BAB VIII

81 7 106
                                    





Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Asap putih mengudara, seorang pria perlente berdiri di balkon seorang diri. Menatap langit malam, pikiran berkelana pada seorang pria yang kini tengah terbaring di ranjang.



Menghisap dalam menikmati batang tembakau. Nafas berat terhembus, hari ini pekerjaan tidak terasa berat tapi yang membebani pikiran adalah dirinya yang sudah menyakiti pria yang disukai. Karena dirinya kini pria itu harus menderita. Karena keegoisannya dia kembali melukai.



Qiu...., membatin sedih. Aku tidak tahu bagaimana cara mencintai dengan baik....yang kutahu hanya tidak ingin milikku disentuh orang lain. Lebih menyakiti daripada menyayangi. Memiliki dengan segala cara walau harus merusak.



Sedari kecil aku didoktrin untuk memiliki apa yang kuinginkan. Tidak boleh meratapi kekalahan dan kesedihan. Aku benci menjadi lemah....tapi kau adalah kelemahanku. Bagaimana aku harus memiliki tanpa menyakiti? Melindungi tanpa ragu?



Aku tidak mungkin menunjukkan jelas pada semua orang. Aku memiliki banyak musuh dan mereka akan tanpa segan memanfaatkanmu. Kau....aku tidak mungkin diam saja jika terjadi sesuatu. Aku bisa gila hanya memikirkannya.



Shit....!! Memaki diri sendiri. Inilah mengapa ayah mengatakan jangan pernah melibatkan hati....karena aku tidak akan bisa menang. Perasaan membuat pikiran dan hatimu lemah. Membuatmu terjerumus dalam kesalahan yang kau buat sendiri. Mengingat ucapan yang selalu didengar sejak tumbuh dewasa, saat mulai berkecimpung di dunia gengster.



Fuck....!! Bagaimana pun berkeras, aku tetap tidak bisa menolak. Jika saja diriku adalah robot, aku tidak akan memiliki hati. Tapi aku manusia....manusia (iya, iya).



Meremas puntung rokok yang masih menyala, tidak peduli dengan rasa sakit. Qiu....jika saja aku bisa mengganti rasa sakitmu, maka akan kulakukan. Aku sungguh menyesal.



"Merasa bersalah?"



Sebuah suara menginterupsi dan perhatian He Cheng teralihkan.



Seorang pria berkaca mata dengan rambut dikuncir kuda menatap tajam. Terlihat nyentrik dengan rambut berwarna merah.



"Bagaimana keadaannya?" Malah balik bertanya.



Mengacung jari tengah dengan ekspresi kesal yang belum beranjak. Berjalan mendekat sambil menyelipkan sebatang rokok di bibir. Membakar ujungnya terlebih dulu sebelum berdiri bersisian. "Kau benar-benar brengsek, He Cheng."



Siapakah pria yang berani memaki si ketua gengster dan He Cheng tampak tenang alih-alih marah. Karena baru muncul, mari kita berkenalan dulu (hemm). Pria nyentrik itu bernama Lin Huo, berprofesi sebagai dokter dan merupakan dokter pribadi He Cheng. Tidak jarang juga menangani Qiu jika He Cheng meminta.



I Don't Hate YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang