dua belas

3.8K 354 69
                                    



* untuk para pemegang tiket vip jalur express @LesiDatuok @aamaraa___ @nurfaizah973587 @dsvvty @shofiazuhria *

"Dia menciummu ya?" tanya Damon begitu mereka berada di lahan parkir.

Andin mengerjapkan mata terkejut lalu wajahnya mulai memerah. "Kau lihat?"

Gadis itu tahu bahwa hanya kecil kemungkinan Damon melihat mereka apalagi karena dirinya dan Sebastian berada di kamar tidur pria itu, tapi tetap saja, kemungkinan itu masih ada. Bisa jadi Damon mencarinya dan tidak sengaja nyasar ke kamar Sebastian.

"Tidak, tapi aku berharap aku melihatnya." Damon menggoyangkan alisnya, berusaha menggoda temannya yang tersipu-sipu itu. "Itu semua tertulis di seluruh wajahmu, Darling. Kau terlihat merona dan ketika kau kembali dari kamar kecil, kau mulai bertingkah aneh." Damon berhenti, mengerutkan hidungnya lalu bertepuk tangan. "Oh, dan kau amat sangat tidak sabar untuk pulang. Itu hal yang paling aneh apalagi setelah semua upayamu untuk mengatur pesta ini, kukira paling tidak kau ingin berada di sini sampai pestanya selesai."

"Aku hanya lelah," kata Andin, tidak sepenuhnya bohong. Gadis itu lelah secara emosional karena harus tetap bersikap tenang dan tidak terpengaruh oleh setiap gerakan Sebastian meski bosnya itu nyaris membuatnya gila.

"Karena ciuman Sebastian?" goda Damon lagi yang dibalas Andin dengan tepukan di lengan pria itu. "Aduh! Tidak perlu menggebukku. Tapi seriusan, girl, gimana ciumannya? Was he any good? Asal kau tahu saja, tidak semua pria tampan itu pandai dalam berciuman. Aku tahu dari experience." Namun mendengar desahan puas Andin dan melihat ekspresi wajah temannya, Damon sudah bisa dengan mudah menebak. "Oh wow, dia sangat pandai berciuman ya."

"Whatever." Andin menggelengkan kepalanya dengan harapan bahwa pikiran dan rasa ciuman dari bosnya itu akan segera dapat ia lupakan. "Tapi ini tidak bagus."

"Tidak bagus bagaimana?" Damon membuka kunci mobil dan mereka berdua masuk ke dalam. "Apa yang begitu tidak bagus dengan merasakan ciuman yang nikmat?"

"Mungkin fakta bahwa dia adalah bosku?" Andin bertanya dengan nada tidak percaya. "Kau tahu rencana kita adalah untuk menunjukkan padanya bahwa aku bukan orang yang membosankan seperti yang dia pikirkan. Aku tidak pernah berencana untuk merayunya."

"Well, he is seduced nonetheless." Damon mengangkat bahu, senyum nakal terbentuk di wajahnya.

"Damon!"

"Apa?" Teman Andin itu tertawa, menggelengkan kepalanya dengan geli. "Bukankah kau setidaknya sedikit senang bahwa Sebastian justru lebih memperhatikanmu daripada pacarnya?"

Andin ingin berkata tidak, tetapi bagaimanapun juga Damon adalah temannya, gadis itu merasa ia tidak perlu berbohong atau menyembunyikan apa pun dari Damon. "Mungkin sedikit."

"Tenang saja, semuanya baik-baik saja, Andin Mia Bella."

"Ugh, tapi dia itu bosku, Dee."

"Hanya sampai besok, kan?" Damon memasang sabuk pengaman dan menyalakan mesin. "Kau masih tetap akan menyerahkan surat pengunduran dirimu besok, bukan?"

"Ya." Andin tidak yakin mengapa ia merasa sedikit kesal diingatkan tentang hal itu. "Tapi aku masih membutuhkannya untuk memberikan surat rekomendasi yang bagus supaya aku dapat menemukan pekerjaan baru."

"Kau akan baik-baik saja, Andin," kata Damon sambil mengemudikan mobilnya dari halaman dan taman Sebastian Summers yang luas dan menuju jalan raya. "Ngomong-ngomong, jangan lupa untuk mengaktifkan dering ponselmu."

"Oh, benar juga." Andin membuka dompet kecilnya dan mengeluarkan ponselnya hanya untuk menghela nafas putus asa.

"Apa lagi sekarang?" Damon melirik Andin sekali sebelum memusatkan perhatiannya kembali ke jalan. "Apakah si bajingan alias mantanmu yang super stalker itu masih mengganggumu?"

"Ya." Andin menggulir lima puluh SMS tanpa benar-benar membacanya. Sembar menutup matanya, gadis itu menyandarkan kepalanya ke sandaran kepala. Leroy dan Andin sudah putus sekitar delapan bulan yang lalu setelah hanya sebulan berpacaran. Ibu Andin yang bosan melihat Andin terus melajang bersikeras memperkenalkannya kepada Leroy Taylor setelah bertemu dengan laki-laki itu melalui salah satu kenalannya. Hubungan itu sama sekali tidak berhasil apalagi Leroy terlalu lengket dan selalu bertanya di mana Andin berada dan dengan siapa. Ketika gadis itu akhirnya memutuskan bahwa ia tidak tahan lagi dengan pria itu, ia memutuskan hubungan mereka. Namun, Leroy masih terus-menerus mengirim SMS dan mencoba berulang kali menelepon Andin yang tentu saja ditolak gadis itu. Leroy telah menjadi sumber sakit kepala Andin belakangan ini.

"Berapa banyak?" Alis Damon terangkat bertanya.

"Lima puluh."

"Mungkin kau harus berbicara dengannya dan langsung mengatakan kepada bajingan itu bahwa kau tidak menginginkan dia dalam hidupmu. Karena sudah jelas mengatakan bahwa kau ingin berteman dengannya justru membuat si goblok itu terus-terusan mengirimkan banyak SMS," saran Damon saat mobil perlahan berhenti di persimpangan ketika lampu kuning berubah menjadi merah.

"Tapi aku tidak ingin bertemu dengannya, Dee. Aku sudah mengirim SMS yang mengatakan bahwa aku ingin dia stop mengirimi SMS."

"Oke, dan apakah dia mengubah perilakunya? Tidak kan. Jadi menurutku menghadapi Leroy secara langsung akan menjadi langkah terbaik." Lampu lalulintas berubah menjadi hijau dan Damon menggeser persneling sehingga mobil mulai bergerak kembali. "Dan jika dia masih terus mengganggumu, mungkin sebaiknya kita ke kantor polisi dan mendapatkan restraining order."

Andin membuka matanya dan menatap jalanan yang sibuk. "Mungkin kau benar. Oke. Aku akan mengirim pesan dan memintanya untuk menemuiku besok saat jam makan siang."

"Apakah kau ingin aku ikut denganmu?" Damon menawarkan. Ada nada kekhawatiran dalam suaranya dan Andin tahu meskipun temannya itu telah bercanda tentang perilaku Leroy beberapa kali, Damon benar-benar khawatir akan Andin.

Sejujurnya, Andin juga kesal dengan perilaku Leroy dan ketidakmauannya untuk menerima kenyataan akan status hubungan mereka sekarang, tetapi gadis itu tidak takut. Sejauh ini Leroy hanya menelepon dan mengirim pesan padanya, laki-laki itu tidak melakukan sesuatu yang mengkhawatirkan. Restraining order mungkin terlalu berlebihan.

"Tidak, tidak apa-apa, Dee. Aku bisa menanganinya kok."

Damon akhirnya memarkir mobil dan berbalik menghadap kawannya itu. Matanya menatap dalam-dalam mata Andin. "Apakah kau benar-benar yakin?"

"Ya." Gadis itu tersenyum kemudian memeluk kawannya itu. "Terima kasih telah menjadi sahabat terbaik yang pernah ada. Aku akan baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir, Dee."

Damon mengelus punggung Andin perlahan. "Oke. Telepon aku jika aku perlu mampir dan menonjok bajingan itu, oke?"

Andin pun tertawa. "Siap, Komandan."

Gadis itu tidak menyadari bahwa dirinya memang akan membutuhkan bantuan seseorang ketika saatnya tiba. Hanya saja bukan Damon yang akan membantunya.

* * * * * * *

A/N: terima kasih banyak buat yang udah support, antusias banget buat kasih semangat yakkk~ sehat dan sukses selaluuu ya buat kamu~

14 & 13 up malming 17/12

dear mister summersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang