double up!
aku punya targetnya sendiri, kalo target tercapai lebih cepat, up nya cepat. kalo ngga ya mungkin tunggu 1 bulan lagi? wkwk, canda.␥
Hampir 2 minggu setelah kejadian di perpustakaan, Haruto dan Jeongwoo jarang bertegur sapa. Meski Haruto tak pernah melepas tatap kala matanya tak sengaja menangkap figur Jeongwoo. Baik di kantin, melewati perpustakaan, saat pelajaran olahraga di lapangan, dan parkiran. Sedetik pun Haruto tak akan mengalihkan pandangan sampai Jeongwoo menghilang dari radarnya.
Haruto sadar akan jarak yang Jeongwoo beri di antara mereka. Haruto berusaha memahami serta menguatkan diri agar tak membombardir Jeongwoo dengan segala pertanyaan.
Yang terpenting bagi Haruto, ia masih bisa melihat Jeongwoo. Melihat bagaimana cara Jeongwoo tersenyum, tertawa maupun kesal sebab di ganggu walau itu bukan karenanya.
Hari-hari Haruto jalani dengan menyibukkan diri di klub sepak bola yang ia ikuti bersama Doyoung, tentunya. Berlatih dan terus berlatih, terkadang menantang anak kelas lain pada jam istirahat.
Tidak ada lagi agenda menghampiri Jeongwoo untuk mengajaknya makan siang. Dan Jeongwoo merasakan sedikit perasaan gundah kala itu.
Di sini lah Jeongwoo, berhenti di tepi lapangan. Mata tajamnya melihat segala gerak-gerik Haruto yang menggiring bola lalu mencetak angka untuk tim-nya. Jeongwoo tertawa menyaksikan Haruto bersorak seraya melakukan selebrasi.
Dulu, sebelum ia bersama Matthew, dirinya kerap kali menemani Haruto. Jika Haruto berhasil memasukkan bola ke gawang lawan, pemuda Kim itu langsung melayangkan kiss-bye padanya. Pastinya, Jeongwoo membalasnya.
Tetapi, sekarang mereka tak lagi melakukan itu. Jeongwoo hanya dapat melihat Haruto dari kejauhan. Jujur, Jeongwoo merindukan Haruto. Ia pergi dari kantin ke lapangan tanpa sepengetahuan kekasihnya hanya untuk memandangi pemuda yang selalu ada di sisinya, sedari kecil.
Anak-anak klub sepak bola memenangkan pertandingan dadakan tersebut. Mereka berbaur, saling melakukan tos dan merangkul satu sama lain. Haruto tampak tertawa karena candaan yang di lontarkan Doyoung dan teman mereka, sambil menyingkap rambutnya yang basah akan keringat.
Jeongwoo tak dapat menahan senyumnya. "Selamat, Haru. Aku kangen kamu.."
␥
"Makasih ya, Math." Jeongwoo menyerahkan kembali helmnya pada Matthew.
Usapan ringan mampir ke kepala Jeongwoo. "Istirahat yang cukup ya, dan jangan hubungi Haruto. Kamu ngerti?"
Nafas Jeongwoo memberat seolah tercekat di tenggorokan. Rasanya susah untuk di jawab, bahkan hatinya terasa perih. Yang Jeongwoo bisa lakukan hanya mengangguk kecil.
"Pinter. Aku ga suka liat kamu dekat sama dia. Kalo gitu, aku pulang dulu ya? Bye."
"Hati-hati."
Setelah kepergian kekasihnya, Jeongwoo segera masuk ke dalam rumah. Ia meletakkan sepatu pada rak, Jeongwoo melangkah hendak menaiki tangga kalau saja suara Asahi tidak menyerukan namanya.
"Jee."
Jeongwoo menoleh, mendapati sang papi yang duduk di ruang tengah. "Oh, papi." Jeongwoo segera mendekati Asahi, memeluk tubuh kecil papi nya.
Asahi terkekeh, tangannya terangkat menepuk kepala anaknya. "Je, papi mau ngomong boleh?"
"Boleh, pi."
