RADEN punya banyak musuh, bahkan sudah tidak terhitung lagi jumlahnya. Namun, tidak ada satu pun musuhnya yang ia benci sebesar rasa bencinya pada Melody. Mungkin, setelah Mahesa, Melody adalah orang yang paling ia benci di dunia ini. Kelakuan gadis itu sudah sangat keterlaluan. Ruby sudah sangat menderita dibuatnya. Raden tidak bisa tinggal diam.
Saat mendapat kabar bahwa Melody tertangkap kamera CCTV SMA Pahlawan, Raden segera meninggalkan basecamp menuju sekolah. Aksa, Pandu dan Kenneth tidak ikut. Mereka terlalu malas untuk sekedar bertatap muka dengan perempuan ular itu.
Raden bertemu Melody di kantin belakang sekolah. Tempat di mana ia dan teman-temannya juga pentolan-pentolan SMA Pahlawan biasa nongkrong saat bolos. Di kantin itu, orang luar bebas datang kapan saja sebab jarang terkena razia guru maupun OSIS.
Keduanya berdiri berhadapan dengan tatapan nyalang setelah Raden menyeret paksa gadis itu untuk ikut dengannya.
"Belum puas lo buat Ruby menderita, hm?" desis Raden penuh penekanan. Rahangnya mengetat geram. Tangannya gatal sekali ingin meledakkan kepala Melody.
Gadis itu bersidekap dada sambil tersenyum miring. "Sampai kapan pun gue nggak akan puas sebelum cewek cupu itu menjauh dari lo!"
Raden mengepalkan tangan. "Mau lo apa, sih, Mel?"
"LO!" Melody menunjuk dada Raden dengan wajah nyalang. "Gue maunya lo! Tapi cewek sialan itu seenak jidat ngerebut lo dari gue!"
"Nggak ada yang ngerebut siapa dari siapa. Gue nggak pernah jadi milik lo. Jadi Ruby nggak pernah sekalipun ngerebut gue dari lo. Paham?"
"Lo pikir gue peduli?" Melody maju satu langkah. Gadis itu memainkan jemarinya di atas kancing seragam sekolah Raden. "Gue udah suka sama lo dari dulu. Itu artinya lo milik gue!"
Raden berdecih tajam. "Lo kayaknya butuh psikolog," ujarnya merendahkan lantas menepis jauh-jauh tangan Melody dari kemejanya. "Lo inget satu hal ini, Melody. Sekali lagi lo nyakitin Ruby, lo berhadapan sama gue!"
Melihat bagaimana Raden membela Ruby sebegitunya, membuat emosi Melody naik ke ubun-ubun. Tatapan gadis itu semakin nyalang, wajah putihnya memerah karena dilingkupi asap amarah. "Apasih yang lo liat dari cewek itu, hah?!" sentaknya.
Raden tidak menjawab.
"Cantik? Cantikan juga gue. Bagusan juga body gue. Kaya juga lebih kaya gue. TAPI KENAPA LO NGGAK BISA CINTA SAMA GUE?!" Melody memukul dada Raden. Raut wajahnya perlahan berubah menyedihkan. "Please, love me …," lirihnya dengan pukulan yang berangsur lemah.
Raden menepis tangan Melody. "Sadar, Mel! Apa yang lo rasain ke gue cuma obsesi semata. Buka mata lo! Masih banyak cowok yang suka sama lo! Stop suka sama gue!"
"Kenapa?" Melody mendongak, mata merahnya menatap netra gelap Raden yang memandangnya datar. "Kenapa lo nggak bisa suka sama gue? Apa kurangnya gue, Den?"
Raden menghela napas. "Perasaan nggak bisa lo paksa, Mel. Sorry. Sampai kapan pun gue nggak akan suka sama lo. Jadi stop sampai di sini! Gue muak lama-lama ngeliat kelakuan lo yang ngerugiin orang lain."
Melody tertawa sumbang. Derai tawanya terdengar kosong. Matanya berkaca.
"Ini peringatan terakhir dari gue. Sekali lagi lo nyakitin Ruby, lo berakhir di tangan gue!"
Raden berbalik untuk meninggalkan area kantin. Namun, Melody dengan cepat menarik pundaknya dengan kuat. Tanpa sempat menghindar, Melody berhasil menyatukan bibirnya dengan bibir Raden.
Mata laki-laki itu membulat terkejut, kemudian secepat kilat ia mendorong Melody menjauh dan mengusap kasar bibirnya menggunakan punggung tangan. "LO—"
KAMU SEDANG MEMBACA
RADEN
ChickLitKetika laki-laki kriminal tak berperasaan itu akhirnya jatuh cinta. ⚠️ 17+ ⚠️ Mengandung banyak kata kasar dan adegan kekerasan ⚠️ Tidak tersedia untuk penganut BIM alias Bias Is Mine