17. The Game 3

605 43 3
                                    

Thanks buat yang udah baca
Semoga suka:))












Jeno mendekatkan dirinya ke perapian dengan kedua telapak tangan yang menghadap ke depan, mencoba menghilangkan sedikit rasa dingin yang membungkus tubuh walau tak berpengaruh banyak.

Sedang Mark tak banyak bicara. Alpha Park duduk sedikit jauh dari Jeno dengan sesekali melemparkan tatapan sinis pada sang sahabat. Masih kesal perihal Jeno yang mendorongnya ke dalam air hingga mengharuskan Mark menghabiskan waktu mereka untuk mengeringkan pakaiannya yang basah.

"Hei, aku minta maaf oke"

Lagi, Mark mengabaikan Jeno untuk yang kesekian kalinya.

Alpha muda itu tak mengubris atau pun sekedar menengok ke arah Jeno yang menghela nafas. Paham akan tingkah sahabatnya yang sudah mendarah daging.

"Come on Mark! Aku sudah meminta maaf padamu sejak siang tadi" rengek Jeno. "Setidaknya jangan mengabaikan calon adik iparmu ini" lanjutnya.

Bukannya menjawab, Mark Justru semakin menatap sinis Jeno yang terlihat memelas. Berusaha membujuk Mark dengan rayuan anak anjing yang biasanya ia gunakan untuk membujuk sang ibu.

Tapi sepertinya itu tidak mempan dengan Mark.

"Menjijikkan Lee"

"Kasar sekali"

Jeno menggerutu. Diam-diam menatap sinis Mark yang memilih acuh. Malas meladenin Jeno yang sudah seperti anak kecil yang tak di beri permen.

Tunggal Lee itu lama-lama seperti balita. Mark jadi heran kenapa adiknya bisa tahan akan segala tingkah laku Jeno yang begitu menyebalkan.

"Markkk"

"Kau omega Jeno?"

"Aku Alpha!"

"Maka diam lah"

Mark berucap sarkas. Telak membungkam Jeno yang memilih diam. Tak ingin membuat Mark bertambah kesal yang berujung dengan nyawanya melayang. Pemuda Park itu tidak akan segan-segan menjadikannya umpan para hewan buas bila terlalu mengganggu.

Suasana malam ini terasa sedikit berbeda, bukan karna udara dingin yang mengusik-api unggun seharusnya bisa sedikit menghangatkan.

Baik Jeno atau pun Mark sama-sama berusaha menyerap hangatnya api untuk sedikit menghangatkan tubuh yang sedikit merasa dingin. Panas tubuh mereka memang cukup untuk menghangat tubuh di cuaca dingin, namun bukan berarti mereka tak membutuhkan hangatnya api.

"Setelah keluar dari sini apa yang akan kau lakukan?" Tanya Mark.

Jeno melirik sekilas, sebelum mengangkat bahu dengan jawaban yang terkesan acuh. "Mungkin aku akan mencari dalang di balik semua ini, atau mungkin berterimakasih telah memberikan pengalaman ini"

"Kau hanya merasakan cangkangnya saja, belum isinya Lee" Mark mendorong ranting pohon ke dalam api. Dengan senyum tipis ia berkata, "Nanti, setelah kau berada sangat dekat dengan inti, kau akan merasakan bagaimana menyenangkannya neraka dunia ini" jelasnya kemudian.

Pemuda Lee menatap Mark dalam diam. Tak berniat untuk sekedar menjawab atau pun menyangga ucapan Mark sebelumnya. Pemuda bermarga Park itu jauh lebih berpengalaman darinya yang baru mengalami hal seperti ini.

"Dari 1-10, seberapa parah neraka dunia yang kau maksud Mark?"

"9, itu jika kau bisa bertahan hingga kita sampai ke inti Jeno"

Jeno berdecak, menatap pemuda Park sinis dan kemudian berucap dengan sinisnya, "Aku tidak selemah itu Mark"

"Aku tau, tapi yang kita hadapi bukan hanya manusia, tapi hewan yang ada di hutan ini" Mark menjeda ucapannya, mengambil ranting lain untuk dimasukkan kedalam api. "Kau mungkin selamat dari manusia, tapi hewan berbeda dengan manusia Lee"

My Everything - NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang