06. Shocked

5.7K 380 11
                                    

MENTARI kembali hadir seperti Ruby Almeera yang juga kembali bersekolah seperti biasa. Dengan seragam baru tentunya. Gadis itu datang seorang diri menggunakan bus sekolah. Mobil bututnya yang selama ini menjadi kendaraannya diambil alih oleh Baswan sebab sudah mempercayakan Raden sepenuhnya untuk menemani Ruby kemana-mana. Ayahnya itu tidak tahu saja bahwa sosok yang ia percayai masih bergelung nyaman di kasurnya.

Raden dan Ruby tinggal di apartemen laki-laki itu. mereka tidur di kamar yang terpisah mengingat apartemen mewah itu punya dua kamar. Semalam, setelah mengantar Ruby ke apartemen dan memberi tahu di mana letak kamarnya, Raden langsung pergi begitu saja bahkan tidak pamit sama sekali.

Dini hari, Raden pulang dalam keadaan setengah mabuk dan berakhir tidur di sofa. Ruby yang terbangun tengah malam karena haus, tidak sengaja melihat Raden tidur dengan posisi tidak nyaman di sofa hanya mampu memberikan selimut. Entah jam berapa laki-laki itu sadar lantas pindah ke kamarnya.

"Ruby! Lo kemana aja, sih, semalam nggak jawab telfon gue? Lo juga nggak nongol di grub!" Si heboh Vio muncul entah sejak kapan. Tiba-tiba saja gadis itu sudah duduk di samping Ruby.

"Hooh, tumbenan nggak nimbrung. Gue pikir lo kenapa-napa." Zahra—gadis berjilbab yang duduk di depan Ruby memutar bangkunya ke belakang.

"Aku nggak kenapa-napa, kok. Semalam kecapean belajar aja jadi tidur lebih cepet. Emang di grub lagi bahas apa?"

"Nggak ada yang penting, sih. Isinya cuma curhatan Si Pandu yang hampir di tendang dari kartu keluarga karna nggak sengaja ngilangin tupperware emaknya," jawab Vio.

Ruby tertawa kecil. Ketua kelasnya itu memang punya banyak cerita keseharian yang selalu diceritakan di grub kelas.

"Eh, gue baru inget, nih, By, kalo di grub OSIS juga semalam rame ngebahas soal penggalangan dana ke panti asuhan. Banyak yang nyaranin lo buat jadi perwakilan ke sana. Berhubung lo itu pinter, mereka mau lo dateng ke sana buat ngajar anak-anak panti baca tulis."

Ruby memang belum membuka ponsel setelah kejadian satu malam yang mengubah hidupnya. Ia terlalu sibuk meratapi nasib.

"Kenapa harus aku? Kalo cuma baca tulis, kan, semua anak OSIS pasti bisa. Lagian banyak yang lebih pinter."

"Hadeuh, nggak usah merendah untuk gue tendang, ya, By," celetuk Vio.

"Tau, nih. Semua orang juga tau kali lo itu juara umum kedua setelah Arga."

"Ya, tapi, kan, kenapa harus aku? Masih banyak yang berpengalaman juga. Lagian aku lagi males buat pergi-pergi."

Vio menyenggol lengan Zahra. "Lo, sih, pake angkat tangan Ruby segala!"

Zahra mendengus. "Gini, By. Gue tau lo—mungkin—kepaksa ikut OSIS karna gue. Gue minta maaf soal itu. Tapi apa salahnya mencoba yakan? Perbanyak pengalaman berorganisasi gitu, kan, juga bagus. Jadi mau, ya, lo jadi perwakilan? Tenang aja, lo bareng Arga, kok."

"Tapi—"

"Lagian bukan cuma lo doang. Ada juga anggota lain yang jadi perwakilan ke beberapa panti jompo dan panti asuhan yang lain. Salah satunya gue."

Ruby menghela pasrah. "Yaudah."

Zahra bersorak girang. Tepat saat itu Arga Magenta masuk ke dalam kelas. Otomatis membuat beberapa siswi yang bergossip beralih mempercantik diri. Tersenyum malu-malu yang terkesan genit saat menatap Arga yang terlihat biasa-biasa saja.

"Iyuh, norak!" Vio mencibir dengan wajah mengernyit jijik melihat kelakuan teman-teman sekelasnya.

"Halah, lo juga nggak ada bedanya sama mereka kalo liat Raden!" Zahra balas mencibir. Sebagai salah satu orang yang mengagumi Arga, ia bisa memaklumi tingkah teman-temannya ketika melihat laki-laki itu.

RADENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang