuk kalimat itu hanya seulas senyum tipis darinya. Jelas-jelas laki-laki itu sangatlah bagus dalam hal seperti ini.
"Satu, dua, tiga, mulai!"
Ruby dengan cepat menuliskan jawaban yang sebelumnya belum ia cakar di kertas. Gadis berkuncir kuda itu tidak perlu kertas cakaran. Semua jawaban ada di kepalanya.
Sementara itu, Arga dengan tenang menjawab soal. Mengingat laki-laki itu kidal, tangan kanannya bersembunyi di saku celana abu-abu yang ia kenakan, sedangkan tangan kirinya dengan cekatan menuliskan jawaban tanpa ragu.
Seisi kelas dibuat tegang. Terkecuali Pandu yang masih terlelap di belakang Andi. Bu Karin dibuat berdecak kagum akan kemampuan kedua siswanya ini dalam bidang akademik maupun non-akademik. Keduanya patut diacungi jempol!
"Selesai, Bu!"
Ruby dan Arga menyahut bersamaan. Seisi kelas bertepuk tangan kagum pada dua juara umum itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RADEN
ChickLitKetika laki-laki kriminal tak berperasaan itu akhirnya jatuh cinta. ⚠️ 17+ ⚠️ Mengandung banyak kata kasar dan adegan kekerasan ⚠️ Tidak tersedia untuk penganut BIM alias Bias Is Mine