Asahi menghela nafas panjang sebelum berbicara. "Jujur, papi sama daddy mu agak ga suka sama pacarmu. Papi ga sengaja dengar percakapan kalian waktu dia main ke rumah. Dia ngelarang kamu ini itu, ngelarang dekat sama Haruto pula. Papi bukannya ga suka Jeo punya pacar, namun melihat bagaimana dia dengan seenaknya membatasi kamu buat papi marah, marah banget."
Bahu Jeongwoo bergetar. Anak itu semakin menelusup kan wajahnya pada perpotongan leher Asahi. "Papi."
"Iya, sayang?"
"Jeo kangen Haru. Tapi, Jeo ga mau rusak kepercayaan Math."
Asahi menarik Jeongwoo semakin dekat. Memeluk erat tubuh besar putranya yang menangis di dalam pelukannya. Asahi menepuk-nepuk punggung Jeongwoo, agar anaknya merasa tenang.
"Papi mau tanya deh." Perlahan, Asahi menangkup wajah manis anaknya. Sedikit tertawa melihat muka Jeongwoo yang memerah. "Lucu banget sih kamuu. Pantes Haruto demen banget sama kamu dari kecil sampe sekarang."
Tanpa sadar, Jeongwoo salah tingkah. "Papii." Rengeknya.
"Iya sayang iya, kamu bisa suka sama pacarmu itu karena apa, deh?"
Jeongwoo terlihat diam sesaat. Bibirnya ia katup kan, dahinya mengernyit mencoba mencari jawaban. "Emm, Math keren waktu main basket. Terus Math baik ke Jeo, kadang tiap ga sengaja ketemu Math senyum ke Jeo, Math juga yang bantuin Jeo pas ospek hari pertama masuk sekolah. Dari situ Jeo tertarik sama Math dan mungkin suka? Jadi, waktu Math nyatain perasaannya, Jeo terima."
"Kamu belum kenali dia lebih jauh, Je?"
"Belum.."
Mendengar ucapan anaknya yang terdengar tidak yakin, Asahi mendadak khawatir. Asahi takut jika anaknya hanya di jadikan pelampiasan atau bahkan bahan tantangan dari orang-orang. Asahi sering kali membaca kabar terkini di sosial media dan tak sedikit mendapati sebuah hubungan remaja yang kandas karena hal tersebut.
Asahi sontak menggeleng. Mencoba menjauhkan segala prasangka buruknya. "Kalo anak gue sampe di jadiin itu, mas Jaehyuk ngamuk sih ini. Haduhh."
"Jeo mau makan apa? Mau ikut papi buat kue ngga?" Tidak ingin membahas lebih lanjut, Asahi memilih mengalihkan obrolan mereka.
"Apa aja masakan papi, Jeo suka semuanya! Papi mau bikin kue apa emangnya?"
Bola mata Asahi bergulir ke atas, ia berfikir sejenak. "Ah, gimana kalo pie buah?"
"Papi pernah buat, gosong." Jawaban Jeongwoo membuat Asahi mencebik. Mengingat pie buahnya yang gagal dan berakhir ditertawai oleh Jaehyuk.
"Kali ini kan kamu bantu. Jeo ga mau, nih? Ngejek papi mulu kerjaannya."
Tawa Jeongwoo menggema. Papinya kenapa lucu sekali?! "Bercanda papiii hehe, yaudah Jeo bantu deh. Jeo ganti seragam dulu ya."
Sebelum beranjak, Jeongwoo mencium kedua pipi Asahi. Asahi memperhatikan anaknya yang berlari kencang menuju kamarnya. "Anak gue lucu banget. Haru, papi harap kamu ngga nyerah. Papi maunya Jeo sama Haru bukan sama yang lain. Harus gue omongin sama Mashiho sih ini."
␥
triple up ga sih? gausah lah ya, bulan depan aja 🤔.
see you in the next chap, Kiddo's!
— 30-04-23.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiddo √
FanfictionCOMPLETED! [ Hajeongwoo | Boyslove! ] "Kata ayah kartu ini bisa beli apa aja. Aku mau beli kamu, berapa harganya?" © ARCAPHILE