BAB IV

94 6 3
                                    





Asap rokok mengudara dalam hening. Menemani kesendirian pemuda bermanik kelam. Beberapa tetes air menitik turun dari helai rambut. Bukan tanpa sebab hanya mengenakan boxer karena baru saja selesai mandi. Kini sedang duduk di tepi ranjang.




Dinginnya AC tak membuat  bergeming beralih dari lembaran kertas di tangan. Pikiran mengembara usai membaca kata demi kata. Apa yang tertulis diluar perkiraan....dirinya terlalu meremehkan. Yang akan dihadapinya bukan orang sembarangan. Dia tidak sendirian....di sekolah itu masih ada murid dengan status yang sama sepertinya.




Heh....!!
Tersenyum miring,  tidak seperti penampilannya....ternyata sekolahnya menyimpan rahasia. Kini paham kenapa ayahnya berkeras menyuruh pulang. Pria itu menginginkannya terjun langsung mempelajari dunia gengster.




FUCK....!!
Apa dengan mengumpulkannya bersama para keturunan mafia bisa membuat kuat? Bersaing untuk menjadi yang teratas? Hell no....!! Dia bahkan tidak tertarik! Dia hanya ingin hidup bebas tanpa kekangan. Cukup He Cheng saja dan dia tidak ingin jadi generasi selanjutnya.




Apa dia harus mencari info satu sekolah? LOL....Qiu pasti akan mengomel habis-habisan hanya karena urusan  tidak jelas. Heh....kembali tersenyum miring.




Menghisap dalam batang tembakau, pikiran kembali terpaku pada sosok bermanik amber. Bocah itu berurusan dengan bocah mafia....pantas saja aura She Li berbeda. Bisa dipastikan bocah tengik itu memiliki backing kuat di balik layar. Mo Guan Shan....dia sudah kalah dari awal.




Menghisap untuk yang terakhir kali dan mematikan sisa rokok di asbak. Manik menatap intens foto si pemuda amber. Jadi dia hanya seorang bocah miskin?...., membatin. Kenapa bisa berurusan dengan She Li? Dari info yang ada....pemuda itu tinggal bersama ibunya, tidak ada keterangan tentang ayahnya. Apa dia tidak tahu?




Tatapan menyendu, ada perasaan asing merasuk. He Tian menafsirkan itu hanya rasa simpati. Dia besar tanpa kasih sayang yang wajar dari seorang ayah....tapi setidaknya dia tahu siapa ayah kandungnya.




Mo Guan Shan....hati memanggil. Membayangkan wajah itu saat tersenyum. Apa  dia bahagia....kesepian? Kenapa ada yang ingin menyakiti? Lalu si anjing penjaga itu....apa bisa melindungi? Apa yang terjadi jika tidak ada seorang pun? Dia bahkan tidak cukup kuat....dan kenapa dirinya sepeduli ini hanya karena seorang cowok?




FUCK....!! Memaki diri.
Jangan bercanda....aku tidak mungkin tertarik. Ini hanya sekedar rasa kasihan....pemuda itu....begitu menyedihkan. Menggusak rambut dengan handuk yang tersampir di bahu, melakukan sedikit kasar. Berharap atensinya berpindah. Otaknya sudah terlalu lama berfokus pada satu hal.




Saat ini He Tian berada di kediaman He Cheng. Pria itu memang sudah menyiapkan satu kamar untuknya. Memang sedari awal He Cheng menginginkannya tinggal bersama tapi menolak. Apa bagusnya berada satu atap dikelilingi pria berwajah sangar (euhh....)? Harap digaris bawahi....dia masih remaja SMA yang butuh lingkungan sehat untuk berkembang (hemm).




Beranjak bangkit menuju lemari dan mengambil singlet hitam kemudian memakainya. Menyambar rokok dan menyelipkan sebatang diantara bibir. Api membakar racun yang terlanjur mencandu. Seketika asap putih mengembara bersama rasa nikmat yang meresap.




Kaki menapak menuju balkon, membiarkan angin malam menyapa (awas masuk angin). Memandang hamparan hitam bertabur bintang. Kepala memikirkan berbagai hal yang indah juga sedih. Teringat pada sang ibu....bibir lantas tersenyum. Hanya mengingat sudah membuat rindu menggelegak.




I Don't Hate YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang