kalih

508 75 7
                                    

○♤○

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

○♤○

sekarang aku kalo terjemahin bahasa jawanya ada di bawah ya, terus buat tulisan nya aku bedain jadi italic.

○♤○

Tidak tau kalau akhirnya begini.

Riani membisu di tempat, kakinya sengaja ia rapatkan, bahkan pandangan nya tetap kebawah, merasa tidak nyaman akan suasana yang ia hadapi sekarang. Pasalnya calon suami yang katanya akan mengantarnya kerumah untuk mengambil wadah bakso nya sekarang malah-

"Atma, di maem lho basonya" Ibu Brahma memberi senyum hangat.

Riani jelas membalas senyum tak kalah hangat saat itu juga, sebelum matanya ia bawa berkeliaran kemana mana sebab sedang merasa gugup luar biasa.

Iya, Brahma tidak membawa kerumahnya tapi malah ke rumah Ibu. Bertemu calon mertua yang sekarang tengah memakan bakso bersama di meja makan besar, hanya saja ia belum dimakan karena kikuk mau bersikap seperti apa.

Ya walau sudah akrab tapi tetap saja ia merasa sungkan.

"di maem o, nanti dingin aku gamau ngangetin lho ya" nah ini nih pelakunya.

Memicingkan bibir tanda sebal sambil memberi tatapan tajam dari duduk, Riani menatap Brahma bak singa kelaparan dengan posisi yang sudah menemukan mangsa. Dalam hati, ia sudah mengumpati sang calon suami begitu banyak.

Kalo tau mau kesini kan dia bisa dandan lebih cantik lagi gitu loh. Apaan ini cuma pake tunel batik ga cantik ga acan!

"esih isin mas," Ibu yang menimpali ucapan Brahma. Tubuhnya bangun untuk beranjak dari sana "Atma basonya di maem, Ibu mau ke kebun dulu. Sek ditemenin sama kangmas aja"

Setelah itu barulah tinggal dua sejoli yang salah satunya memiliki rasa kesal luar biasa pada satunya. Satu pasang mata sejak awal sudah mengunci pergerakan gestur tubuh yang kian berpindah duduk di sebelahnya, sedangkan yang satu tengah mengumpulkan tenaga untuk memberi tanda sayang pada sang arsitek.

Yaitu—

"aw!"

dicubit hehe.

Puas deh akhirnya. Baru Riani bisa makan baso, rasanya dari tadi dia benar-benar geram ingin memberi sedikit kekerasan kasih sayang pada Brahma.

Yang dicubit jelas meringis ngilu, cubitan Riani itu kalau di ibaratkan dengan cipratan air mendidih kayanya masuk akal. Panas, perih, tapi cuma berada di satu titik. Ingin mengelus dan terus meniupi agar rasa ngilunya hilang.

"belom nikah udah kekerasan"

"gapeduli"

"idi nesu¹" menjawil dagunya "idi idi nesu!"

"mas bama ini pedes loh, diem kalo gamau calon istrinya keselek" ketus banget.

Brahma bukan nya mendengarkan tapi malah terus menggoda. Tangan nya tidak bisa diam, mencolak colek lengan dan dagu Riani berulang kali sampai membuat kesabaran sang gadis kian menipis seiring berjalan nya waktu.

sempiternal - vsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang