1

559 25 0
                                    


Ilna menimang, apakah ia harus menyampaikan gagasan yang Sua ucapkan usai kelas tadi siang pada Seungcheol, kakaknya.

Kini usianya sudah legal, tentu Ilna boleh mengadakan party di rumah, bukan?
Seungcheol itu terkadang menjadi sosok yang tidak dapat Ilna pahami bagaimana cara berpikirnya.

Karena sepanjang 19 tahun hidupnya, Seungcheol mengajarkan banyak hal negatif padanya, disamping berbagai hal positif lainnya tentu saja.

Rokok, judi, drugs.

Ayolah, tidak mungkin ia dan Seungcheol dapat hidup tanpa orang tua jika tidak menghasilkan uang secara instan dari 3 hal tersebut.


Tapi, kenapa kakak yang katanya berbeda enam tahun dengannya itu tidak pernah mengizinkan Ilna mengundang teman-temannya ke rumah?

Takut ketahuan?
Tidak mungkin, buktinya hingga saat ini Seungcheol tidak tertangkap polisi. Apalagi jika hanya segerombolan gadis remaja yang masih picik.








Ilna menginjakkan kakinya di rumah, menemukan kakaknya terduduk melamun.

Matanya memerah, efek sabu yang sepertinya Ilna terima dari paket semalam. Di hadapannya ada dua botol soju, dari asbak masih mengepul asap rokok yang belum sepenuhnya mati.

Tapi, bukan Seungcheol jika ia langsung 'tewas' usai mengonsumsi berbagai hal tersebut.

Ilna duduk di samping Seungcheol, menepuk pahanya perlahan.
"Minggu depan sudah ganti bulan,"

Seungcheol menoleh, memandangi Ilna. "Ah? Sudah Juli lagi rupanya. Berapa? Sembilan belas?"

Ilna mengernyit, ia sudah terbiasa kakaknya kerap lupa berapa umurnya. Ilna mendengus, "Sudah mau dua puluh!"

Seungcheol tertawa, "Jangan bercanda."

"Untuk apa aku bercanda soal umur yang bertambah? Ini bukan April fools. Lagipula aku ingin party, semua teman-temanku pernah melakukannya di rumah  mereka sekali,"

Keheningan mencekam itu terasa di punggung Ilna yang tengah membereskan kekacauan yang Seungcheol perbuat.
Seungcheol tengah menatapnya lekat.

"Baik-baik, aku tidak akan minta party. Berhenti memandangku, jangan melubangi punggungku dengan tatapanmu." ujar Ilna.




"Kutanya sekali lagi, Choi Ilna. Berapa umurmu tahun ini?"

Ilna bingung dengan respon Seungcheol yang tidak sesuai perkiraaannya. Sepertinya efek halusinogen, obat-obatan Seungcheol cukup berat kali ini?

"Kita bicarakan ini nanti saja," Ilna berusaha menyudahi percakapan dengan Seungcheol yang masih menggeram, entah mengapa.

"Duduk!" berat, penuh penekanan. Suara Seungcheol menggelegar membelah ruang TV yang sedari tadi hening.

Ilna bingung,
Seungcheol tidak pernah membentaknya? Terakhir kali membentak mungkin ketika Ilna pulang sore ketika masih kelas 5 SD.

"Seungcheol, oke. Aku tahu permintaanku berlebihan soal party. Mari lupakan saja, dan iya tahun ini usiaku duapuluh tahun, Tuan Choi." Ilna jadi gugup tentu saja, ditatap dengan netra penuh amarah. Padahal, ia tidak paham apa yang harus menjadi super masalah besar disini hingga reaksi Seungcheol seperti itu.

"Malam sebelum usiamu genap menjadi duapuluh tahun. Segera angkat kaki dari rumah ini!" tekan Seungcheol.

"HAH? Efek obat sudah pasti membuatmu menjadi gila. Aku naik dulu, pikirkan dengan baikㅡ"


"ㅡperlu kuperjelas? Keluar dari rumah ini!  Tepat tanggal 30 Juni!"

Kenapa sih si bodoh ini?

delicate: scoupsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang