⚠️ Bullying Scene ⚠️
✩
RUBY kelimpungan. Raden jatuh sakit. Tubuh laki-laki itu tiba-tiba menggigil di pukul 2 dini hari sementara suhu tubuhnya begitu tinggi. Handuk kecil di dahi Raden sudah terhitung 3 kali Ruby ganti namun suhu tubuhnya masih sama."Dingin, By …." Raden mendesis dengan rahang gemerlatuk sembari merapatkan selimut tebal yang membungkus tubuhnya.
Ruby mengusap keringat sebiji jagung di pelipis Raden. "Minum obat, ya?"
Raden mengangguk pelan.
Ruby turun dari ranjang, keluar dari kamar untuk menuju dapur. Ia membuat bubur terlebih dahulu untuk mengisi perut kosong Raden sebelum meminum obat penurun panas.
Beberapa menit setelahnya, Ruby membawa nampan yang berisi bubur, air hangat dan obat itu ke kamar. Didapatinya Raden masih dalam posisi yang sama.
Meletakkan nampan di nakas, Ruby mengambil kompresan di dahi Raden kembali ke dalam waskom lalu membantu Raden duduk bersandar di headboard ranjang.
"Makan dulu, ya, Den?"
Lagi, Raden mengangguk. Mulutnya membuka ketika Ruby menyuapinya sesendok bubur. Kening laki-laki itu mengernyit ketika menelan makanannya. "Pahit," komentarnya.
"Kan, lagi sakit. Jadi tenggorokan kamu pahit."
Raden hanya diam dan membiarkan Ruby menyuapinya dengan telaten. Hingga suapan kelima, laki-laki itu menggeleng dengan mulut terkatup.
"Udah. Gue udah nggak sanggup ngabisin."
Ruby menghela napas pelan dan meraih segelas air kemudian diberikan pada Raden.
Setelah Raden minum, Ruby memberikan sebutir obat pereda panas pada Raden. "Diminum biar panas kamu turun."
Raden menatap obat itu dengan wajah sedikit ngeri. "Nggak ada versi sirupnya?"
Ruby menatapnya heran. "Kamu takut obat?"
Raden menggeleng. "Nggak. Cuma waktu kecil gue pernah minum obat kayak gitu gedenya, terus nyangkut. Pahit banget sumpah!"
Ruby terkekeh. "Obat emang pahit, Den. Kalo mau manis, ya, makan permen."
"Ada, kok, obat manis. Obat sirup."
"Terus kamu maunya obat sirup?" tanya Ruby tidak habis pikir. "Kamu bukan anak-anak lagi, Den. Ayo minum! Nggak usah takut bakal nyangkut."
Menghela napas berat, Raden mengambil obat itu. Menelan ludah dengan kasar sebelum dengan cepat memasukkan ke dalam mulut dan secepat itu pula meneguk air sebanyak mungkin agar tidak tersangkut di tenggorokannya.
Ruby mengulum tawa melihat wajah lega Raden. "Nggak nyangkut, kan?"
Raden mengangguk dan mengembalikan gelasnya ke nakas.
"Sekarang tidur lagi aja," ujar Ruby yang dituruti Raden.
Ruby memperbaiki selimut laki-laki itu hingga leher sebelum beranjak untuk mengembalikan piring kotornya ke dapur. Namun, Raden lebih dulu menahan tangannya agar tidak pergi.
"Mau kemana?" tanya Raden pelan.
"Ke dapur bentar. Beresin bekas makan kamu."
Raden menggeleng. "Nggak usah. Sini aja, temenin gue tidur."
Ruby menurut. Ia duduk di samping kepala Raden sambil bersandar di headboard. "Masih dingin?" tanyanya.
Raden bergerak, meletakkan kepalanya di pangkuan Ruby. Laki-laki itu mengangguki pertanyaan Ruby. "Dikit."
KAMU SEDANG MEMBACA
RADEN
ChickLitKetika laki-laki kriminal tak berperasaan itu akhirnya jatuh cinta. ⚠️ 17+ ⚠️ Mengandung banyak kata kasar dan adegan kekerasan ⚠️ Tidak tersedia untuk penganut BIM alias Bias Is Mine