Bab 22

35.2K 3.3K 57
                                    

Kinara sudah tidak tahu berapa kali ia mengganti baju dan mematut dirinya di depan cermin. Sudah banyak baju yang bertebaran di atas kasur dan juga di lantai. Dari semua baju yang dicoba, ia merasa tidak ada satupun yang bagus. Dengan gontai Kinara melangkah ke kasur dan merebahkan tubuhnya di atas baju-baju yang bertebaran.

Ada satu pesan yang dikirim Ardan tak lama setelah laki-laki itu pulang. Ia senang ketika membaca pesan dari Ardan. Laki-laki itu mengajaknya untuk makan malam bersama dengan orang tuanya. Kata Ardan sebagai rasa terima kasih karena Kinara sudah memilihkan tas yang bagus untuk Mamanya. Meski undangan makan malamnya adalah besok, tapi setelah menyetujui ajakan Ardan, ia langsung melesat ke kamar untuk membongkar isi lemarinya.

"Harusnya kemarin aku ambil baju waktu di apartemen," decak Kinara merasa menyesal.

Baju-baju yang ada di lemari ini kebanyakan baju santai. Baginya, tidak ada satupun baju formal yang cocok digunakan untuk menghadiri undangan makan malam. Walaupun ia tahu, acara makan malam nanti akan menjadi acara yang sederhana. Tapi tetap saja Kinara mau memberikan kesan pertama yang baik di hadapan orang tua Ardan.

"Astaga Mbak, berantakan banget."

Kinara langsung terbangun mendengar suara Hilda. Ternyata perempuan itu sudah berdiri di depan kamarnya yang terbuka. "Kamu kok bisa masuk?" tanyanya kaget.

"Daritadi aku ketuk-ketuk pintu depan. Tapi Mbak Kinara nggak denger. Aku khawatir kalo Mbak Kinara sakit, makanya aku masuk aja."

"Astaga... aku kaget banget. Aku kira siapa yang tiba-tiba masuk." Kinara mengusap dadanya pelan.

Hilda terkekeh. "Boleh masuk nggak, Mbak?" tanyanya meminta izin.

Kinara mengangguk. Ia duduk di tepi kasur dan membiarkan Hilda mengitari kamarnya.

"Berantakan banget, Mbak," komentar Hilda. Kemudian ia membelalakkan matanya menatap Kinara. "Jangan bilang rumah Mbak Kinara habis dimasuki rampok?"

Kinara berdecak. "Mana ada rampok di sekitar sini. Aku lagi cari baju yang bagus buat makan malem."

Hilda mengambil salah satu baju yang tergeletak di atas kasur. "Emang baju ini kurang bagus?"

Kinara menggeleng. "Biasa aja nggak sih?" tanyanya meminta pendapat.

"Kalo menurutku baju ini udah bagus banget, Mbak."

"Menurutmu, aku harus pake baju apa buat makan malem?"

"Makan malem? Sama siapa?"

"Sama orang tuanya Ardan," jawab Kinara tak bisa menyembunyikan senyumannya.

Hilda membelalak tak percaya. Ia langsung duduk di samping Kinara. "Serius, Mbak?"

Kinara tidak bisa menyembunyikan senyumannya. Kemudian ia mengangguk sebagai jawaban.

"Akhirnya!" seru Hilda ikut bahagia. "Mbak Kinara udah jadian sama Mas Ardan?" tanyanya heboh.

Kali ini Kinara menggeleng.

Senyum Hilda langsung menghilang begitu saja. Kini wajah bahagianya berganti menjadi wajah kebingungan. "Kalo belum jadian, kok bisa diajak makan malem sama orang tuanya Mas Ardan?"

"Ceritanya panjang," jawab Kinara. "Kapan-kapan bakal aku ceritain."

"Janji ya, bakal ceritain ke aku?"

Kinara mengangguk. "Sekarang temenin aku beli baju buat besok."

"Ini kan banyak bajunya." Tunjuk Hilda menggunakan dagunya pada tumpukan baju di atas kasur.

"Itu semua udah pernah aku pake," ucap Kinara dengan cemberut. "Aku mau pake baju yang spesial. Apalagi makan malem ini juga spesial buat aku."

"Jadi, Mbak Kinara mau belanja baju sekarang?"

Let Me Closer (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang