BAB II

131 12 12
                                    





Mo menatap pantulan diri di cermin....diam mematung, seolah enggan beranjak. Hari ini dia harus melakukan aktifitas yang sangat menjemukan. Sekolah baginya hanya beban yang harus segera dienyahkan. Jika bukan karena permintaan predikat kelulusan dari sang ibu, pasti sudah lama berhenti. Bersyukur masih menjadi anak baik yang menuruti keinginan orang tua.




Pintu kamar dibuka tanpa mendengar suara ketukan lebih dulu. Kepala Jian Yi muncul di baliknya.




Ck....ternyata dia....pantas main slonong boy saja. Seketika kepala dipenuhi beragam umpatan kekesalan.




"Wow, kau terlihat tampan hari ini!" Memandang takjup.




Mo mengacuhkan.




"Mengumpat di pagi hari tidak baik untuk kesehatan....kau ingin mati muda?"




"Kematianku bukan urusanmu....!"




"APA....?!?!?!" Bersikap sok kaget dengan menempelkan tangan di pipi lengkap dengan delikan mata gratis. "Tentu saja aku akan menangisimu seharian."




Mo memutar mata melihat aksi drama lokal.




"Ah, tidak....mungkin seumur hidup aku akan merindukanmu."




Yeah, yeah, yeah...., menimpali hanya dalam hati sambil memasukkan beberapa buku ke dalam tas sekolah. Meja belajarnya nampak berantakan tapi dia bahkan tidak membuka buku satu pun kemaren malam (wek). Akibat kelelahan dirinya malah jatuh tertidur.




"Apa kau tidak tahu....aku selalu memikirkanmu. Jika kau meninggalkanku, lalu bagaimana denganku? Aku bahkan cukup peduli....bagaimana burung kecilmu itu terus meratap kedinginan tanpa sentuhan..."




"Ah, FUCK....! Tutup mulutmu!" Melempar kamus yang cukup tebal ke arah Jian Yi. Berharap kena telak di wajah. Mulut besar dan otak udang itu harus diberi tausiyah.




Namun naas, Jian Yi malah menangkap dengan mudah. "Aku serius, Mo....," menimpali dengan suara rendah dan menatap dalam.




Pemuda berambut merah sedikit berjengit tatkala melihat sorot mata tajam. Ada kalanya dia tak berkutik kala sahabatnya memasang wajah serius. Jian Yi suka bertingkah konyol tapi bukan berarti bodoh. Jangan lupakan cowok itu adalah anak tunggal salah satu bos mafia di Cina. Mo memiliki sahabat yang bukan orang biasa.




Segera mengalihkan pandangan, memilih melanjutkan sibuk dengan peralatan sekolah.




Jian Yi masih menatap tanpa berkedip. Dia tahu tingkah kikuk itu....tahu bahwa Mo-nya sedang gelisah. Dia enggan menunjukkan sikap asli jika bersama tapi terkadang juga kelepasan. Mo tidak terlalu peduli padanya dan itu cukup membuat kesal.




Dia tidak berbohong soal membayangkan menyentuh cowok liar ini dengan tangannya. Membayangkan bagaimana suara desahan dan lembutnya kulit seputih susu itu. Mo memiliki kulit yang terlalu putih untuk ukuran pria yang kontras dengan rambut merahnya. Bibir tipis kemerahan, pahatan hidung, dan mata amber yang indah. Jian Yi begitu tergila-gila.




Pernah suatu ketika melihat Mo yang sedang berganti pakaian untuk pelajaran olah raga. Dia hampir hilang kendali untuk tidak menerjang. Mo tidak memiliki banyak otot bahkan abs pun tidak terbentuk sempurna. Tapi memiliki lekuk badan yang bagus dan pinggang ramping.




I Don't Hate YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang