はつこい
Pintu rumah yang terakhir kali Ilna sentuh itu kini berdebu. Membentuk pola tangan Seungcheol yang menandakan dia selalu menyentuh area yang sama berulang kali tanpa berusaha untuk membersihkannya.
Ilna berjalan perlahan mengikuti Sungcheol dan Mingyu yang tengah berjalan pongah memasuki rumah. Demi seluruh dewa yang berada di olympus, Ilna jengah mengetahui bagaimana tumpukan jarum suntik berceceran di depan meja televisi, berikut dengan botol minuman keras yang tak beraturan. Tapi ada sekelumit perasaan yang Ilna tak mengerti di dalam hatinya ketika memandang pantry dapur, ia hanya menemukan makanan kaleng. Lebih tepatnya daging kalengan siap makan. Setengah mati rasanya Ilna berusaha mengubah pola makan Seungcheol selama ini, nyatanya sia-sia usai kepergiannya. Ilna tak tega, tapi ini juga tidak benar.
Mingyu tertawa sekali lagi, menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang baru saja ia ketahui.
"Serius? Choi Seungcheol tidak pernah menyatakan keberadaanmu ya? Hingga kau tidak menyadari segala keanehan yang ada?" ujar Mingyu.
Seungcheol sudah bersiap hendak menyekik leher MIngyu sebelum sosok yang bisa membaca pikiran itu berujar. "Choi Ilna, kau bukan adik Seungcheol. Tapi belahan jiwanya, separuh jiwanya tumbuh di dalam tubuhmu,"
Seungcheol dengan gesit mengarahkan kinzhalnya mengarah pada saraf nadi di pergelangan tangan Mingyu, menyabetnya cepat, dalam, dan tak bersuara.
"AAAAARRRRRRGHHHHHHHH, fuck! I help her, she doesn't deserve to be your sister!"
Begitu cepat Seungcheol dengan belatinya, karena kini tendon kaki Mingyu yang telah menjadi mangsa kedua mengalirkan aliran darah.
Ilna sudah biasa melihat darah, tapi hal gila yang ada dihadapannya membuatnya meremang bahkan mempertanyakan sosok yang pernah tinggal dengannya selama nyaris duapuluh tahun itu.
Lagi-lagi Mingyu masih sanggup menyeringai dengan kondisi anggota tubuhnya tercabik, "finally, isn't it clear enough who is he? Where the fuck a brother kissing your lips and enjoyin it?"
Kinzhal Seungcheol menancap perlahan di perut Mingyu, "Stop messing around with my sister's mind. Stop reading it or you will find your kidney in front of your salad"
Mingyu menyeringai, "Kau pikir aku kemari tanpa persiapan, moron?"
Begitu saja dan Mingyu meraih sesuatu yang bersinar berwarna hijau zamrud dari sakunya, lalu segera ia masukkan ke dalam mulutnya.
"STOP KIM MINGYU!"
Ilna terpaku dengan duality yang dimiliki oleh Seungcheol, sedari tadi ia tak hentinya memancarkan pandangan laksana singa yang siap memangsa buruannya, siap menguliti Mingyu hidup-hidup. Tapi kini, Seungcheol bahkan berusaha menekan diafragma Mingyu dari belakang demi memaksa sesuatu yang Mingyu makan agar kembali keluar.
"Biarkan saja"
Ilna akhirnya mengucapkan apa yang ada pada benaknya. Merasa sosok Mingyu pantas mendapatkan rasa sakit yang tengah ia derita saat ini, menganggap bahwa dengan rasa sakit yang Mingyu alami merupakan dampak karena senantiasa menggoyahkan hati Ilna.
Seungcheol tergelak, lalu turut serta membiarkan Mingyu merintih kesakitan seusai melihat bagaimana sorot mata Ilna. Bohong jika Seungcheol tidak melihat sekelumit mata yang kini mulai berkaca itu tengah menatapnya memohon penjelasan, penjelasan segala kegilaan ini.
Choi Seungcheol, aku ini apa bagimu?

KAMU SEDANG MEMBACA
delicate: scoups
Fiksi PenggemarPerburuan itu dimulai ketika Ilna menyadari bahwa selama ini Seungcheol bukanlah kakak kandungnya. Tidak, Seungcheol tidak berbahaya. Tapi, selalu ada titik hitam yang Seungcheol coba sembunyikan dari Ilna sepanjang hidupnya. Lalu, mengapa di usiany...