Delapan Belas

25.4K 1.9K 49
                                    

Melosa

Aku terbangun saat merasa mual di perutku seolah meninjuku untuk bangkit dari ranjang. Aku mendapati Eryx memeluk tubuhku saat membuka mata. Lalu, aku segera mundur dan bangkit dari ranjang, dengan sempoyongan berlari ke kamar mandi dan muntah. Kepalaku sakit, perutku mual dan aku bisa merasakan energiku seolah tersedot habis. Padahal, aku baru bangun tidur.

Kulihat bayangan Eryx yang masuk ke kamar mandi dan menyusulku. Lalu, kurasakan tangannya menarik rambutku, memegangnya dengan satu tangan sementara tangannya yang lain mengusap punggungku. Perutku serasa ditinju. Aku minum sekitar delapan gelas koktail semalam. Itu cukup untuk membuatku seperti habis dupukuli tengkulak dengan bonus sakit kepala dan muntah-muntah.

Aku mendesah lega setelah rasa mualnya hilang dan aku berhenti muntah. Koktail yang semalam kuminum kembali kumuntahkan, membuat lidahku terasa pahit. Semua koktail itu sangat mahal, hampir bisa membayar gaji karyawan lain di perusahaan. Untung Jeff yang membayar. Aku terengah, mencuci mulutku dan menatap bayanganku di cermin. Aku kelihatan kacau dengan kaus dan celana pendek- oh. Aku mengedipkan mata saat menyadari pakaianku berganti.

Aku melirik Eryx yang menatapku lekat dengan wajah tanpa ekspresi. Aku segera meraih tisu, menyeka bibirku dan mencoba berdiri tegak menghadap Eryx. Tubuhku lemas. Aku menarik napas, menguatkan diri.

"Maaf," lirihku pelan.

Eryx tidak membalas, masih dengan wajah tanpa ekspresinya mengamatiku sampai aku salah tingkah. Apakah aku melakukan sesuatu padanya saat aku mabuk semalam? Aku tidak ingat apa pun. Setahuku, aku tertidur seperti orang mati. Namun, kenapa aku berada di ranjangnya?

Tanpa sadar, aku mengangkat tanganku dan menyentuh dadaku. Aku tidak pakai bra. Tubuhku yang lemas hampir jatuh ke lantai, tetapi aku mencengkeram pinggiran wastafel dan menatap Eryx dengan wajah panik.

"Apa ... apa saya melakukan sesuatu yang tidak pantas semalam?" tanyaku dengan suara bergetar.

Tubuhku terasa dingin, mencoba mengingat lagi yang kulakukan semalam. Aku yakin, aku tidak melakukan apa-apa. Rasa takut dan panik seolah menyerang dan mencekikku.

"Eryx," bisikku menatap matanya dengan perasaan kacau. "Saya ... tidak melakukan kesalahan semalam, 'kan?"

Aku tidak tahu seperti apa ekspresiku. Nada bicaraku yang terdengar memohon padanya supaya memberitahuku bahwa aku tidak melakukan kesalahan membuatku merasa seperti orang bodoh. Aku tidak peduli. Aku sudah cukup tersiksa dengan semua ini, tolong jangan katakan padaku jika aku melakukan sesuatu, yang entah apa pun itu akan membuatku makin tersiksa.

Raut wajah Eryx perlahan melembut, senyum tipis mulai terukir di bibirnya. Sementara, tangannya terangkat untuk menyentuh pipiku.

"Kamu tidak melakukan apa-apa, Losa. Kamu mabuk dan tertidur seperti orang mati," sahutnya lembut dengan nada geli.

Aku merasakan kakiku melemas, tetapi rasa lega membanjir di dasar hatiku. Syukurlah. Oh, Tuhan! Syukurlah!

Ia terkekeh melihat reaksiku, membuatku menatapnya dengan sedikit perasaan kesal. Tangannya terulur mengusap wajahku yang basah karena setetes air mata. Aku bahkan tidak menyadari jika ada setetes air mata di pipiku. Aku menarik napas lega dan lelah.

"Jangan tertawakan saya!" lirihku pelan.

Eryx masih terkekeh. "Tidak bisa. Reaksimu terlalu konyol. Memangnya, apa yang akan terjadi andai kamu membuat kesalahan di kamar saya semalam? Kita adalah suami-istri."

Single WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang