25. Perihal Rasa

5.1K 464 91
                                    

RUBY memandangi semburat senja yang memamerkan keindahannya dari jendela kamar. Angin sore menampar lembut wajahnya yang tampak sedih. Pikirannya pun menerawang jauh ke tiga hari terakhir di mana Raden tampak menghindarinya.

Laki-laki itu tidak pernah lagi melempar senyum jahil kepadanya. Tidak pernah lagi menepuk kepalanya. Tidak pernah lagi mengajaknya bicara lebih dulu. Dan tidak pernah lagi memeluknya saat tidur.

Ruby sadar, semua ini terjadi karena kesalahannya. Karena kebodohannya. Maka dari itu, ia ingin meminta maaf atas semua kesalahan dan kebodohan yang telah ia lakukan. Sayangnya, Raden selalu punya cara untuk menghindar.

Seperti pagi kemarin. Ruby telah menyiapkan sarapan khusus untuk Raden di meja makan.

"Sarapan, Den?" tanya Ruby ketika Raden keluar dari kamar lengkap dengan seragam sekolah yang membungkus tubuh atletisnya.

"Nanti di kantin," jawabnya dan segera berlalu tanpa sedikitpun melirik Ruby yang saat itu menatap kepergiannya dengan sendu.

Lalu saat pulang sekolah, Ruby sudah semangat mengira sosok di balik Lexus hitam itu adalah seorang Raden Gandana Mahesa. Namun, saat membuka pintu, senyum lebar di wajah Ruby luntur begitu saja ketika mendapati Pandu yang menyegir kaku padanya. Alhasil, ia pulang bersama ketua kelasnya itu.

Dua hari yang lalu, Raden tidak menunjukkan eksistensinya hingga pukul sebelas malam. Alhasil, Ruby menunggunya di ruang tengah hingga ketiduran.

Saat ia bangun di pagi hari, Ruby masih tetap berada di posisinya dan kamar tetap kosong yang menandakan Raden tidak pulang. Ironisnya, tidak ada kabar sama sekali dari laki-laki itu ketika Ruby mengecek ponselnya.

Ruby menghela napas. Dadanya terasa sesak mengingat hal itu. Ia seolah kembali di masa awal pernikahannya dengan Raden. Bedanya, kali ini Ruby merasakan perih dihatinya akan pengabaian Raden.

Tanpa sadar, air matanya luruh. Lalu segera menghapusnya begitu mendengar suara mobil Raden. Wanita itu mengatur napasnya kemudian ke kamar mandi untuk mencuci muka agar Raden tidak melihat jejak air mata di wajahnya.

Tidak lama, Ruby keluar dari kamar. Hendak memanaskan makanan yang sejak tadi sudah ia siapkan untuk Raden, namun ketika melihat eksistensi laki-laki itu yang terbaring di sofa ruang tengah dengan lengan yang menutupi wajahnya, Ruby mengurungkan niat.

Wanita itu mendekat ke arah sofa. Hatinya bertekad untuk menyelesaikan masalahnya dengan Raden sore ini. Ia tidak akan membiarkan laki-laki itu menghindarinya lagi.

Sialnya, Ruby gugup setengah mati. Jantungnya bertalu-talu dengan keras seakan menghantam dadanya saat jaraknya semakin menipis dari sofa.

Dilihatnya Raden yang masih terbalut seragam sekolah—yang seluruh kancingnya sudah terbuka memperlihatkan kaos hitam di dalamnya—belum menyadari kehadirannya.

Ruby menghela napas pelan, sebelum menyingkirkan lengan Raden yang menutupi wajah laki-laki itu hingga membuat sang empu kaget. Di saat Raden tampak akan bangun, Ruby segera menghalanginya dengan cara ikut berbaring di sisi laki-laki itu.

Beruntungnya, sofa rumahnya cukup luas hingga Ruby tidak perlu takut untuk terjatuh.

"Ngapain, sih, By?" Raden tampak tidak nyaman, laki-laki itu menggeser tubuhnya.

Ruby meletakkan tangannya di pinggang Raden, menatap laki-laki itu dengan tatapan memohon agar kali ini tidak menghindarinya lagi.

"We need to talk, Den," ucapnya pelan, nyaris berbisik.

Raden terdiam. Namun tidak lagi terlihat ingin menjauh.

"Aku nggak mau kita kayak gini terus. Aku nggak suka kalo kamu selalu ngehindarin aku."

RADENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang