␥
Setelah berhasil bertemu kembali dengan sahabat karibnya sedari memakai popok, tentunya dengan bantuan suami manisnya yang telah bertukar nomor ponsel dengan Mashiho. Tak perlu menunggu lama, Jaehyuk segera pergi menemui Junkyu dan langsung membombardir dengan seribu pertanyaan yang hanya dibalas jari tengah oleh pria bermarga Kim itu.
Melepas rindu dengan saling menyenggol lengan, kaki bahkan menoel kepala menggunakan jari telunjuk lalu keduanya tertawa bahagia bagai tak memiliki beban.
Keduanya bercerita banyak hal termasuk keluarga kecil mereka.
Sepulangnya dari pertemuan ke-4 mereka yang penuh sumpah serapah itu, Jaehyuk disuguhi oleh wajah memelas anaknya, Jeongwoo.
Segera ia menyetarakan tingginya dengan sang anak kemudian mencium kening. "Nungguin dad ya, Jeo?"
Jeongwoo menggeleng keras. "Jee mau mainn! Mau ketemu Haru, daddd!" Rengeknya seraya menggerakan bahu.
Namun siapa sangka, bukannya memperbolehkan, Jaehyuk justru menolak. "Ga boleh. Jeo ga denger dad bilang apa kemarin?"
Jaehyuk masih waspada karena baru saja bertemu dengan bapaknya si Haruto-Haruto ini. Memang benar, anak dan bapaknya ga ada bedanya! Batin Jaehyuk saat mengingat kelakuan bapak-anak tersebut.
Mendapat penolakan atas keinginannya lantas membuat mata Jeongwoo perlahan berair, bibirnya turut bergetar, nafasnya mulai putus-putus serta bibir yang sesekali di rapatkan. Jeongwoo menangis.
Berjalan lesu menghampiri Asahi dan memeluk kakinya. Suara tangis Jeongwoo makin mengeras tatkala punggungnya di usap oleh sang papi.
"Je–Jeo cuma mau.." Jeongwoo menarik ingusnya sesaat, ".. main. Jeo Jeo kangen Haru." Lalu menangis kembali. Balita gembul itu memeluk erat leher Asahi, menyembunyikan wajahnya di sana.
Mata coklat indah Asahi melirik Jaehyuk yang terlihat merasa bersalah. "Mas Jae."
Akhirnya Jaehyuk menghela nafas seraya mendekat ke arah suami dan anaknya. Memeluk Asahi dan Jeongwoo erat. Ia juga memberi ciuman manis pada dahi masing-masing.
"Telpon Mashiho." Putus Jaehyuk pada akhirnya. Ia tak tega melihat muka Jeongwoo yang suda di penuhi air mata juga perlahan memerah.
"Kenapa ga mas Jae yang telpon ayahnya? Baru ketemuan tadi, kan?" Asahi bertanya bingung seraya meninggikan alisnya.
"Males. Bapaknya ngeselin."
␥
Jika kangennya Jeongwoo itu berujung ngambek lalu nangis, beda lagi sama Haruto.
Laki-laki kecil itu faktanya sedang ngambek tapi ia tak menangis sama sekali. Namun, ngambeknya Haruto ini menyulut api di dalam kepala Mashiho maupun Junkyu.
Dimulai dari menaruh kodok ke dalam lemari celana milik Junkyu, mengoleskan mentega pada layar televisi, menyusun roti tawar ke atas kolam ikan, menuang satu botol deterjen ke atas meja makan, dan mengambil laptop untuk dijadikan pengepel lantai.
Junkyu dan Mashiho sangat di uji oleh kelakuan anak sulung mereka.
Sepertinya hari ini pun mereka diberi ujian kembali.
Sebabnya tak lain dan tak bukan adalah Haruto. Anak itu jongkok di atas mesin cuci dengan posisi kepala menatap ke bawah. Namun, tak hanya ada Haruto seorang tetapi Yoon menunjukkan eksistensi di samping sang abang.
"Wuyii yenang-yenang~ Mutel-mutel~" (Wuyi renang-renang. Muter-muter). Ucap si kecil sambil menggoyangkan tubuhnya.
"Ini kolam pribadi kedua Wuyi. Siapapun yang mindahin, abang bakar rambutnya." Seru Haruto.
Tanpa Haruto tahu bahwa sang Ayah dan Papa mendengar ucapannya.
Mashiho berdehem, sontak dua kepala kecil itu menoleh di saat yang bersamaan. "Papa!"
Setelah Wuyi dipindahkan kembali ke tempat asalnya, Haruto terduduk diam di sofa. Ia enggan menatap ke hadapan. Sementara pembukaan sidang kedua Haruto di buka, Yoon sudah melarikan diri ke kamarnya.
"Ruto," ucap Mashiho dengan nada lembutnya, "sayangnya papa, lihat papa dulu boleh?"
Perlahan Haruto mengedarkan pandang hingga mereka bertatapan.
"Kenapa, em? Ruto tau kan kalo perbuatan Ruto itu bukan sesuatu hal yang baik. Bilang ke papa alasan Ruto ngelakuin itu semua. Boleh, sayang?"
Sebelum Haruto sempat menjawab, mata bulatnya tak sengaja melirik sang ayah.
Junkyu membuat mimik wajah mengejek. "Kasian kena marah papa wkwk rasain. Nakal lagi lo, cil." Suaranya memang tidak ada, tapi gerakan bibir menjelaskan semuanya. Terlebih lagi Ayahnya itu menjulurkan lidah di akhir kalimat.
Haruto kesal! Ia menatap Junkyu tajam lalu mengacungkan jari kelingking. Sudah pasti, Junkyu juga membalas menyodorkan jari kelingking nya.
Mashiho tentunya sadar. Maka dari itu ia menoleh pada Junkyu untuk memperlihatkan senyum manisnya. "Sekali lagi kakak ajarin yang ngga-ngga, aku ga mau sekamar sama kamu ya."
"Iya sayang, maaf."
"Ruto mau Jee, papa."
Mashiho menyematkan senyum. Tangannya merengkuh wajah tampan Haruto. "Kalo papa bilang ga boleh?"
"Papaaa."
"Udah tau salahmu di mana?"
Haruto mengangguk cepat. "Udah. Rutonya salah, ga boleh berbuat gitu lagi. Ga baik, ga sopan. Ga semua yang Ruto mau akan jadi milik Ruto."
Mashiho mengangguk lantas mengusap puncak kepala Haruto. "Pinternya." Sebuah kecupan mampir di pipi sang anak.
"Kak."
Junkyu yang sedari tadi memperhatikan langsung menarik sudut bibirnya. "Telpon si monyet, kan? Siap, sayang!"
"Hush! Mulutnya."
"Ruto kangen Jee." Haruto membaringkan tubuhnya dengan posisi menyamping. Binar di mata bulatnya kembali bersinar, tidak sabar bertemu Jeongwoo setelah seminggu lebih tidak bertemu.
"Iya cil, ini lagi Ayah telpon si monyet." Balas Junkyu sambil berkacak pinggang karena Jaehyuk lama mengangkat panggilan darinya.
Sudah geram akan mulut suaminya yang tak bisa dikontrol membuat kesabaran Mashiho menipis. "Ruto, tutup mata dulu, nak."
Haruto langsung membalikkan badan memunggungi orang tuanya kemudian memejamkan mata. "Udah, papa!"
Junkyu siaga 1. Harap-harap cemas saat Mashiho semakin mengikis jarak di antara mereka.
"Sayang, kakak ga–" Junkyu bungkam sejurus matanya terbelalak lantaran terkejut. Tak mengira bahwa si manis akan mencium dirinya dibanding menjewer telinga.
Begitu kekehan Mashiho terdengar, baru lah Junkyu kembali meraih sadar.
"Cie, cie, kiss-kiss."
␥
gatau deh, aku lagi mood ngetik wkwk. daahh, aku ngumpulin mood berikutnya dulu 🙇🏻
– 18-12-22.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiddo √
FanfictionCOMPLETED! [ Hajeongwoo | Boyslove! ] "Kata ayah kartu ini bisa beli apa aja. Aku mau beli kamu, berapa harganya?" © ARCAPHILE