Chapter 9

516 88 14
                                    

Dengan langkah gembira aku menaiki satu-persatu anak tangga, lalu aku lari menunju kamar di ujung lorong. Kucium buket bunga yang sedari tadi kupegang, baunya seharum parfum yang kukenakan. Aku tersenyum menatap pintu coklat di depanku. Hari ini adalah hari yang sangat kutunggu-tunggu. Aku dengan sangat semangat membuka pintu seraya tersenyum lebar.

"Happy anniver-"

Di detik itu, perasaanku hancur lebur seketika melihat sepasang kaki orang kucintai melayang di atas lantai sementara lehernya terikat tali yang mengantung di langit atap. Buket bunga terjatuh dari tanganku, begitu juga tubuhku yang otomatis merongsot ke lantai.

.

.

.

Aku membuka mata, lalu memposisikan diriku untuk duduk. Badanku penuh keringat dan kepalaku sedikit pening. Aku meringkuk di atas ranjang sembari menahan tangis. Menyebalkan rasanya memiliki ingatan buruk yang menghantuimu dalam mimpi. Tidak peduli seberapa keras kau berusaha melupakannya, ingatan itu akan terus kembali dalam mimpimu.

Kulirik bingkai foto di atas nakas. Fotoku bersama Tatsuya ketika kita piknik di taman untuk pertama kalinya. Aku termasuk tipe orang yang tidak memiliki penyesalan atas apa saja yang kulakukan. Namun, piknik itu menjadi hal yang sangat kusesali. Andai bisa memutar waktu, aku tidak akan melakukannya. Bahkan, aku mungkin tidak akan mau menjalin hubungan dengan Tatsuya.

Sayangnya, aku tidak bisa memutar waktu dan sekarang adalah waktunya aku kembali ke dunia nyata.

***

Aku menatap keluar jendela mobil, begitu tenang memandang panjangnya sungai yang damai. Hingga mataku menangkap sosok yang familiar.

"Stop."

Mobil pun langsung berhenti.

"Ada apa nona?"

Senyumku muncul, "Aku harus keluar sebentar."

"Kau akan terlambat ke sekolah nona." Ucap Ryo yang tetap saja kuacuhkan.

Aku memilih untuk keluar dari mobil lalu menghampiri sosok Tsukasa yang sedang duduk di tangga pinggir sungai.

"Ohayo." Sapaku.

"Bagaimana kau bisa ada disini?" Tsukasa menoleh ke belakang lalu melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di pinggir jalan. Akupun duduk di sebelah Tsukasa.

"Aku sedang dalam perjalanan ke sekolah. Bukankah seharusnya kau juga begitu?"

Raut muka Tsukasa begitu lemas, ia menghembuskan nafas panjang lalu menatap sungai dengan tatapan kosong.

"Aku keluar dari Oya Kou."

Terkejut? Tentu saja. Aku sama sekali tidak mengira kalimat itu yang akan keluar dari mulutnya. Benar kata Murayama, pria ini sama sekali tidak memiliki ambisi.

Masalahnya adalah aku juga ikut bertaruh dalam taruhan siswa penuh waktu Oya Kou tanpa sepengetahuan Lao. Pastinya aku bertaruh pada Tsukasa melawan Murayama yang memilih si nomor 2. Jika aku membiarkan Tsukasa keluar dari Oya Kou aku akan kalah taruhan.

"Apa kau sedang ada masalah? Ceritalah padaku. Aku pendengar yang baik loh."

Butuh beberapa menit sampai Tsukasa mau membuka mulutnya.

"Menurutmu, pemimpin itu apa?"

Apa ini? Quiz dadakan?

"Pemimpin itu, orang paling sial sedunia."

F*ck Low, I'm High Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang