BAB III

94 6 3
                                    




Mo melangkah masuk diikuti oleh Jian Yi. Rumah nampak sepi karena ibunya memang tidak berada di rumah. Wanita itu akan pulang setelah pukul sebelas malam karena dua pekerjaan yang harus dilakukan. Beruntung di hari minggu mendapat libur sehingga bisa beristirahat.



Mo terus melangkah menuju dapur dengan membawa satu plastik besar berisi bahan makanan. Sebelumnya mereka menyempatkan mampir ke mini market terdekat. Jian Yi minta dibuatkan nasi goreng sehingga Mo harus merepotkan diri dengan memasak. Padahal sang ibu sudah menyiapkan makanan tapi mulut Jian Yi terlalu rempong.



Meletakkan tas sekolah di kursi makan dan melirik Jian Yi yang sudah merebahkan diri di sofa ruang tengah. Rumah Mo sangat kecil, hanya berisi ruang tengah, dapur, kamar mandi, dan dua kamar tidur. "Jika ingin istirahat, kau bisa tidur di kamar. Aku akan membangunkan  jika sudah selesai."



Jian Yi  mengacung jempol sebagai jawaban sambil tetap memejam mata.



Apa dia selelah itu, membatin khawatir. Atau karena lapar...., jadi makin khawatir lagi. Sepertinya harus cepat masak sebelum anak orang keburu koit. Mengeluarkan semua isi tas plastik. Hari ini akan membuat nasi goreng kimchi. Jian Yi sangat menyukainya, sebagai penutup mungkin akan membuat salad buah sederhana.



"Hei, kau ingin minuman dingin? Masih ada soda di kulkas."



Jian Yi hanya menggeleng sebagai jawaban.



Mo menatap diam sejenak, sekedar memastikan cowok itu baik-baik saja. Setelah yakin, kembali berkutat dengan kesibukan. Mo cukup mahir untuk urusan dapur. Sering ditinggal seorang diri membuatnya harus mandiri. Tidak jarang sang ibu memuji masakannya yang jauh lebih enak.



Suara berisik di dapur membuat manik Jian Yi membuka. Menatap dari kejauhan Mo yang sedang sibuk. Tersenyum tipis, hati merasa senang melihat pemuda itu memasak untuknya. Andaikan mereka tinggal bersama, pasti akan sering melihat pemandangan seperti ini.



Sebentar lagi mereka akan lulus dan melanjutkan kuliah. Apa Mo berniat melakukannya? Dia akan menanggung semua jika Mo kesulitan dengan biaya. Selama pemuda itu bisa bersamanya, dia akan melakukan apa pun. Hidup tanpa Mo....dia belum memikirkan dan tidak akan pernah.



Jika dia mengajak untuk tinggal bersama, apa Mo bersedia? Hidup berdua....pergi ke kampus dan pulang ke apartemen bersama. Menikmati hari bersama....kepalanya memikirkan begitu banyak hal indah tanpa pernah memikirkan sebaliknya.



Jika tidak bisa mengungkapkan perasaan, dia hanya ingin selalu bersama. Kalaupun suatu saat Mo memiliki kekasih, dia akan berusaha menerima dan menjadi sahabat yang baik. Pasti akan terasa sakit tapi juga tidak bisa berharap banyak. Mo itu straight, bukan tipe bengkok. Pemuda itu pasti akan meninggalkannya jika tahu perasaannya. Lebih baik bersandiwara untuk kepentingannya sendiri.



Mo kini sedang memotong, nampak fokus dengan kegiatan. Heh...., tidak disangka dia terlihat cocok dengan apron..., membatin gemas. Untuk hadiah Natal nanti sebaiknya memberi apron saja. Apron berwarna orange lengkap dengan sulaman nama Mo Guan Shan. Hehe....dia pasti akan menghajarku habis-habisan. Senyum Jian Yi makin lebar hanya sekedar membayangkan.



Jika Mo adalah wanita, dia pasti akan melamar saat itu juga....saat menyadari bahwa perasaannya lebih dari sekedar sahabat. Dia jatuh cinta pada sahabat kecilnya yang cengeng. Jian Yi ingin menjadi lebih kuat agar bisa melindungi. Tapi belum cukup....dia bahkan belum bisa mengalahkan She Li.



Fuck...!! Walau memiliki kekayaan berlimpah tapi tidak menjamin bisa melindungi prianya. She Li begitu kuat....mengakui itu dan She Li sangat terobsesi pada Mo. Sejak awal Jian Yi tahu tatapan lapar yang tersirat. Bagaimana dengan entengnya tangan si brengsek itu menyentuh tubuh Mo. Fuck....!! Dia tidak akan membiarkan hal yang sama terulang lagi.



I Don't Hate YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang