23. Tak Lagi Sama

5.2K 396 671
                                    

️🔞

DI pagi hari pertama masuk sekolah setelah peristiwa berdarah kala itu, kelas XI IPA 2 sudah dihebohkan dengan teriakan ketua kelasnya sendiri. Seorang Pandu Abraham tengah berdiri di depan papan tulis dengan beberapa lembar kertas yang menyerupai sebuah undangan di tangannya.

"Woi, sobat ambyar! Perhatiannya dong!" teriak laki-laki yang melilit dasi di kepalanya itu.

"Apa, sih, Pan? Masih pagi udah rusuh aja!" dengus Andin.

Pandu tersenyum jumawah. "Buat temen-temen gue semua yang udah pasti bebas tes masuk neraka, dengerin gue dulu, ya!"

Sorakan tidak terima menyusul kalimat laki-laki nyeleneh itu. Pandu hanya cengengesan tanpa dosa dan melangkah menyusuri setiap bangku sambil membagikan undangan berwarna merah muda ke teman-teman kelasnya.

"Apaan, nih, Pan?" tanya Zahra.

"Nah, pertanyaan yang bagus dari calon istri gue yang paling solehah!"

Seisi kelas kembali menyoraki laki-laki itu sementara Zahra mendengus malas. Pandu kembali ke depan papan tulis untuk menyampaikan niat dan tujuannya.

"Malam ini gue mau ngerayain sweet seventin gue di Hello Club, guys! Lo semua jangan lupa datang, ya! Yang nggak dateng gue suruh bendahara naikin uang kasnya! Denger nggak lo semua?"

"Iye, Iye!" sahut teman-temannya malas.

"Idih, alay banget ngerayain sweet seventin segala. Mana undangannya pink lagi," cibir Vio.

Pandu tersenyum jenaka. "Jangan sinis gitu dong, Neng Pio. Nanti Aa kasih suapan pertama, deh!"

Vio melempar penghapusnya ke arah Pandu yang sayangnya dapat ditangkap dengan baik oleh laki-laki itu. "Najis! Btw, nama gue Vio! V. I. O! bukan Pio!"

"Iya, iya. Nanti Aa Pandu inget baik-baik buat buku nikah kita."

"Ngomong sekali lagi gue tampol lo, setan!"

Pandu dan sesisi kelas tergelak melihat wajah kesal Vio yang tampak ingin menelan hidup-hidup seorang Pandu.

"Pan, Raden juga datang, kan?" tanya Andin yang merupakan salah satu penggemar berat Raden.

"Iyalah, Nyet. Sohib gue, tuh, masa nggak diundang," jawab Pandu.
"Semua angkatan, nih, boss, yang gue undang. Biasalah, anak sultan!" lanjutnya pongah.

Ruby dan Zahra yang sibuk mengamati isi undangan Pandu itu kini bertukar pandang dengan raut wajah yang hanya dimengerti oleh keduanya.

Zahra menghela napas. "Pan, ini seriusan harus di Club malam banget?" tanyanya, mewakili isi kepala Ruby.

"Iya dong, tsay. Jangan lupa dateng, ya! Btw, gue request jam Chopard ya, Ra, hehehe …."

"Yeu, ngelunjak lo kambing!" protes Vio.

Pandu hanya menjulurkan lidahnya.

"Beneran harus di club, Pan? Nggak bisa di tempat lain aja?" tanya Ruby juga.

Vio mungkin pernah sesekali ke tempat seperti itu, namun Ruby dan Zahra mana pernah. Bisa-bisa namanya dihapus dari kartu keluarga.

"Iya dong, cantik. Yakali gue mau ngerayain ultah di masjid. Nggak ngotak lah!"

Bahu Ruby dan Zahra serempak terkulai. Sudah bisa dipastikan bahwa keduanya tidak bisa datang jika memang harus di tempat itu.

Pandu keluar dari kelas, bersamaan dengan itu Arga baru saja datang. Pandu berhenti dan merogoh saku celananya kemudian satu undangan ia berikan pada Arga. "Datang, ya, bro!"

RADENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang