19. Beautiful In White

6K 442 67
                                    

"RUBY!"

Ruby menghentikan langkahnya yang hendak menuju perpustakaan ketika suara seorang Arga Magenta memanggil namanya.

"Kenapa, Ga?" tanya Ruby setelah laki-laki yang selalu berpakaian rapih itu berdiri di sisinya.

Arga tersenyum. Manis dan ramah seperti biasa. "Pulang sekolah lo ada kegiatan nggak?"

Ruby menggeleng. "Nggak ada. Emang kenapa? OSIS mau ngadain rapat, ya?"

Arga menggeleng. "Bukan. Gue cuma mau ngajak lo jenguk Ali. Masih ingat dia, kan?"

Sejenak, jidat Ruby mengkerut mengingat siapa Ali yang dimaksud Arga. Sebab, nama itu mulai samar-samar di ingatannya. Kemudian bayangan seorang anak laki-laki yang ia temui di pantai asuhan bersama Arga terlintas. Ruby mengangguk.

"Dia lagi demam, dari kemarin panasnya nggak turun-turun padahal udah dikasih minum paracetamol sama Ibu. Jadi hari ini rencananya gue mau jenguk. Lo mau ikut nggak?"

Dengan cepat Ruby mengangguk. "Mau! Aku udah lama nggak ketemu anak luarbiasa itu. Ali di rawat di rumah sakit mana?"

Arga menggeleng pelan, wajah rupawan laki-laki itu tampak sendu. "Dia belum dibawa ke RS, By. Soalnya Ibu panti nggak punya cukup biaya. Jadi rencananya juga gue yang bakal bawa dia ke RS."

"Ya, ampun." Ruby turut merasa iba.

"Kalo lo emang mau ikut, gue tunggu di parkiran sekolah, ya? Kita berangkat bareng aja." Arga lalu mengusap lehernya canggung. "Kalo lo nggak keberatan, sih, bareng gue."

Ruby tersenyum tipis. "Nggak, kok," jawabnya.

"Oke. Kalo gitu gue duluan, ya! Mau ke ruang OSIS dulu."

Ruby mengangguk dengan tersenyum hangat. Sampai Arga berlalu dari hadapannya senyum gadis itu masih terpatri di wajahnya menatap punggung Arga yang perlahan-lahan mulai mengecil di telan koridor.

Dalam diam, Ruby kembali mengagumi laki-laki itu. Arga dengan tingkat kepedulian sosialnya tidak perlu diragukan lagi. Ketua OSIS SMA Pahlawan itu tidak akan segan-segan mengeluarkan banyak uang untuk membantu orang-orang yang ia kasihi sekalipun tidak memiliki ikatan darah dengannya.

Pantas saja ada banyak orang yang menyukai Arga. Termasuk Ruby sendiri. Namun, rasa suka Ruby lebih ke arah kagum. Tapi tidak tahu nanti. Hati manusia, kan, gampang dibolak-balikkan.

Dentingan suara notifikasi ponsel yang berada di genggamannya membuat Ruby tersadar dari kekagumannya, padahal sosok Arga sudah lama menghilang.

Ada satu pesan singkat yang baru saja masuk.

Raden :
Zina mata, maisaroh

Merasa heran, Ruby mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Mencari di mana sosok yang baru saja mengiriminya pesan ini. Sebab, dari ketikannya, Raden seolah tahu bahwa Ruby tengah memandangi sesuatu yang tidak seharusnya ia pandang begitu lama. Sayangnya, Raden tidak terlihat di mana-mana.

Mengangkat bahu tak acuh, Ruby melanjutkan langkahnya menuju perpustakaan. Tepat setelah ia melangkah pergi, sosok jangkung yang seragamnya selalu terlihat urakan itu muncul dari balik tembok dan memandangi punggung Ruby dengan tatapan penuh arti.

Lalu tubuhnya tersentak ke depan ketika Aksa dan Pandu datang merangkul bahu kanan dan kirinya. Sementara Kenneth berdiri di samping Pandu dengan bersidekap dada dan wajah jenaka yang minta ditinju.

"Cieeee, cemburu," goda Kenneth tersenyum puas.

Raden memutar bola mata malas. "Ngapain gue cemburu?"

RADENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang