"GIMANA situasi di sana?""Aman, lo ke sini aja sekarang."
Seringai tercetak dengan jelas di wajah rupawan laki-laki itu setelah mendengar laporan rekannya dari handy talkie. Raden, laki-laki berpakaian serba hitam itu menyampirkan tas ke bahu lantas menyusul Aksa, Kenneth dan Pandu yang sudah lebih dulu berada di lokasi tujuan.
"Raden, lo yakin? Ini bahaya tau nggak?" Suara Kenneth terdengar.
Raden mendekatkan HT ke bibir setelah mendengus malas. "Dulu dia nggak mikirin itu sebelum bertindak. Jadi ngapain juga lo pikirin?"
"Tapi target dari klien kita, kan, cuma Toro, Den. Nggak ada sangkut pautnya sama Abangnya Toro."
Raden mendengus sinis. "Lo tau? Bumi udah kelebihan sampah. Jadi kalo bisa dua kenapa enggak?"
Raden memutuskan saluran HT miliknya dan dimasukkan ke dalam tas. Di dekat sebuah gedung tua terbengkalai, ketiga sahabatnya tampak memperhatikan sesuatu. Raden mendekat, menepuk bahu Aksa sampai ketiganya menoleh serempak.
"Nih, pake! Awas kalo sampe ada yang ketahuan. Gue bunuh lo."
Pandu lebih dulu bergedik ngeri. Sekalipun hanya sekedar ancaman belaka agar mereka lebih berhati-hati dalam melangkah, ia tetaplah takut sebab, Raden terlalu sering membuktikan ancamannya.
Keempat laki-laki berpakaian senada itu telah selesai mengenakan pemberian Raden; topi, masker dan kaos tangan yang serba hitam.
"Aksa, plan A," perintah Raden.
Aksa mengangguk kemudian mengeluarkan bahan peledak berukuran kecil dari tas Raden.
"Anjing, Sa, lo ngapain tremor?!" Kenneth tertawa kecil melihat tangan Aksa yang gemetar memegang bahan peledak itu.
"Lu diem, ya, anjing!" Ini bukan pertama kali Aksa ikut berpartisipasi dalam misi. Hanya saja seterbiasa apapun, entah mengapa masih saja ada sedikit rasa takut dalam dirinya.
"Lama, jing! Cepetan!" Sentakan tertahan dari Raden membuat Aksa berdecak lantas berlari ke arah belakang gedung dengan jarak yang cukup jauh. Sementara itu Raden, Pandu dan Kenneth mundur mengambil jarak.
"Rencana lo bisa ngebunuh banyak orang, loh, Den. Kalo kita ketauan gimana?" tanya Pandu. Laki-laki itu juga sedikit merasa takut membayangkan dirinya akan mendekam di balik dinginnya besi jeruji jika misi ini diketahui pihak berwajib.
Raden menghela napas tajam. "Kalo takut, sana pulang!" Pandu menyengir kaku. "Lagian gue nggak akan ngebunuh mereka gitu aja," sambung Raden lantas tersenyum miring.
Kenneth menepuk bahu Pandu, mengisyaratkan sahabatnya itu untuk tidak perlu khawatir mengingat Raden belum pernah gagal dalam misi yang ia pimpin.
Tidak butuh waktu lama, terdengar suara ledakan dari arah belakang gedung tua. Api berkobar begitu besar seperti siap melahap semua yang ada di jangkauannya. Raden menyeringai puas karena Aksa melaksanakan strateginya dengan baik. Laki-laki itu tidak langsung meledakkan gedung karena Raden ingin orang-orang yang ada di dalamnya terpancing keluar lalu Raden akan membunuh mereka dengan tangannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
RADEN
Genç Kız EdebiyatıKetika laki-laki kriminal tak berperasaan itu akhirnya jatuh cinta. ⚠️ 17+ ⚠️ Mengandung banyak kata kasar dan adegan kekerasan ⚠️ Tidak tersedia untuk penganut BIM alias Bias Is Mine